tirto.id - Mabes Polri menyatakan, aksi demo 22 Mei 2019 tidak sepenuhnya akan berjalan damai. Berdasarkan laporan intelijen kepolisian, kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol M. Iqbal, ada upaya melanggar hukum dalam aksi itu.
"Hasil analisa kami dan dari hasil upaya-upaya preventif yang berkembang menjadi penegakan hukum di wilayah-wilayah, bahwa unjuk rasa atau penyampaian pendapat di muka umum yang akan dilakukan berbagai kelompok tidak murni unjuk rasa damai," ujar Iqbal di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
"Memang ada kelompok-kelompok yang berniat lakukan demonstrasi damai, tetapi ada indikasi bahwa demo ini akan melakukan upaya-upaya pelanggaran hukum tidak dalam koridor hukum," tegas Iqbal.
Menurut Iqbal, polisi menemukan sejumlah indikasi bahwa demo diarahkan untuk bertindak ricuh, seperti yang ditemukan di Jawa Timur. Sebab, dalam aksi pengamanan jelang demo 22 Mei di Jatim, polisi menemukan peserta yang membawa bom molotov saat hendak menuju Jakarta.
Di sisi lain, mereka juga menemukan sejumlah bambu runcing ikut dibawa dengan dalih akan dipakai untuk tiang bendera. Namun, Iqbal menerangkan, masyarakat boleh menyampaikan pendapat sesuai UU 9 tahun 1998. Tetapi, unjuk rasa tidak diperbolehkan bertindak ricuh atau membawa molotov.
Selain itu, Iqbal membantah bila polisi melakukan upaya politisasi. Sebab, kata dia, polisi justru mendapati ada dugaan “penunggang gelap” dalam demo. Sehingga polisi menyarankan publik untuk tidak ikut aksi 22 Mei.
"Perlu kami sampaikan ke publik bahwa Polri mengimbau tak perlu turun ke jalan. Ini ada indikasi-indikasi yang betul-bethl dapat kami buktikan. [...] walaupun ada yang menyampaikan bahwa ini adalah politisasi dll. Bahwa Polri tidak pernah berpolitik apalagi dalam menyampaikan fakta-fakta hukum. Kami ada bukti, scientific tak bisa dibantahkan," kata Iqbal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto