Menuju konten utama

Maknyuss & Ayam Jago, 2 Merek Beken Tersandung Kasus Oplosan

Dua beras dengan merek yang cukup terkenal yakni Maknyuss dan Ayam Jago, tersandung kasus pengoplosan. Polisi menemukan bukti, sementara produsen membantah. Bagaimana perdagangan beras ini di pasar sebelumnya.

Maknyuss & Ayam Jago, 2 Merek Beken Tersandung Kasus Oplosan
Penyegelan pabrik beras PT IBU, Kamis (20/7). FOTO/kementan

tirto.id - Polisi menyegel gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (PT IBU) setelah melakukan penggerebekan pada Jumat (21/7/2017). Di gudang yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat itu, polisi menemukan dua merek beras yang diduga dioplos oleh pihak pabrik, yakni Maknyusss dan CAP Ayam Jago. Kedua merek yang terkenal di pasaran itu diduga berisi beras oplosan yakni beras subsidi dan premium.

PT IBU yang merupakan anak usaha dari PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) kemudian menjualnya sebagai beras premium. Polisi menyebut tindakan tersebut merugikan negara hingga triliunan rupiah. Penyidik menduga terdapat tindak pidana dalam proses produksi dan distribusi beras yang dilakukan PT IBU sebagaimana diatur dalam pasal 382 Bis KUHP dan pasal 141 UU 18 tahun 2012 tentang Pangan serta pasal 62 UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku bisa diancam hukuman 5 tahun penjara.

Atas tuduhan tersebut, AISA membantahnya. Anton Apriyantono, Komisaris Utama dan Komisaris Independen perseroan menyangkal semua tuduhan itu. “Tuduhan itu tak benar semua, apa yang dimaksud mengoplos? Kalau beras yang maksud itu beras premium, beras bisa dari sana sini, yang penting memenuhi kriteria yang ditetapkan,” kata Anton kepada Tirto.

Ia juga menegaskan pembelian harga gabah yang tinggi dari petani sudah seharusnya dilakukan. Ia tak terima bila masalah ini dianggap jadi sebuah persoalan. “Beli gabah dengan harga tinggi itu memang yang diharapkan petani, kalau begitu namanya dzolim,” kata Anton.

Sementara dalam siaran persnya, AISA menjelaskan bahwa PT IBU membeli gabah dari petani dan beras dari mitra penggilingan lokal, dan tidak membeli atau menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program beras sejahtera (rastra) Bulog dan atau bantuan bencana dan atau bentuk lainnya dalam menghasilkan beras kemasan berlabel. Mereka mengklaim beras kemasannya sesuai dengan SNI dan standar ISO 22000 dan sesuai Good Manufacturing Practice (GMP).

Akibat munculnya kasus ini, saham AISA turun tajam. Pada perdagangan Jumat (21/7), saham AISA melorot hingga Rp400 menjadi Rp1.205. Citra AISA jelas tercoreng dengan kasus ini. Padahal, produk-produk AISA selama ini cukup dikenal setelah melalui iklan yang cukup masif.

Iklan masif yang dilakukan AISA memang membuat beras jualannya cukup terkenal. Maknyuss misalnya, sangat dikenal berkat iklannya dengan model Bondan Winarno. Bondan yang merupakan komisaris AISA merupakan salah satu ahli kuliner yang punya ciri khas dengan ucapan maknyus. Maknyuss menancapkan merek sebagai beras tanpa pengawet dan pemutih.

Di pasaran, merek Maknyuss cukup banyak ditemukan, mulai dari pasar tradisional, penjual eceran, warung-warung kecil, hingga hipermarket. Harga Maknyuss yang cukup murah dengan kemasan yang apik membuat masyarakat dengan cepat melirik, meski belum bisa disebut laku keras. Sementara merek Ayam Jago, yang lebih banyak ditemukan di supermarket. Harganya pun cukup mahal, sehingga banyak pedagangan di pasar enggan menjualnya.

Maknyuss dan Ayam Jago memang "jagoan" di supermarket, tetapi tidak di pasar tradisional. Kedua merek itu harus bersaing dengan beras tanpa merek lainnya, dengan harga yang lebih murah tetapi kualitasnya tidak jauh berbeda.

Asih (50), salah satu pedagang sembako di Pasar Santa, Jakarta, yang ditemui Tirto mengakui bahwa beras Maknyuss memang tidak terlalu laku di tokonya.

"Ya cuma iklan kenceng-kenceng aja. Seberapa banyak ya enggak juga. Paling seminggu 5 kantong yang 5 kiloan," ujar Asih saat berbincang dengan Tirto di Pasar Santa, Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Asih mengaku hanya menjual beras Maknyusss. Beras Cap Ayam Jago tidak dijual karena tidak laku akibat harganya yang mahal. Perempuan berkerudung itu menjual satu kantong Maknyuss 5 kilogram dengan harga Rp65.000. Ia menilai harga itu lumayan mahal karena dirinya menjual beras yang lebih murah dengan harga Rp60.000,00. Namun, ia mengaku kalau menjual beras lain yang lebih mahal seperti Topi Koki dengan harga Rp80.000.

Asih bercerita, dirinya hanya mendapatkan untung sebesar Rp2000,00. Ia mengaku membeli dari distributor seharga Rp 62.000,00. Sayang, perempuan dengan cucu 2 orang ini tidak merinci berapa banyak ia membeli beras maknyuss. Ia bercerita setiap dua kali sehari berbelanja beras sebanyak 1 ton dengan beragam varian barang.

Lain Asih, lain pula Joko (38). Pria yang berjualan 6 tahun di Pasar Santa ini mengaku belum menjual Maknyuss. Ia mengaku pembelinya kebanyakan adalah orang-orang yang membeli beras dalam jumlah besar kemasan dalam karung, bukan kemasan 5 kilogram atau 10 kilogram seperti kemasan Maknyuss dan Ayam Jago.

Meskipun belum menjual beras Maknyusss, pria beranak dua ini tidak memungkiri kalau beras yang disimpan PT IBU itu dicari pelanggannya. Ia sering berkilah dengan berkata barang habis. Saat disinggung bahwa beras Maknyuss bermasalah, Joko cukup kaget. Namun, ia mengaku akan tetap menyediakan beras itu saat belanja karena masih ada peminat.

Kisah di Pasar Santa cukup berbeda dengan kisah di Pasar Palmerah. Ada pedagang yang menjual beras PT IBU itu, tetapi tidak sedikit pula yang memutuskan tidak menjual karena tidak laku. Sebut saja Nyoman (37). Ia memutuskan untuk tidak menjual beras Maknyusss maupun Cap Ayam Jago karena harga beras tersebut mahal.

"Permintaan sih ada, tapi harganya kan engak sesuai. Kadang-kadang lebih murah di swalayan," kata Nyoman saat berbincang dengan Tirto di Pasar Palmerah, Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Nyoman mengaku, teman-teman di Pasar Palmerah rata-rata menjual beras Maknyusss dengan harga Rp70.000. Mereka tidak menjual beras Cap Ayam Jago karena terlampau mahal. Harga yang mereka patok lebih mahal daripada pasar swalayan yang hanya sekitar Rp63.500. Padahal, harga yang dipatok distributor setara dengan harga pasar swalayan.

Sementara pedagang beras lainnya, Nurwangsa (50) mengatakan, beras Maknyuss cukup laku. Ia mengambil sekitar 50 kilogram atau 10 kantong dengan besaran 5 kilogram per kantong. Tidak sedikit orang membeli Maknyusss karena harganya tergolong lebih terjangkau daripada Ayam Jago.

"Kalau Maknyuss lebih merakyat dia. Kalau Ayam Jago kebanyakan orang supermarket. Orang-orang menengah ke atas kalau Ayam Jago. Itu kan beras mahal," kata Nur, yang kini sudah berhenti menjual beras Maknyuss karena merasa tertipu dengan petugas sales.

Baca juga artikel terkait BERAS OPLOSAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher & Damianus Andreas
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti