tirto.id - PT Sarinah mengalami kerugian Rp400-500 juta per hari akibat menutup pusat perbelanjaannya selama demo 22 Mei di depan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Jumlah kerugian itu pun baru merupakan perhitungan bagi operasional manajemen atau belum termasuk tenant-tenant seperti toko dan restoran yang juga ikut tidak bisa beroperasi.
Direktur Utama Sarinah Gusti Ngurah Putu Sugiarta Yasa mengatakan, manajemen memang memutuskan mengambil langkah itu setelah mempertimbangkan situasi di depan Sarinah sendiri.
Menurutnya, situasi yang tengah dilanda gerakan massa ini tidak memungkinkan pihaknya untuk membuka pusat perbelanjaan itu.
"Ya kalau tidak beroperasi sih peluang pendapatan yang tidak diraih Rp400-500 juta. Itu operasional manajemen saja. Itu belum termasuk dari tenant-tenant yang ada di dalam," ucap Ngurah saat dihubungi reporter Tirto pada Rabu (22/5/2019).
Ngurah mengatakan, kerugian itu untungnya hanya sampai pada operasional saja. HIngga saat ini ia mengaku belum mengalami kerugian materiil seperti kerusakan fasilitas maupun bangunan pusat perbelanjaan Sarinah.
"Kondisi gedung aman semua. Kami tidak ada kerusakan dan mudah-mudahan bisa terjaga terus ya," ucap Ngurah.
Ketika ditanya mengenai respons pemilik tenant di lokasi perbelanjaan itu, Ngurah mengaku belum mendapatkan komplain. Sepengetahuannya, pemilik tenant umumnya mafhum dengan kondisi di lapangan.
Alhasil ada pengertian antara pengelola dan pemilik tenant mengenai sikap yang harus diambil selama aksi 22 Mei ini. Kedua belah pihak, kata dia, tentu menyadari adanya situasi lapangan yang belum cukup kondusif.
"Kalau sampai saat ini enggak ada keluhan. Mereka menyadari juga ini situasi di luar kontrol kita. Enggak ada yang tahu demo sebesar itu bisa terjadi," tukas Ngurah.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno