tirto.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengakui bahwa instruksi Presiden Jokowi dalam memroses kasus pelanggaran HAM Paniai pada 2014 lalu. Ia mengaku, Jokowi lah yang memerintahkan kasus Paniai untuk segera naik ke persidangan meski ditolak oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin karena berpotensi kuat kalah dalam sidang HAM.
Dalam acara konferensi pers refleksi akhir tahun 2022 di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (15/12/2022), Mahfud bercerita bahwa ia dan Jaksa Agung ST Burhanuddin dipanggil oleh Presiden Jokowi. Dalam pemanggilan tersebut, Jokowi mengeluhkan kerap ditanya soal penyelesaian kasus HAM berat saat pidato tentang hak asasi manusia di hari HAM.
"Kata Pak Jaksa, Pak ini tidak ada buktinya, itu hanya pernyataan pelanggaran HAM terjadi di sini-sini, pengujiannya enggak memenuhi syarat," kata Mahfud menirukan ujaran Burhanuddin di Jakarta, Kamis.
Mahfud menuturkan, Burhan menyampaikan sejumlah alasan seperti tidak ada hasil visum, korban tidak jelas, pelaku tidak jelas dan faktor lalin sehingga khawatir kalah di proses persidangan. Burhan, kata Mahfud juga membawa kasus Timor Timur yang berujung pada pembebasan sekitar 34 orang terdakwa, bahkan 2 terdakwa, salah satunya Enrico Gutteres, bebas saat peninjauan kembali.
"Saya tahu kalau dari sdut perasaan itu betul pelanggaran HAM, tapi kan pengadilan yang memutuskan sehingga Presiden akhirnya 'Sudah lah bawa aja ke pengadilan meskipun kalah'," kata Mahfud.
Ketiga orang tersebut lantas memilih beberapa kasus seperti Wasiyor-Wamena atau Paniai. Dari kasus tersebut, pemerintah memutuskan untuk memilih penyelesaian Paniai. Pemilihan membawa Paniai pun sempat menjadi perdebatan. Burhan, kata Mahfud, sempat menolak karena tidak ingin kalah.
"Jaksa Agung (bilang) nggak bisa. Kalau sudah tahu kalah, jaksa tidak profesional. Jaksa itu di pengadilan kalah (adalah) aib, karena dia tidak bisa menyusun konstruksi tindak pidana," kata Mahfud.
"Sudah, kata presiden, 'bawa saja ke pengadilan.' Oleh sebab itu bikin PP HAM," tutur Mahfud.
Kasus dugaan HAM berat Paniai sendiri berakhir kalah. Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu divonis bebas pada Pengadilan Negeri Makassar. Majelis menilai Isak tidak bersalah secara hukum karena tidak memenuhi dakwaan pelanggaran HAM berat yang disusun jaksa.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri