tirto.id - Dinamika politik terus bergulir. Deretan partai oposisi mulai merapat ke petahana, sementara internal parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf memanas. Salah satu yang jadi isu publik adalah renggangnya hubungan PDI Perjuangan sebagai pengusung utama Jokowi dengan Partai Nasdem.
Hal itu tercermen dari sikap Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh yang acap kali membuat geger dengan manuver politiknya. Dari mulai pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, hingga yang paling anyar adalah pernyataan keras yang menyebut Indonesia kini tak lagi berasaskan Pancasila, melainkan sudah mengarah ke kapitalis liberal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kapitalis berarti kaun bermodal. Sementara liberal artinya bersifat bebas. Dengan kata lain, ungkapan Surya Paloh itu bisa dimaknai, Indonesia saat ini dikendalikan oleh orang-orang bermodal.
“Above all, money is power (di atas semua, uanglah yang berkuasa),” kata Paloh.
Bahkan untuk mengisi jabatan tertentu, kata Paloh, orang yang bersangkutan harus punya modal yang kuat dan berkompetiai dengan para pemilik modal lainya.
“Ketika kita berkompetisi, wani piro [berani berapa]. Praktiknya yang saya tahu money is power, bukan akhlak, bukan kepribadian, bukan juga ilmu pengetahuan,” kata Surya Paloh.
Pernyataan keras Surya Paloh itu dipandang sebagai ‘serangan’ terhadap pemerintahan saat ini. Atau dengan kata lain, serangan itu dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Dengan statement itu secara tidak langsung Surya Paloh deklarasikan kritik kepada Presiden sekaligus memberikan warning di masa depan Nasdem dan SP akan menyuarakan kritik-kritik lainnya,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik, Dedi Kurnia Syah Putra kepada reporter Tirto, Kamis, 15 Agustus 2019.
Dedi menilai cukup wajar bila Surya Paloh melancarkan serangan mengingat hubungannya dengan PDIP memang tengah tak harmonis. Belum lagi pernyataan Jokowi yang memastikan Jaksa Agung tak lagi akan diisi orang parpol yang saat ini dijabat kader Nasdem.
“Tidak berlebihan kalau hal itu juga dialamatkan kepada mitra koalisinya PDIP, di mana penanda Nasdem tidak harmonis semakin menguat, dan begitulah Surya Paloh memilih berpolitik dengan cara yang keras,” tutur Dedi.
Pemicu renggangnya hubungan Nasdem adalah sikap Jokowi dan PDIP yang terkesan membuka tangan untuk menyambut partai oposisi, seperi PAN, Partai Gerindra, Partai Demokrat untuk masuk dalam kabinet.
Gelagat Jokowi itu dibaca sebagai penghianatan terhadap partai-partai koalisi yang sejak awal sudah mendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin, termasuk Nasdem. Apalagi, belum lama ini Megawati -ketum PDIP- menerima lawatan Prabowo Subianto, petinggi Gerindra yang sekaligus rival Jokowi di Pilpres 2019.
Kekecewaan itu pun ditumpahkan Surya Paloh dalam pernyataannya yang keras tersebut.
“Di pihak manapun, Surya Paloh miliki catatan kritis, hanya saja akan dialamatkan ke mana kritisnya Surya Paloh ini, dan statement terbaru itu jelas ia tujukan kepada Presiden sebagai kepala negara sekaligus pemerintahan,” kata dia.
Politikus PDIP Effendi Simbolon mengatakan, jelas pernyataan keras Surya Paloh punya makna serangan yang dialamatkan ke Jokowi yang sebentar lagi bakal masuk periode kedua masa jabatannya.
“Jelas kok itu [kritik Surya Paloh] ke siapa, itu sangat jelas,” tegas dia.
Effendi justru menyarankan Surya Paloh dan Partai Nasdem, untuk terbuka bersuara bila ingin ada kadernya yang masuk dalam kabinet.
Jika Nasdem melakukan hal tersebut, Effenndi mengatakan hal itu sebagai sikap yang wajar mengingat Nasdem juga berjasa dalam kemenangan Jokowi pada Pilpres 2019.
Apalagi, hal serupa dilakukan partai lain, seperti Ketum PKB Muhamimin Iskandar, bahkan Megawati saat Kongres V di Bali secara terang-terangan menyuarakan soal porsi menteri di kabinet Jokowi jilid II.
“Seperti sikap ibu saya [Megawati] juga di forum, itu terbuka loh saya minta. Nggak ada pakai di bawah bilik [kalimat bersayap]. Pokonya yang terbanyak [jatah menteri]. Itu semua terbuka,” kata Effendi.
Namun, Sejken Partai Nasdem Johnny Plate menolak bila pernyataan Surya Paloh diartikan sebagai serangan ke pemerintah. Menurut dia, pernyataan ketumnya itu murni merupakan pandangan kritis untuk menggambarkan kondisi bangsa saat ini.
“Pesan itu jangan direduksi untuk kepentingan pragmatis untuk satu dua kepentingan atau kelompok. Bang Surya sampaikan di sana [forum diskusi] dengan topik tantangan Indonesia masa kini dan masa depan. Itu konteksnya bukan tantangan memperebutkan kekuasaan saat ini, tidak, bukan itu,” kata Johnny.
Pernyataan Surya Paloh itu pun, kata Johnny, adalah pengingat kepada semua pihak agar semakin waspada dan tak terjebak pada sistem pemerintahan kapitalis.
“Ini pesan kepada bangsa. Termasuk siapa, ya pemerintah, ya parlemen, ya rakyat. Itu pesan untuk kita semua,” kata anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem ini.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz