tirto.id - Maruarar Sirait pamit dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pengunduran diri pria yang akrab disapa Ara Sirait ini dikabulkan partai berlambang banteng moncong putih setelah bertemu Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDIP, Utut Adianto, di Kantor DPP PDIP, Senin (15/1/2024) kemarin.
"Sesudah saya berdoa dan berdiskusi dengan orang terdekat, teman-teman terdekat, saya memutuskan untuk pamit dari PDI Perjuangan hari ini, dan saya doakan PDI Perjuangan tetap menjadi partai yang besar, memperjuangkan pancasila, memperjuangkan kebenaran, memperjuangkan keadilan," kata Ara.
Ara mengakui keputusan mundur tidak terlepas melihat Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini. Ara yakin Jokowi adalah pemimpin yang memperjuangkan rakyat.
"Saya memilih untuk mengikuti langkah Pak Jokowi karena saya percaya Pak Jokowi adalah pemimpin yang sangat didukung oleh rakyat Indonesia kepercayaan publiknya, proof rating-nya 75-80 persen, beliau sudah memperjuangkan banyak hal," tutur Ara.
Ara pun meminta maaf kepada para kader karena meninggalkan partai sementara mengajarkan loyalitas kepada PDIP. Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, mengakui, partai telah menerima pernyataan pengunduran diri Ara.
"DPP Partai menerima pengunduran diri Pak Ara Sirait. Terlebih dengan kondisi Pak Ara sekarang yang sudah semakin berhasil sebagai pengusaha. Beberapa foto Pak Ara dengan pengusaha menunjukkan keberhasilan itu," kata Hasto dikutip dari keterangan tertulis.
Hasto pun mengatakan pengunduran diri tersebut sebagai bagian konsolidasi kader partai. Dia menuturkan pengunduran diri Ara terjadi saat partai sedang berjuang menempatkan kedaulatan rakyat sebagai hukum tertinggi dalam menentukan pemimpin.
"Sekaligus melakukan koreksi terhadap berbagai upaya yang mencoba untuk melanggengkan kekuasaan sampai harus terjadi pelanggaran etik berat oleh Anwar Usman melalui manipulasi hukum di MK," kata Hasto.
Langkah Ara keluar dari PDIP dinilai bakal mengusik suara Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024. Pengamat politik Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai, Ara yang juga anak dari pendiri PDIP, merupakan tokoh muda partai yang memiliki popularitas yang baik.
"Saya rasa ini juga akan memberi efek negatif terhadap Ganjar karena memang ini secara kekuatan politik mas Ara akan jelas narasinya untuk menentang apa yang dibangun PDIP maupun mas Ganjar di tahun 2024," kata Arifki kepada Tirto.
Dia menilai hengkangnya Ara menambah efek kejut PDIP. Terutama setelah ditinggalkan Budiman Sudjatmiko dan Effendi Simbolon yang tegak lurus dengan Jokowi.
"Ini akan kita lihat satu bulan ke depan menjelang pemilu dan keberpihakan dari Mas Ara tegak lurus kepada Jokowi apakah ini juga akan memberikan efek kejut yang cukup besar bagi PDIP kehilangan tokoh-tokoh yang cukup menarik dan memiliki masa depan untuk kelembagaan partai," kata Arifki.
Kepergian Ara akan menjadi pukulan telak untuk PDIP. Hal ini tidak terlepas dari status Ara sebagai simbol politikus muda PDIP yang cerdas, tetapi juga regenerasi ideologis dan putra dari loyalis serta politikus senior Sabam Sirait.
"Mundurnya Maruarar menegaskan terjadinya faksionalisme di internal kekuatan politik PDIP. Bahkan, hengkangnya Maruarar yang mengikuti langkah politik Budiman Sudjatmiko, seolah mengonfirmasi bahwa karakter kepemimpinan PDIP yang selama ini dikenal sentralistik dengan menjaga praktik tradisi demokrasi terpimpin, seolah tidak memberi ruang bagi para politisi muda yang kritis dan dinamis. Mereka yang kritis seolah terpinggirkan," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) Ahmad Khoirul Umam.
Ahmad menuturkan kepergian Budiman dan Maruarar menandakan ada resistensi kuat di elit partai. Dia pun menilai, mereka tidak mendapat peran di partai.
"Bahkan, admin Medsos Ganjar Pranowo sampai hati menghapus postingan gambar kegiatan politik Ganjar bersama Maruarar, yang mana jelas-jelas Maruarar mendukung Ganjar saat itu," kata Ahmad.
Ahmad pun menilai, aksi Ara dan Budiman merupakan peringatan serius untuk PDIP agar tidak terjadi bedol desa di internal partai. Tidak hanya itu, dia pun khawatir politikus muda PDIP akan masif berpindah ke kubu Prabowo-Gibran yang kini didukung Jokowi.
"Jika Maruarar berlabuh ke Paslon yang didukung Jokowi, maka Jokowi bisa anggap sebagai simbol perlawanan kader-kader muda PDIP terhadap elit politik partai banteng mencereng," kata Ahmad.
Sementara itu, PDIP diminta waspada dengan kondisi saat ini. Langkah tersebut perlu dilakukan agar eksodus tidak mengganggu psikologis maupun perjuangan moril kader.
"Jika migrasi politisi muda PDIP ke gerbong Prabowo-Gibran semakin tidak terbendung, ini akan semakin memantik "perang bubat" antara Jokowi dan PDIP ke depan," kata Umam.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin