tirto.id - Ketua DPR nonaktif Setya Novanto kembali menjadi sorotan karena diduga pura-pura sakit saat menjalani sidang pembacaan dakwaan di sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/12).
Penasihat hukum Setya Novanto, Nana Suryana menegaskan, kliennya memang mengalami sakit meskipun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan sehat. Kendati demikian, Nana tidak menjelaskan secara rinci penyakit yang dialami Novanto.
"Yang merasakan sakit kan kita, kalau depresi dokter enggak tahu, kalau dokter kan penyakit dalam. Kalau psikologi beda lagi bisa pengaruh," tegas Nana saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12/2017).
Nana tidak mau menanggapi terkait kabar Novanto telah masuk dalan kategori melakukan tindak obstruction of justice atau merintangi penyidikan. Ia menegaskan, pengadilan terlalu memaksakan persidangan pembacaan dakwaan Novanto karena berkaitan dengan gugatan praperadilan.
"Kemarin kalau dilihat seolah olah seperti sidang dipaksakan jalan karena kaitan dengan praperadilan. Karena kalau itu enggak jalan maka hari ini pasti putusan praperadilan bisa ditetapkan dikabulkan atau tidak," kata Nana.
"Kemarin dipaksakan harus jalan, ya otomatis praperadilan gugur. Itu yang bisa kami cermati dari sini," lanjut Nana.
Di sisi lain, KPK mengapresiasi sikap tim dokter ahli RSCM dan Ikatan Dokter Indonesa (IDI) karena telah membantu dan mendukung pemberantasan korupsi.
"KPK ucapkan terimakasih pada tim dokter ahli RSCM dan IDI. Pemberantasan korupsi memang butuh dukungan yg kuat dari berbagai pihak trmasuk kalangan medis yg bekerja secara independen dan profesional," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (14/12/2017).
Namun, KPK berharap semua pihak, baik saksi, tersangka, maupun terdakwa agar tidak menggunakan alasan sakit untuk menghindari atau menunda proses hukum. Ia mengingatkan ada ancaman pidana bila menghambat proses hukum.
"Jika ada pihak-pihak yang merekayasa kondisi apalagi membantu seseorang menghindari atau bahkan menghambat proses hukum, tentu ada risiko pidananya. Kami percaya dengan contoh yang diberikan IDI dan RSCM, hal tersebut tidak perlu terjadi di dunia medis," kata Febri.
"Kalaupun ada kondisi benar-benar sakit tentu dari hasil pemeriksaan yang objektif akan terlihat. Dan tindakan medis lanjutan dapat dilakukan," lanjut Febri.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto