Menuju konten utama

Makan Coklat Tanpa Rasa Bersalah

Kenikmatan cokelat adalah hal yang hakiki. Meski sering disebut berbahaya karena kandungan gulanya yang tinggi, cokelat tak pernah kehilangan penggemarnya. Para penyuka cokelat kini bahkan bisa tersenyum lebar karena akan ada solusi berupa cokelat rendah gula. Nestle mengaku sudah menemukan formulanya.

Makan Coklat Tanpa Rasa Bersalah
Ilustrasi [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Para penyuka cokelat adalah penggemar yang fanatik. Urusan bentuk pun terkadang menjadi sangat penting, di luar soal rasa. Contohnya adalah protes yang dilayangkan para penggemar Toblerone manakala mendapati coklat kesayangannya berubah bentuk, bukan lagi berbentuk seperti gunung.

Para penggemar cokelat yang fanatik ini tampaknya juga tak terlalu peduli soal kadar gula dalam cokelat yang sering disebut cukup tinggi dan berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Mereka tetap menikmatinya. Biasanya orang menganggap mengonsumsi cokelat sebagai sebuah guilty pleasure, sebuah kenikmatan yang membawa rasa bersalah akibat kandungan kalori dan gula yang tinggi pada produk-produk cokelat tersebut.

Kekhawatiran soal tingginya kadar gula itu sebentar lagi mungkin tidak perlu ada. Ada temuan baru terkait cokelat yang bisa tetap manis dan enak meski kadar gulanya rendah.

Itulah yang diklaim oleh Nestle SA. Produsen KitKat – coklat yang terkenal dan digunakan sebagai nama dari salah satu versi sistem operasi Android – itu mengatakan bahwa mereka telah menemukan sebuah metode yang mampu mengurangi kadar gula dalam produk cokelat mereka hingga 40 persen atau hampir separuhnya.

Jika klaim ini benar, maka Nestle tidak hanya akan merebut hati para penggemar fanatik cokelat di seluruh dunia, namun juga berhasil lepas dari jeratan desakan berbagai pemerintah dunia, pegiat kesehatan, dan konsumen yang saat ini semakin terbuka wawasannya terhadap nutrisi dalam makanan siap santap.

Meski menolak memberikan detail mengenai metode tersebut terkait usaha mereka untuk mematenkannya, Nestle mengatakan bahwa dalam metode tersebut mereka melakukan restrukturisasi pada gula. "Ini tetap merupakan gula, namun dirakit berbeda sehingga [gula ini] dapat dengan mudah meleleh di mulut Anda namun lebih sedikit masuk ke saluran pencernaan Anda," kata Dr Stefan Catsicas, Kepala Teknologi Nestle, seperti dikutip dari The New York Times.

Catsicas membandingkan sebuah kristal gula normal dengan kotak sepatu. Kotak itu terbuat dari gula termasuk segala sesuatu di dalamnya. Sementara itu, kristal gula yang dimodifikasi Nestle memiliki bentuk yang "bolong" pada tengahnya.

Kristal gula baru, lanjut dia, akan diproses untuk memiliki eksterior gula yang sama – meskipun mungkin bentuknya adalah bola bukannya kotak – namun dapat langsung larut dalam mulut. Karena gula di dalam "kotak" tersebut lebih sedikit, maka sedikit pula isi kristal gula itu yang kemudian masuk ke perut.

"Jika Anda melihat dengan mikroskop elektron ke dalam sebuah apel, hal itulah yang akan Anda lihat," kata peneliti top Nestle itu seperti dikutip dari Bloomberg, beberapa hari sebelum pemerintah Inggris Raya membagikan detail mengenai pajak gula yang mereka usulkan.

Meski demikian, tampaknya rasa dari produk tersebut akan berubah jika menggunakan gula bau ini. Dan karena rasa adalah segalanya dalam hal makanan, Nestle tidak akan semerta-merta akan menggunakan gula baru tersebut dalam produk-produk mereka. Mereka akan secara bertahap mengurangi kadar gula dalam produk mereka hingga secara penuh menggunakan gula baru itu pada tahun 2018.

Racun manis yang menggoda

Perdebatan mengenai gula sendiri memang sudah menjadi bahasan global sejak lama. Sebab meski nikmat, gula memang tidak baik dikonsumsi secara berlebih. Mirisnya, fakta yang terjadi adalah sebagian besar masyarakat dunia memang mengonsumsi gula berlebihan.

Dalam jurnal internasional Nature volume 482 tahun 2012 dikatakan bahwa rata-rata orang mengonsumsi 500 kalori per hari hanya dari gula. Menurut laporan Huffington Post, jumlah tersebut kira-kira merupakan jumlah yang dibutuhkan untuk dikonsumsi jika seseorang ingin berat badannya naik sekitar setengah kilogram dalam seminggu.

INFOGRAFIK Cokelat Tak Lagi Manis

Banyak orang beranggapan bahwa gula tidak lebih jahat dibandingkan dengan lemak jenuh ataupun sodium. Padahal gula menyimpan bahaya terselubung yang dapat mengancam nyawa. Salah satunya adalah gula dapat merusak jantung.

Sebuah studi pada tahun 2013 dalam jurnal Asosiasi Jantung Amerika Serikat menunjukkan bukti kuat bahwa gula dapat memengaruhi mekanisme pemompaan jantung dan meningkatkan risiko gagal jantung.

Studi itu menemukan bahwa sebuah molekul dalam gula yang disebut glucose metabolite glucose 6-phosphate (G6P) dapat mengubah protein otot dari jantung. Perubahan inilah yang kemudian dapat menuntun pada gagal jantung.

Gula juga dapat memicu terbentuknya lemak perut dan mendorong kegemukan. Studi pada tahun 2010 menemukan bahwa fruktosa, gula yang banyak digunakan dalam minuman ringan dan makanan olahan, mengakibatkan sel-sel lemak visceral menjadi dewasa sehingga dapat membuat perut menjadi besar dan risiko penyakit jantung dan diabetes yang lebih besar di masa depan. Konsumsi fruktosa berlebih dapat pula memicu resistensi leptin, hormon yang memberitahu Anda ketika Anda sudah cukup mengonsumsi makanan.

Selain beberapa hal di atas, sejumlah studi pada tahun 2009 dan 2012 turut menemukan bahwa konsumsi gula yang berlebih memiliki keterkaitan dengan defisiensi memori dan kesehatan pikiran secara menyeluruh. Bahkan, dalam sebuah makalah dalam jurnal Nature tahun 2012, disebutkan bahwa gula memiliki efek racun yang sama dengan alkohol terhadap hati.

Lebih gawatnya, bagi mereka yang sudah “kecanduan” dengan gula dan mengalami perubahan pada hormon ghrelin mereka – hormon yang memberikan sinyal kepada otak bahwa Anda sedang lapar – maka kemungkinan besar hal tersebut dapat diturunkan kepada keturunan mereka karena bersifat genetis, seperti tertulis dalam jurnal Plos tahun 2011.

Menilik kelamnya dampak yang dapat diberikan oleh gula, tidak heran kemudian para produsen makanan berlomba-lomba untuk semakin mengurangi kadar gula dalam produk-produk mereka. Nestle dengan temuan ini tentu saja kemudian akan memimpin dalam kompetisi.

Meski demikian, masih ada pihak yang skeptis terhadap efektivitas langkah Nestle ini, terutama dalam konteks mendorong kesehatan masyarakat dunia dengan konsumsi gula yang lebih sedikit. Salah satunya adalah Marion Nestle, seorang profesor di departemen gizi, studi pangan dan kesehatan masyarakat di New York University.

"Mengurangi gula merupakan cawan suci bagi perusahaan makanan akhir-akhir ini? Tapi apakah hal itu benar-benar bekerja?" kata Marion, yang tidak memiliki keterkaitan dengan Nestle SA, kepada The New York Times. Ia beralasan bahwa sumber utama konsumsi gula pada masyarakat adalah soda dan makanan penutup yang berbasiskan gandum.

Terlepas dari kekhawatiran Marion, dalam dua tahun ke depan setidaknya para pencinta coklat dapat tersenyum lebar. Makanan favorit mereka akhirnya dapat dikonsumsi tanpa takut akan ancaman gula pada kesehatan mereka. Nyam!

Baca juga artikel terkait COKELAT atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti