tirto.id - Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Muhammad Aris Marfai, mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir, luas tumpang tindih lahan mengalami penurunan sebesar 10,5 persen atau sekitar 19,94 juta hektar. Dari di tahun 2019 sebesar 77,36 juta hektar, menjadi 57,42 juta hektar pada 2024.
“Untuk luas tumpang tindih pada tahun 2019 sebesar 77 juta hektar, sedangkan luas tumpeng tindih terbaru, tahun 2024 itu mencapai 57 juta hektar. Dengan demikian, telah terjadi penurunan tumpeng tindih sebesar 10,5 persen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,” kata Aris, dalam One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) Summit 2024, di Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Penurunan luas tumpang tindih lahan ini disebabkan karena adanya perubahan regulasi dan kebijakan sebagai acuan dasar hukum penilaian tipologi. Selain itu, penyesuaian Informasi geospasial tematik (IGT) yang terdapat dalam Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) juga berperan penting dalam penurunan tumpang tindih lahan ini.
Dalam kesempatan ini, Aris juga menyampaikan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta melalui sistem monitoring evaluasi berbasis elektronik (e-monev). Melalui monitoring ini, diketahui bahwa 14 Kementerian/Lembaga (K/L) telah memenuhi target Rencana Aksi Kebijakan Satu Peta, sementara 9 K/L masih dalam proses pelaksanaan target rencana aksi Kebijakan Satu Peta.
“Kewenangan akses untuk berbagi data dan informasi geospasial melalui jaringan informasi geospasial nasional dalam kegiatan percepatan Kebijakan Satu Peta telah diperbarui, yang dulunya tidak memperbolehkan atau tidak memungkinkan akses publik, sekarang sudah memungkinkan,” lanjutnya.
Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 tentang Kewenangan Akses untuk Berbagi Data dan Informasi Geospasial melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional. Beleid ini kemudian diturunkan melalui Peraturan BIG Nomor 3 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Akses dan Mekanisme Berbagi Pakai Data dan Informasi Geospasial yang mengatur tentang hak akses.
“Tidak saja di tingkat Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, namun juga hak akses untuk masyarakat. Sistem pada Geoportal KSP 2.0 juga sudah kita sesuaikan, yang memberikan akses untuk publik, untuk bisa menggunakan data geospasial yang ada di Geoportal KSP secara lebih luas,” jelas Aris.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang