Menuju konten utama

Mana Lebih Berisiko: Melahirkan Saat Masih Muda atau Tua?

Bagi perempuan, melahirkan dan memiliki anak tentu sebuah kebahagiaan. Namun, perempuan juga dihadapkan dengan usia saat melahirkan yang berisiko terutama pada kematian bayi. Benarkah melahirkan di usia lanjut lebih berisiko?

Mana Lebih Berisiko: Melahirkan Saat Masih Muda atau Tua?
Header Infografik Periksa Data Risiko Melahirkan

tirto.id - Pada 2008, publik sempat gempar dengan pemberitaan soal pernikahan usia dini. Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji, 43 tahun menikahi Lutfiana Ulfa, bocah berusia 12 tahun yang baru lulus SD. Pernikahan pasangan terpaut jauh beda usia itu mendapatkan restu dari orangtua Ulfa yang merelakan sang putrinya menjadi istri kedua.

Pernikahan di bawah umur tak hanya persoalan hukum yang dilangkahi, tapi juga masalah kesehatan. Perkara ini perlu ditanggapi dengan serius. Data menunjukkan, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia belia, atau kurang dari 18 tahun, memiliki risiko kematian lebih tinggi. Namun, di Indonesia pernikahan pada usia dini punya catatan yang tak menggembirakan. Pernikahan pada anak yang kerap terjadi menjadi indikasi bahwa Indonesia tidak ramah untuk anak perempuan.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), rata-rata prevalensi perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun mencapai 22-27 persen. Untungnya, dari 2008 hingga 2015, jumlah prevalensi tersebut menunjukkan penurunan (CAGR) sebesar 3 persen.

Infografik Periksa Data Risiko Melahirkan revisi

Namun, saat ini jumlah perempuan yang sudah menikah dan menunda kehamilan lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebabnya, secara umum, perempuan yang menunda kehamilan—biasanya adalah perempuan yang lebih terdidik, secara finansial lebih siap, dan punya hubungan atau pernikahan yang lebih stabil ketimbang perempuan yang menikah lebih muda. Padahal, kehamilan pada kelompok ibu yang berusia lebih dari 34 tahun juga berisiko tinggi. Perempuan dengan usia yang terlampau muda ataupun tua saat melahirkan, sama-sama memiliki risiko kesehatan bagi ibu dan khususnya risiko pada bayi yang dilahirkan.

Kapan usia melahirkan memiliki risiko lebih tinggi?

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), secara umum, tingginya peluang anak meninggal terjadi pada anak yang dilahirkan oleh ibu yang berumur terlalu muda (kurang dari 18 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 34 tahun), dilahirkan dalam jarak kelahiran yang pendek, atau dilahirkan oleh ibu dengan urutan kelahiran yang tinggi.

Berdasarkan hasil survei 2002-2003, sebanyak 4,1 persen dari total kelahiran masuk dalam kategori berisiko tinggi tunggal--satu variabel. Hal ini dikarenakan usia ibu saat melahirkan kurang dari 18 tahun. Rasio risikonya pun cukup besar, yaitu 1,83 kali terhadap kelahiran yang tidak berisiko tinggi. Di sisi lain, sebanyak 3,8 persen dari total kelahiran masuk dalam kategori berisiko tinggi tunggal karena usia ibu saat melahirkan lebih dari 34 tahun.

Infografik Periksa Data Risiko Melahirkan

Pada 2012, proporsi kelahiran berisiko tinggi tunggal meningkat untuk ibu yang melahirkan di atas 34 tahun. Terlihat dari 7,6 persen dari total kelahiran masuk dalam kategori berisiko tinggi tunggal karena usia ibu melahirkan di atas 34 tahun. Rasio risikonya pun meningkat menjadi 1,51 kali terhadap kelahiran yang tidak berisiko tinggi. Begitu pula dengan usia ibu melahirkan di bawah 18 tahun.

Persentase usia perempuan melahirkan di bawah 18 tahun dalam rentang 10 tahun memang menurun pada 2012 menjadi 2,4 persen dari total kelahiran masuk dalam berisiko tinggi tunggal, tapi rasio risikonya justru meningkat menjadi 2,07 kali.

Pada kategori berisiko tinggi ganda, kelahiran dengan rasio risiko kematian tertinggi terjadi pada kombinasi usia ibu yang tua dengan jarak kelahiran kurang dari 24 bulan maupun urutan kelahiran lebih dari tiga.

Infografik Periksa Data Risiko Melahirkan

Pada 2012, sebanyak 7,1 persen dari total kelahiran masuk dalam kategori berisiko tinggi ganda karena ibu melahirkan pada usia lebih dari 34 tahun dan merupakan urutan kelahiran lebih dari tiga. Selain itu, 0,8 persen dari total kelahiran juga masuk dalam kategori berisiko tinggi ganda karena selain ibu melahirkan di usia lebih dari 34 tahun juga memiliki jarak kelahiran kurang dari 24 bulan dan merupakan urutan anak lebih dari tiga.

Dari sisi rasio risiko, ibu melahirkan berusia lebih dari 34 tahun dengan urutan kelahiran lebih dari tiga dengan risiko sebesar 1,85 kali dibandingkan kehamilan tidak berisiko. Rasio ini lebih rendah dibandingkan ibu melahirkan usia tua dengan jarak kelahiran kurang dari 24 bulan dan urutan melahirkan lebih dari tiga yang rasio risikonya mencapai 2,57 kali. Salah satu risiko melahirkan di luar usia ideal adalah kematian anak.

Berdasarkan angka kematian neonatum--kematian bayi pada usia kurang dari sebulan, rentang 2002-2003 jumlah kasus mencapai 32 kematian per 1.000 kelahiran, khususnya terjadi bagi ibu yang melahirkan di bawah 20 tahun. Sedangkan, bagi ibu yang melahirkan di usia 40-49 tahun, angka kematian neonatum jauh lebih besar hingga 36 kematian per 1.000 kelahiran. Angka kematian neonatum ini pun masih cukup besar di 2012. Sebanyak 34 kematian per 1.000 kelahiran terjadi bagi ibu melahirkan di bawah 20 tahun, dan 33 kematian per 1.000 kelahiran terjadi bagi ibu melahirkan di usia 40-49 tahun.

Infografik Periksa Data Risiko Melahirkan

Pada 2012, angka kematian post-neonatum pun cukup tinggi untuk ibu berusia kurang dari 20 tahun maupun 40-49 tahun. Pada ibu melahirkan usia kurang dari 20 tahun, angka kematiannya sebesar 16 kematian per 1.000 kelahiran. Sedangkan, untuk ibu yang berusia 40-49 tahun, angka kematiannya mencapai 25 kematian per 1.000 kelahiran.

Risiko yang Dihadapi

Kaitan antara usia ibu saat melahirkan dengan risiko kelahiran menggambarkan pola hubungan bentuk-U (u-shaped graph). Ibu yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 34 tahun memiliki risiko kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan yang berusia antara 20-34 tahun. Pola serupa pun ditunjukkan oleh semua jenis kematian anak.

Pada pernikahan di usia dini, risiko kelahiran berhubungan erat dengan buruknya kesehatan reproduksi dan kurangnya kesadaran anak perempuan terhadap dampak persalinan dini. Tak heran bila tingginya risiko kematian bayi disebabkan karena komplikasi saat persalinan dan tubuh yang belum sepenuhnya matang untuk melahirkan.

Sementara pada perempuan yang menunda kehamilan-–atau berusia lebih dari 34 tahun, memiliki deretan risiko kesehatan seperti tekanan darah sistolik yang lebih tinggi, glukosa darah yang tinggi, kesehatan yang lebih buruk, dan mobilitas yang lebih buruk di kemudian hari dibandingkan dengan perempuan yang melahirkan sebelum usia 34 tahun.

Solusinya harus ada upaya peningkatan status gizi perempuan dan remaja, peningkatan pendidikan seksual-–khususnya kesehatan reproduksi, peningkatan konseling pranikah untuk calon pengantin, peningkatan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam menjaga mutu kesehatan keluarga (terutama calon ibu) sebelum dan saat hamil, serta pemenuhan kebutuhan pelayanan Keluarga Berencana serta Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).

Di luar persoalan tadi, tubuh perempuan punya masa puncak untuk proses reproduksi. Mempertimbangkan waktu yang ideal untuk melahirkan sebuah keputusan yang tepat dan bijak, demi keselamatan perempuan dan bayinya.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Scholastica Gerintya

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Scholastica Gerintya
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Suhendra

Artikel Terkait