tirto.id -
Putusan hakim tunggal Cepi Iskandar yang memenangkan gugatan Setya Novanto dalam praperadilan penetapan tersangka kasus e-KTP mengundang kecurigaan Komisi Yudisial. Lembaga pemantau dan pengawas hakim itu menilai putusan Cepi patut ditelusuri. "Kami akan periksa. Ini (putusan) praperadilan sudah masuk. KY akan melakukan pemantauan setelah selesai kami periksa putusan," kata Ketua Komisi Yudisial Aidul F. Azhari kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (30/9).
Kecurigaan KY bukan tanpa dasar. Aidul mengungkapkan Cepi sudah empat kali dilaporkan ke KY. Pertama, tahun 2014 saat menjadi hakim di Purwakarta. Kedua, tahun 2015 saat menjadi hakim di Depok. Ketiga, saat menjadi hakim Praperadilan pada 2016. Terakhir, saat menangani sebuah kasus Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Tapi semuanya tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik," kata Aidil.
Aidul mengatakan KY akan mendalami aspek-aspek yang berpotensi memengaruhi putusan Cepi. Misalnya saja aspek hukum, keadilan, atau ada muatan politis. "Apakah yang bersangkutan murni dan imparsial atau ada aspek politik?", kata Aidul.
Baca juga:
Mengenal Hakim Cepi Iskandar, Pengadil Praperadilan Novanto
Menang Praperadilan, Setya Novanto Lepas Status Tersangka
Logika Hukum Putusan Hakim Cepi Dinilai Membingungkan
KPK: Putusan Hakim Cepi Hambat Pengusutan Korupsi e-KTP
KPK Menilai Hakim Tidak Cermat dalam Mengambil Keputusan
Sampai sejauh ini, kata Aidul, KY baru memeriksa kelengkapan putusan. Belum memeriksa dari segi pertimbangan atau soal lain di luar proses persidangan. "Ini kami belum lihat. Karena ada dua, hakim bisa jadi tidak cermat. Atau kedua hakim bisa jadi terkena faktor di luar pengadilan. Ada dugaan hakim kena suap. Ini tidak bisa diputuskan sebelum melakukan pemeriksaan," kata Aidil.
Sementara itu, Ketua DPP Golkar Andi Silitunga menyatakan kemenangan Novanto menjadi sentimen buruk bagi Golkar. Menurutnya, meskipun DPP Golkar bersyukur atas kemenangan itu, tetapi tetap ada kerja besar untuk mengembalikan kepercayaan publik pada Golkar. "Respons publik over menurut saya. Sentimen publik ke Golkar menjadi buruk. Bagaimanapun KPK itu lembaga hukum. Tidak mungkin dianggap salah," kata Andi di tempat yang sama.
Andi pun mengkritik KPK yang menurutnya sebagai lembaga hukum masih ceroboh untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Akibatnya, elektabilitas Golkar terkena imbasnya. Sebagai langkah mengembalikan elektabilitas, kata Andi, Golkar akan membentuk citra partai yang anti korupsi dengan memperbaiki karakter internal. "Kami berharap Pak Novanto legowo untuk mengikuti saran mundur dari ketua umum," kata Andi.
Sebaliknya, menurut Peneliti SMRC Sirajudin Abbas, kemenangan Novanto tidak berpengaruh terhadap kepercayaan publik pada KPK. Menurutnya, meskipun empat kali kalah dalam praperadilan, KPK masih menjadi lembaga yang dipercaya oleh publik.
"Dalam survei-survei kami kepercayaan publik pada KPK cenderung stabil. Masih di atas Polisi, Kehakiman, Kejaksaan, DPR, dan Parpol," kata Sirajudin.
Posisi KPK dalam survei SMRC, kata Sirajudin, hanya kalah dari TNI dan presiden. Menurutnya, itu membuktikan bahwa masyarakat masih berharap pada keberadaan KPK.
Cepi Iskandar, hakim tunggal sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-E) tidak sah, Jumat (29/9). Dengan demikian status tersangka Novanto dalam kasus itu telah dibatalkan.
"Menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto yang dibuat berdasarkan surat nomor 310/23/07/2017 tanggal 18 Juli dinyatakan tidak sah," kata Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, (29/9).
Menurutnya Surat Perintah Penyelidikan (Seperindik) yang dikeluarkan KPK tidak menunjukkan proses penyelidikan terhadap Novanto. Selain itu, bukti yang diajukan bukan berasal dari tahap penyelidikan dan penyidikan sendiri untuk perkara Novanto, tetapi dalam perkara lain.
Sehari sebelumnya Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengaku optimistis komisi antirasuah dapat memenangkan sidang praperadilan ini. Selama proses persidangan yang dimulai sejak 12 September 2017, KPK telah mengajukan 193 bukti untuk menguatkan dasar penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.
“KPK yakin jika fakta hukum, bukti, dan aspek keadilan dipertimbangkan, maka apa yang kami sampaikan di kesimpulan ini akan diterima oleh hakim. Sehingga praperadilan Setya Novanto akan ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak diterima,” kata Febri.
tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Jay Akbar