tirto.id - Sebanyak tujuh orang yang terdiri dari mahasiswa, pekerja swasta hingga aktivis mengajukan gugatan uji formil atas Perppu Cipta Kerja bikinan Presiden Jokowi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut telah terdaftar di laman MK dengan nomor perkara 1/PUU/PAN.MK/AP3/01/2023.
Dalam gugatannya, para pemohon menilai penerbitan Perppu Ciptaker oleh presiden harus memenuhi unsur kegentingan. Kepala negara juga tidak boleh sewenang-wenang mengartikan kegentingan tersebut.
"Subjektivitas Presiden untuk menerbitkan Perppu harus didasarkan pada keadaan objektif (kegentingan). Tidak bisa seenaknya sewenang-wenang menerbitkan Perppu," demikian salah satu alasan permohonan dikutip dari laman resmi MK, Jumat, 6 Januari 2023.
Para pemohon adalah Hasrul Buamona (dosen dan konsultan hukum kesehatan), Siti Badriyah (Koordinator Advokasi Migrant CARE), Harseto Setyadi Rajah (konsultan hukum para anak buah kapal), Jati Puji Santoso (mantan ABK migran), Syaloom Mega G. Matitaputty (mahasiswa FH Usahid) dan Ananda Luthfia Ramadhani (mahasiswa FH Usahid).
Diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi resmi meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini diterbitkan menggantikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim aturan itu diteken lantaran kebutuhan mendesak. Dia menjelaskan tanah air perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global. Mulai dari menghadapi resesi, peningkatan inflasi hingga ancaman stagflasi.
"Hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tertanggal 30 desember 2022. Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak," Kata Airlangga di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 30 Desember 2022.
Keputusan tersebut sontak menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani.
Julius berpendapat apa yang disampaikan masyarakat sipil terkait dampak buruk UU Ciptaker dan dibalut proses cepat tanpa partisipasi publik, lantas dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi karena cacat formal, berarti bukan untuk kepentingan rakyat.
"Itu membuktikan bahwa memang UU Ciptaker dibentuk Presiden Jokowi bukan untuk kepentingan rakyat, kepentingan hukum, juga kepentingan keadilan," kata dia kepada Tirto, Jumat, 30 Desember 2022.
Julius juga tidak yakin UU Ciptaker dibuat sebagai solusi atas permasalahan ekonomi. Sebab carut-marut ekonomi Indonesia justru karena penanganan pandemi COVID-19 yang berantakan, namun malah mengindustrialisasikan obat-obatan corona.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky