tirto.id - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin memastikan pemerintah tengah mengkaji dan mencari solusi untuk mengatasi persoalan batas usia pelamar kerja.
“Iya nanti kami akan cari solusi yang tepat, jangan ada korban dari pihak manapun kelompok manapun, jangan ada korban-korban dalam satu aturan,” ujar Ma’ruf usai meninjau pameran seni di Museum Kasongan Timbul Raharjo di Bantul, Yogyakarta, Rabu (7/8/2024).
Disebutkan Ma’ruf Amin, pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan lapangan pekerjaan. Selain itu, pemerintah terus meningkatkan kompetensi angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja.
“Pertama, tentu kita memperbanyak investasi supaya bisa menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, investasi dari luar negeri terus kita gencarkan setiap tahun agar ada peningkatan- peningkatan,” ungkap Ma’ruf.
Lebih lanjut Ma’ruf menyarankan agar adanya perekrutan oleh industri. Dengan demikian, para pencari kerja perlu akan memiliki kemampuan yang mumpuni sesuai dengan kebutuhan para pemberi kerja.
Ditegaskan Ma’ruf, pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan pencari kerja, baik melalui berbagai macam pelatihan maupun pendidikan vokasi. Tak dipungkiri, saat ini industri dalam kondisi padat modal dan padat teknologi yang memang membutuhkan SDM yang mumpuni keahliannya.
“Sehingga, kalau mereka tidak memiliki [keahlian] itu tidak bisa terserap,” ungkap Ma’ruf.
Di sisi lain, Ma’ruf mengatakan bahwa pemerintah terus mendorong pengembangan ekonomi kreatif masyarakat. Dengan begitu, generasi muda diharapkan tidak hanya berpatokan pada pekerjaan formal saja, tetapi juga mampu berwiraswasta ataupun bercocok tanam.
“Kemudian (pemerintah) juga mendorong ekonomi kreatif masyarakat dengan fasilitas-fasilitas KUR (Kredit Usaha Rakyat) di daerah, kemudian juga kita membangun dengan menghidupkan lahan-lahan yang nganggur untuk mereka yang mau bertani melalui cara-cara yang lebih modern,” ucap Ma’ruf.
Sebagai informasi, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran terbuka yang terpotret pada 2024 sebanyak 7,2 juta orang, sedangkan pada 2022 tercatat lebih rendah yakni 6,9 juta orang.
Persoalan batasan usia dalam melamar kerja ini muncul usai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan permohonan uji materi Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terkait batasan usia pelamar dalam lowongan kerja. Gugatan ini dilayangkan Leonardo Olefins Hamonangan, Warga Tambun Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Pemohon mempersoalkan Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang bertentangan dengan 28D Ayat (2) UUD 1945. Pemohon mendalilkan bahwa pasal itu memberikan kekuasaan kepada perusahaan untuk menentukan sendiri persyaratan lowongan pekerjaan.
Ia memandang pasal yang diuji berpotensi menormalisasi perusahaan untuk menentukan persyaratan lowongan pekerjaan yang diskriminatif, seperti mencantumkan batas usia maksimal, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.
Dalam petitumnya, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim MK untuk mengabulkan seluruh permohonannya.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK mendefinisikan diskriminasi terhadap hak asasi manusia merujuk Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal ini menyatakan tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.
Dengan kata lain, menurut MK, batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.
MK juga mengatakan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU 13/2003 UU Ketenagakerjaan telah mengatur perihal pemberi kerja yang menentukan syarat tertentu seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan, bukanlah merupakan tindakan diskriminatif.
Terlebih, menurut MK, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003 yang menyatakan, “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah, norma Pasal 35 Ayat (1) UU 13/2003 sebagaimana yang didalilkan Pemohon tidak bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945.
"Dengan demikian, permohonan Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum," tulis pertimbangan hukum MK.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto