tirto.id - Prabowo Subianto diimbau tidak menggunakan cara-cara lama seandainya kembali ikut pemilu 2019, melawan Joko Widodo (Jokowi). Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menganggap strategi lama tak akan membawa kemenangan pada Prabowo di pemilu mendatang.
"Belajar dari Pemilu Presiden 2014, waktu itu kita tidak tahu sumber isu yang menyerang Jokowi namun kita lihat isu itu terlalu cepat keluar dan diklarifikasi Jokowi," ujar Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby di kantornya, Jakarta Timur, Jumat (2/2).
Prabowo diprediksi akan kembali berduel melawan Jokowi pada pemilu 2019. Perkiraan itu muncul karena Prabowo menjadi satu-satunya capres potensial yang memiliki elektabilitas dan tingkat pengenalan tinggi berdasarkan hasil survei.
Pada survei yang melibatkan 1.200 responden dan dipilih dengan metode multi stage random sampling, Ketua Umum Gerindra itu disebut menjadi capres paling populer karena dikenal oleh 92,5 persen responden.
"Prabowo bersama Gerindra dan PKS juga sangat intens membangun koalisi di parlemen maupun di banyak pilkada. Sangat mungkin terjadi rematch antara Jokowi versus Prabowo (di pemilu 2019)," ujarnya.
Pada Pemilu Presiden 2014, Jokowi dan Prabowo bersaing untuk menjadi presiden ketujuh. Saat itu Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK), kemudian Prabowo bersanding dengan Hatta Rajasa.
Jokowi-JK keluar sebagai pemenang pemilu pilpres 2014 dengan raihan 70.997.833 suara (53,15 persen), sementara Prabowo-Hatta meraup 62.576.444 suara (46,85 persen).
"Hal yang perlu dipertimbangkan dalam Pilpres 2019 nanti adalah coopetition. Istilah ini mengacu pada competition dan cooperation: berkompetisi kemudian bekerja sama," ujarnya.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto