tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim buka suara atas maraknya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Nadiem menyebut, itu adalah hal yang tidak boleh ditolerir dan pelakunya harus segera dikeluarkan.
“Kalau ada yang terbukti, apa pun kekerasan atau pelecehan seksual, itu terjadi harusnya tidak ada abu-abunya, harusnya langsung dikeluarkan. Itu opini saya sebagai Nadiem Makarim," kata Nadiem di Kantor Kemendikbud, Rabu (12/2/2020).
Kendati begitu, kata Nadiem, kewenangan pemecatan itu ada di pemerintah daerah.
Nadiem mengaku saat ini Kemdikbud tengah mengkaji payung hukum yang bisa dipakai untuk mendasari pemecatan tersebut. Namun ia belum menemukan formulasi kebijakan yang pas untuk hal ini.
"Kami belum menemukan instrumennya mana [yang tepat]. Yang paling penting adalah hasil akhirnya. Harus kita nemuin instrumen yang hasilnya untuk mencegah itu terjadi dan memastikan ada hukuman atau keadilan bagi yang melakukan. Itu penting," kata Nadiem.
Mantan bos Gojek ini mengaku sedih luar biasa mendengar maraknya pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Ia yakin yang terungkap selama ini baru "puncak gunung es" sementara yang tak terungkap jumlahnya jauh lebih besar.
Sejumlah mahasiswa gabungan dari berbagai kampus melangsungkan aksi damai di depan Gedung Kemendikbud pada Senin (10/2/2020). Mereka menuntut diselesaikannya kasus-kasus kekerasan seksual di ranah kampus.
"Kepada menteri Kemendikbud untuk menggunakan wewenang Kemendikbud memecat dosen pelaku kekerasan seksual," tegas salah satu peserta aksi, Lathiefah Widuri Retyaningtyas, atau akrab dipanggil Tyas, saat ditemui di Kemendikbud, Senin (10/2/2020) pagi.
Tyas, yang juga tergabung dalam Jaringan Muda Setara, organisasi yang berfokus pada masalah kekerasan seksual di lingkup kampus, menilai bahwa Nadiem selaku mendikbud sepatutnya turun tangan dan secara tegas menangani masalah kekerasan seksual di kampus.
"Nadiem Makarim telah meluncurkan program nasional 'Merdeka Belajar, Kampus Merdeka'. Namun, semangat bebas dari kekerasan seksual sama sekali tidak tercantum," ungkap Tyas.
Padahal, jelas Tyas, program seperti penelitian atau riset, praktik lapangan, hingga magang, yang digadang-gadang oleh Nadiem, justru tak jarang menjadi ruang terjadinya kekerasan seksual.
Saat ini, jelas Tyas, memang sudah ada sejumlah kampus yang akhirnya mengeluarkan SOP atau pedoman untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Namun, masih lebih banyak yang belum, serta masih adanya stigma yang buruk terhadap korban kekerasan seksual.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz