Menuju konten utama

KPK: Putusan Hakim Cepi Hambat Pengusutan Korupsi e-KTP

Meski menghormati hasil sidang praperadilan Novanto, pimpinan KPK kecewa dengan putusan Hakim Cepi Iskandar. KPK menilai pembatalan status tersangka Novanto menhambat pengusutan kasus korupsi e-KTP.

KPK: Putusan Hakim Cepi Hambat Pengusutan Korupsi e-KTP
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/9/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku kecewa dengan putusan Hakim Cepi Iskandar yang mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto. Putusan itu menyatakan langkah KPK dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP tidak sah.

"KPK kecewa dengan putusan praperadilan yang dibacakan sore ini karena upaya penanganan kasus (korupsi) KTP elektronik (e-KTP) menjadi terkendala," kata Laode pada Jumat (29/9/2017).

Meskipun begitu, Laode mengaku KPK tetap menghormati keputusan Hakim Cepi. Untuk menanggapi putusan ini, KPK baru berencana mengkaji terlebih dulu pertimbangan dalam putusan praperadilan itu.

"KPK akan mempelajari terlebih dahulu dan akan segera menentukan sikap setelah ini," ujar Laode dalam keterangan tertulisnya kepada Tirto.

Laode memastikan hasil sidang praperadilan ini tidak membuat KPK surut langkah untuk menuntaskan pengusutan korupsi e-KTP. Apalagi, KPK mengantongi bukti kuat bahwa kasus ini merupakan korupsi berjamaah.

Sementara itu, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan saat ini lembaganya sedang menelaah hasil pemantauan pelaksanaan sidang praperadilan Novanto. Dia enggan menjelaskan hasil pengawasan KY tersebut.

Farid juga mengimbau agar semua pihak menghormati putusan Hakim Cepi. "Jika ada upaya mempertanyakan, lakukan sesuai jalurnya, tidak di luar jalur hukum," kata dia kepada Tirto hari ini.

Hakim Cepi menilai penetapan Novanto sebagai tersangka menyalahi prosedur. Karena itu, dia mengabulkan gugatan praperadilan Novanto sekaligus memerintahkan penghentian penyidikan KPK terhadap Ketua Umum DPP Golkar tersebut.

Dia beralasan bahwa alat bukti, yang mendasari penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk Novanto, didapat dari penyelidikan perkara tersangka lain.

Menurut dia, alat bukti dari proses penyelidikan dan penyidikan seorang tersangka tidak boleh digunakan untuk perkara yang melibatkan orang lain. Artinya, penetapan Novanto sebagai tersangka semestinya melalui proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi korupsi e-KTP dari awal lagi.

Dengan demikian, dalam pandangan Hakim Cepi, bukti-bukti dari proses penyelidikan dan penyidikan sejumlah tersangka e-KTP sebelum Novanto, seperti Irman, Sugiharto dan Andi Narogong, tidak bisa langsung menjadi dasar penyidikan perkara yang membelit Ketua DPR RI tersebut.

"Termohon (KPK) harus ada prosedur dalam perkara a quo. Jika ada tindakan upaya paksa bukan dalam tahap penyelidikan dan prosedur lainnya, harus diperiksa ulang di tahap penyidikan," kata Hakim Cepi saat membacakan amar putusannya di PN Jakarta Selatan, pada hari ini.

Dia juga berpendapat, apabila KPK hendak memakai bukti perkara orang lain untuk penyidikan Novanto, harus melalui prosedur pemeriksaan ulang pada dokumen dan para saksi. "Tidak boleh (bukti-bukti) langsung diambil alih," ujarnya.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom