tirto.id - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) memohon kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan proses hukum tanpa kehadiran atau in absentia terhadap Harun Masiku.
"Untuk menjaga marwah KPK, dan menegakkan hukum yang berkeadilan, MAKI telah mengajukan permohonan proses hukum tanpa kehadiran Harun Masiku (in absentia). Mulai dari penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan Tipikor," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman melalui keterangan tertulisnya, Rabu (25/5/2022).
Boyamin berharap permohonan yang telah ia kirimkan melalui surel pengaduan masyarakat KPK tersebut, mendapatkan respon positif, sehingga proses hukum in absentia dapat segera dilakukan untuk menyelesaikan kasus korupsi yang menjerat Harun Masiku.
Langkah in absentia tersebut menurut Boyamin perlu diambil oleh KPK demi membuktikan kepada masyarakat bahwa KPK mampu tegak lurus dan tidak tebang pilih dalam menegakkan undang-undang pemberantasan korupsi.
"Langkah in absentia adalah dalam rangka menjaga nama baik KPK memberantas korupsi di mata seluruh masyarakat Indonesia," kata Boyamin.
Surat permohonan yang dikirimkan MAKI kepada KPK menggunakan UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU Tipikor) pasal 38 ayat 1, yang berbunyi, "Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya."
Menurut Boyamin, perkasa suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI yang melibatkan Harun Masiku telah memenuhi syarat untuk dilakukan proses hukum tanpa kehadiran sesuai undang-undang yang berlaku.
"Permohonan ini diajukan dengan dalih bahwa Harun Masiku hingga saat ini tidak tertangkap dan keyakinan bahwa Harun Masiku tidak akan pernah bisa ditangkap untuk jangka waktu lama hingga jatuh tempo kadaluarsa," pungkas Boyamin.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto