Menuju konten utama

MA Siap Periksa Hakim Cepi Bila Ada Dugaan Pelanggaran Etik

Mahkamah Agung menyatakan kesiapannya memeriksa hakim Cepi Iskandar bila terindikasi melakukan pelanggaran etik terkait putusan praperadilan tersangka Setya Novanto.

MA Siap Periksa Hakim Cepi Bila Ada Dugaan Pelanggaran Etik
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka atas kasus dugaan korupsi KTP elektronik. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) angkat bicara mengenai keputusan Cepi Iskandar selaku hakim tunggal dalam praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto. Mereka menghormati vonis Cepi yang memenangkan Setya Novanto dalam gugatan tersebut. Namun, MA juga siap memeriksa jika memang ada indikasi pelanggaran etik yang dilakukan Cepi.

"Jika memang terindikasi ada pelanggaran etik, maka hakim yang bersangkutan akan diperiksa terkait dengan indikasi pelanggarannya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah.

Ia mengingatkan, hakim mempunyai independensi dalam membuat putusan sehingga MA tidak bisa masuk dalam masalah perkara. Prinsip independensi hakim merupakan prinsip universal dan dianut diseluruh sistem hukum di dunia, termasuk MA. Prinsip tersebut dijamin Pasal 24 UUD 1945 dan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

"Berdasarkan prinsip negara hukum, maka penegakan hukum merupakan tindakan yang benar dan harus pula dilakukan dengan cara yang telah ditentukan dalam Hukum Acara," ujar Abdullah dalam keterangan tertulisnya kepada Tirto, Senin (2/10/2017).

Meskipun independen, seorang hakim mempunyai beban tanggung jawab usai memutus perkara. Untuk itu, MA siap untuk mengawasi atau menilai kembali perilaku Cepi sesuai Pasal 4 Ayat(1) dan (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.

Aturan tersebut memberikan ruang bagi MA untuk melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggara peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.

Diberitakan sebelumnya, Hakim Cepi Iskandar dalam praperadilan penetapan tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto mengabulkan permohonan Ketua DPR RI itu pada Jumat (29/9/2017) lalu. Cepi menilai penetapan tersangka Novanto tidak sah.

"Menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto yang dibuat berdasarkan surat nomor 310/23/07/2017 tanggal 18 Juli dinyatakan tidak sah," kata Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta. Cepi beralasan sprindik Novanto sebagai tersangka tidak sah. Hakim menilai sprindik yang dikeluarkan KPK tidak menunjukkan proses penyelidikan terhadap Novanto.

Selain itu, bukti yang diajukan bukan berasal dari tahap penyelidikan dan penyidikan sendiri untuk perkara Novanto, tetapi dalam perkara lain. Hakim menilai, hal itu tidak sesuai dengan prosedur penetapan tersangka dalam perundang-undangan maupun SOP KPK.

"Penetapan yang dilakukan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Cepi.

Akibat penetapan yang tidak sah, majelis hakim memutuskan bahwa surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Novanto dianggap tidak berlaku. Pengadilan memerintahkan KPK agar penyidikan terhadap Novanto dihentikan.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari