Menuju konten utama

Marak Peredaran Uang Palsu, DPR Minta BI Perkuat Edukasi

Sosialisasi tentang ciri-ciri uang rupiah asli, seperti efek safeting color dan mikroteks harus gencar dilakukan kepada masyarakat.

Marak Peredaran Uang Palsu, DPR Minta BI Perkuat Edukasi
Barang bukti sitaan penangkapan tersangka pencetak uang palsu di Bekasi, Kawa Barat. Dokumentasi Bareskrim Polri. tirto.id/Ayu Mumpuni

tirto.id - Anggota DPR, Charles Meikyansah, meminta Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pengawasan sekaligus sosialisasi dan edukasi ke masyarakat terhadap uang palsu. Menurutnya, ini penting untuk menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya peredaran uang palsu, terutama karena munculnya kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin.

"Melihat kasus tersebut, banyak masyarakat khawatir peredaran uang palsu. Apalagi marak juga terjadi masyarakat mendapat uang palsu. Maka Bank Indonesia harus dapat meningkatkan upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara membedakan uang asli dan palsu," kata Charles Meikyansah, dalam keterangannya dikutip Sabtu (28/12/2024).

Charles mengatakan, sosialisasi tentang ciri-ciri uang rupiah asli, seperti efek safeting color dan mikroteks harus gencar dilakukan kepada masyarakat. Karena dengan edukasi yang efektif, dapat membantu masyarakat lebih waspada dan mengurangi kemungkinan menerima uang palsu dalam transaksi sehari-hari.

"BI juga harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai langkah-langkah yang harus diambil jika mereka menemukan atau menerima uang palsu. Apakah melapor ke kantor cabang BI terdekat atau seperti apa,” imbuh Charles.

Charles menambahkan, pemahaman yang jelas dapat mengurangi kerugian masyarakat bila mendapat uang palsu saat bertransaksi. Bahkan bila perlu, lanjut dia, BI perlu melakukan upaya jemput bola.

"Kasihan kalau masyarakat kecil yang menerima uang palsu. Mungkin buat yang berkecukupan uang Rp100 atau Rp 50 ribu tidak seberapa, tapi buat mereka yang kekurangan kan itu besar sekali,” ungkap Legislator dari dapil Jawa Timur IV itu.

Charles pun mengimbau masyarakat untuk terus mewaspadai peredaran uang palsu dengan selalu melakukan metode 3D saat menerima uang fisik seperti yang dianjurkan oleh Bank Indonesia. Metode itu adalah dilihat, diraba dan diterawang.

Dilihat bahwa terdapat benang pengaman seperti dianyam pada uang dan akan berubah warna bila dilihat dari sudut pandang tertentu. Diraba di mana hasil cetak akan terasa kasar pada gambar pahlawan, burung Garuda, dan nilai nominal serta pada kode tuna netra (blind code) berupa pasangan garis di sisi kanan dan kiri uang.

Lalu diterawang yang memperlihatkan tanda air (Watermark) berupa gambar pahlawan dan Electrotype (ornamen) pada pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 dan gambar saling isi (Rectoverso) dari logo Bl yang dapat dilihat secara utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya.

“Perlu diadakan pula edukasi terutama bagi pekerja-pekerja yang sehari-harinya berhubungan dengan transaksi jual-beli seperti pedagang dan kasir-kasir. Berat sekali bagi para kasir kalau sampai dapat uang palsu karena mereka harus mengganti dengan uang pribadi,” ucap Charles.

Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan keuangan itu juga mendorong masyarakat untuk datang ke kantor cabang BI terdekat apabila masih merasa bingung membedakan uang palsu. Charles mengatakan, hal ini demi semakin memastikan keaslian uang.

"Bank Indonesia dapat membantu untuk melihat apakah uang yang dimiliki masyarakat itu asli atau tidak karena mereka memiliki Counterfeit Analysis Center yang dilengkapi tenaga ahli untuk menganalisis uang yang diduga palsu," lanjutnya.

Di samping itu, Charles meminta BI untuk terus melakukan strategi pengawasan yang efektif. Termasuk berkoordinasi dengan kepolisian dan lembaga terkait lainnya untuk memberikan bantuan ahli sebagai upaya antisipasi peredaran uang palsu dan penegakan hukum.

“Kerjasama ini penting untuk memastikan bahwa semua aspek hukum dipatuhi dan pelaku dapat ditindak secara adil. Pengawasan di lapangan juga harus maksimal,” jelas Charles.

Lebih lanjut, BI pun diminta untuk mengevaluasi dan meningkatkan elemen keamanan pada uang kertas yang beredar mengingat uang palsu yang kini banyak beredar susah dibedakan dan tembus ke bank nasional.

Menurut Charles, peningkatan teknologi pencetakan dan desain uang baru mungkin diperlukan untuk mencegah pemalsuan di masa depan pasalnya uang palsu yang dihasilkan memiliki kemiripan tinggi dengan uang asli, sehingga sulit dibedakan oleh masyarakat awam.

"Kami merasa BI perlu memperkuat pengawasan terhadap peredaran uang di masyarakat. Pengawasan yang ketat dapat membantu mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat. Terutama di momen liburan akhir tahun di mana transaksi keuangan masyarakat biasanya meningkat,” ujarnya.

Kasus uang palsu yang diproduksi di kawasan UIN Makassar ini mencuat setelah pihak kepolisian menangkap 17 orang, termasuk oknum dari lingkungan kampus dan pegawai bank BUMN. Banyak masyarakat yang khawatir atas peredaran uang palsu tersebut sehingga Pemerintah harus mengambil langkah tegas dalam pemberantasannya.

"Produksi uang palsu ini tidak hanya berpotensi merugikan perekonomian, tetapi juga menciptakan keresahan di masyarakat. Mereka mencetak uang palsu hingga miliaran bahkan triliunan rupiah, ini kan sangat mengkhawatirkan," kata Charles.

Kasus produksi uang palsu yang ditemukan di UIN Alauddin Makassar juga semakin kompleks dengan terungkapnya bahwa selain uang rupiah, juga ditemukan mata uang asing seperti won Korea Selatan dan dong Vietnam.

Charles menilai, ditemukannya mata uang Korea dan Vietnam menunjukkan bahwa sindikat ini tidak hanya berfokus pada pemalsuan uang rupiah, tetapi juga berupaya untuk memproduksi mata uang asing.

"Pemerintah dan penegak hukum serta stakeholder terkait seperti BI harus berhati-hati dengan sindikat-sindikat ini, karena bisa jadi ada kemungkinan keterlibatan pelaku internasional," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait UANG PALSU atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang