tirto.id - Pemerintah lewat Kementerian Kesehatan memberikan perhatian khusus terhadap kerumunan yang disebabkan oleh Rizieq Shihab sejak pulang dari Indonesia, terutama maulid Nabi saw dan pernikahan sang putri di Tebet dan Petamburan, Jakarta, 14 November 2020. Dalam rilis resmi, mereka menyebut kerumunan-kerumunan itu “berisiko memunculkan klaster penularan baru COVID-19.”
Mereka juga mengatakan karena “massa yang terlibat sangatlah besar,” kementerian bersama pihak terkait berupaya “memperkuat tracing... secara agresif” dan melakukan “pemantauan yang lebih intensif.”
Hasilnya, “berdasarkan pemeriksaan PCR di Labkesda pada 21 November 2020, ditemukan di Tebet total 50 kasus positif dan di Petamburan sebanyak 30 kasus,” kata Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes pada konferensi pers daring, Minggu (22/11/2020).
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran juga menyatakan hal serupa, bahwa dua acara tersebut memicu klaster baru. “Telah terjadi klaster baru penyebaran COVID-19 di Jakarta, yakni klaster akad nikah di Petamburan dan klaster Tebet,” katanya, juga Minggu lalu, dikutip dari Antara.
Masalahnya, otoritas kesehatan di DKI Jakarta membantah hal itu. Seluruh kasus di Tebet disimpulkan tak berkaitan dengan acara Rizieq, menurut Kepala Puskesmas Tebet Myrna Kantjananingrat.
Per 19 November, 33 data masih dalam proses penelusuran karena alamat tidak lengkap atau tidak valid dan nomor telepon tidak dapat dihubungi. Dari 17 pasien yang berhasil diidentifikasi, lima orang terpapar dari anggota keluarga dan empat orang dari rekan kerja. Selain itu, dua orang memiliki riwayat perjalanan ke luar kota, satu orang pernah mengunjungi fasilitas kesehatan, satu orang pernah memakai transportasi umum, dan empat orang lain masih belum diketahui.
“Tidak ada riwayat ikut maulid,” kata Myrna lewat keterangan tertulis, Rabu (25/11/2020).
Namun puskesmas tetap melakukan tracing. Per 21 November 2020, sebanyak 97 warga menjalani tes PCR. Hasilnya, lima di antaranya positif dan hanya dua orang memiliki kaitan dengan acara Rizieq.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono pun menyebut hal serupa. Dalam salah satu rapat, ia memaparkan hasil penelusuran kontak di wilayah yang sempat terjadi kerumunan, dan hasilnya tidak ada satu pun kasus yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.
Sebagai informasi, FKM UI menjadi mitra Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani pandemi.
Tracing menunjukkan bahwa orang-orang itu tertular setelah melakukan perjalanan dan dari keluarga, terutama usai libur panjang 28 Oktober-1 November 2020. Dengan kata lain, lonjakan kasus di DKI berasal dari aktivitas libur panjang. Pada 21 November lalu, penambahan kasus terbanyak berasal dari DKI, 1.579. Berdasarkan data di situs corona.jakarta.go.id, ini adalah penambahan terbanyak sejak Corona masuk Indonesia awal Maret lalu.
Ketua Satgas COVID-19 Letjen Doni Monardo mengakui bahwa memang “terjadi peningkatan kasus selama libur panjang yang lalu” usai rapat di Istana, Jakarta, Senin (23/11/2020). Namun ia mengatakan peningkatannya “tidak lebih tinggi dibandingkan libur panjang Agustus lalu.” Soal kerumunan, dia bilang itu “ikut menambah terjadinya kasus.”
Pandu mengaku tidak tahu mengapa pemerintah pusat lekas betul menyebut seolah-olah seluruh orang positif COVID-19 terpapar dari kerumunan Rizieq. “Kalau punya motif apa, tujuan apa, tanya [ke Kemenkes],” kata Pandu kepada reporter Tirto, Rabu.
Namun Pandu bukan berarti tak mempermasalahkan kerumunan Rizieq. Ia tetap memperingati kalau kerumunan selalu potensial jadi tempat penularan. Oleh karena itu ia heran kenapa kerumunan Rizieq “malah didiamkan.” “Saya heran kok tidak ada yang mengingatkan,” katanya kala itu.
Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar punya jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurutnya ini perkara politik belaka, yaitu menjelek-jelekkan Rizieq dan FPI. “Jadi wajar bukti dan data enggak ada yang valid,” kata Aziz kepada reporter Tirto, Rabu.
Bagi Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan, pemerintah tidak boleh mengambinghitamkan kelompok tertentu atas lonjakan kasus yang terjadi. Justru mereka harus harus bersinergi dengan banyak pihak, termasuk tokoh agama dan masyarakat. “Framing untuk kepentingan tertentu harus ditolak, tidak ada manfaatnya,” kata dia kepada reporter Tirto, Rabu.
Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Budi Hidayat membantah tudingan politis dari FPI. Kepada reporter Tirto, Kamis (26/11/2020) pagi, dia memastikan, “kami profesional.” Namun yang bersangkutan tak lagi merespons ketika dimintai tanggapan soal temuan puskesmas yang menyatakan tak ada kaitan antara kerumunan Rizieq dan yang terinfeksi Corona.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino