tirto.id - Tanda pagar (tagar) #PercumaLaporPolisi menghiasi dunia media sosial usai artikel 'Tiga ANak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan' terbit di Project Multatuli. Tagar itu juga tercantum dalam situs Project Multatuli sebagai rangkaian serial reportase.
Lantas pada Senin 11 Oktober 2021 muncul #PolriSesuaiProsedur, akun Twitter yang mencantumkan tagar itu seperti @1trenggalek, @Hsolsel, @humas_kediri, @HumasPoldaJatim, dan @JayapuraKota.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan merespons soal baku narasi tersebut. Ia membantah Polri melakukan perlawanan balik di media sosial.
"Terkait #PercumaLaporPolisi, kami tidak pernah perang hashtag. Tugas pokok Polri diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 di Pasal 13, adalah melindungi, melayani, mengayomi masyarakat, menegakkan hukum. Tidak ada perang hashtag," ujar Ahmad di Mabes Polri, Rabu (13/10/2021).
"Kami tidak melayani perang, kami akan melayani dengan tugas pokok. Kalau dikatakan seperti itu, bagi kami adalah kritik untuk menjadi maju," sambung Ramadhan.
Untuk membuktikan tupoksi, maka kepolisian akan meningkatkan pelayanan, pengayoman, dan perlindungan kepada publik, serta menegakkan hukum secara transparan, akuntabel, dan profesional.
Pada 11 Oktober, Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti mengklaim baru mengetahui soal #PolriSesuaiProsedur.
“Saya baru tahu ada #PolriSesuaiProsedur. Tapi memang saya lihat dalam kasus Luwu Timur, penyidik sudah melaksanakan tugas sesuai prosedur. Memang dalam menangani laporan yang masuk, Polri harus melaksanakan sesuai SOP, agar jika ada komplain yang berlawanan antara pelapor dan terlapor, Polri dapat membuktikan profesionalitas kerjanya,” ucap Poengky, kepada Tirto.
Sedangkan terkait #PercumaLaporPolisi, sangat penting bagi Polri untuk mendengar suara masyarakat karena harus diakui, polisi adalah aparat yang paling banyak bersentuhan dengan publik. Maka kepolisian harus siap melayani 24 jam.
Tetapi di sisi lain, Poengky menilai pesimisme yang diusung tagar tersebut justru tidak menyelesaikan masalah.
“Sebaiknya masyarakat mendukung Polri untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional dan mandiri," katanya.
Lalu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto mengatakan tagar ini berkembang bukan hanya pada konteks kasus di Luwu Timur tetapi ke banyak hal lain. Kejadian menunjukan ada apatisme masyarakat pada kinerja Korps Bhayangkara.
“Yang merasakan soal pelayanan kepolisian itu masyarakat. Jadi aneh dan terlalu defensif bila kemudian dilawan dengan #PolriSesuaiProsedur,” terang dia, kepada Tirto.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto