Menuju konten utama

Logika Salah Kaprah Zulhas soal Harga Pangan Naik, Tanpa Solusi

Zulhas mengatakan, kenaikan harga bawang merah hingga mahal bukan masalah serius.

Logika Salah Kaprah Zulhas soal Harga Pangan Naik, Tanpa Solusi
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan saat mengunjungi Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (30/4/2024). (Tirto.id/Faesal Mubarok)

tirto.id - Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengklaim bahwa kenaikan harga pangan seperti cabe rawit terjadi akibat petani dan peternak masih libur Lebaran. Hal itu memicu kenaikan harga yang cukup signifikan.

"Memang Lebaran ya. Ini kan baru ramai. Lebaran kan enggak ada yang dagang, jualannya liburan, petani juga liburan dulu," kata pria yang disapa Zulhas itu di Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (30/4/2024).

Zulhas mengatakan, kenaikan harga bawang merah hingga mahal bukan masalah serius. Ia beralasan, pasokan kekurangan pangan diambil dari dalam negeri dan bukan importasi.

Ia justru berdalih bahwa kondisi banjir di wilayah sentra penghasil bawang merah seperti Brebes, Jawa Tengah juga mempengaruhi harga.

"Ada juga beberapa yang kena banjir, saya kira itu hanya sebentar karena bawang merah ini kan kita tanam sendiri, jadi enggak ada soal," kata dia.

Dalam kunjungannya ke pasar, harga bawang merah tercatat masih tinggi meski sudah mengalami penurunan. Ditemui langsung, Zulkifli melihat bahwa harga bawang merah sudah menyentuh Rp65.000 per kilogram (kg).

Sementara itu, komoditas pangan bawang merah memiliki harga acuan pemerintah (HAP) di tingkat konsumen sebesar Rp36.500-Rp41.500 per kg. Artinya, harga di pasar tradisional saat ini masih jauh di atas ketentuan yang berlaku.

"Sekarang sudah mulai turun dari Rp75.000 ke Rp65.000, berarti pasokan sudah mulai lancar," ucap Mendag.

Zulkifli juga menemukan sejumlah harga pangan yang naik. Cabai seharga Rp60.000 per kg, bawang merah Rp65.000 per kg dan gula pasir masih mahal di kisaran Rp19 ribu per kg.

Namun, sejumlah komoditas pangan juga ada yang turun, bahkan terlalu murah, seperti ayam potong Rp29.000 per kg dan beras dijual Rp12.000 per kg.

"Ayam Rp29.000 per kg karena peternak masih tutup, libur Lebaran," kata dia.

Zulkifli Hasan di Pasar Palmerah

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan saat mengunjungi Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (30/4/2024). (Tirto.id/Faesal Mubarok)

Pernyataan Zulhas ini lantas mendapat kritik dari ekonom. Mereka menilai Zulhas tidak paham isu dan tidak mau menyelesaikan masalah kebutuhan masyarakat.

Ekonom dari CELIOS, Nailul Huda, mengkritik pernyataan Zulhas. Ia menilai pernyataan Zulhas sebagai pejabat tergolong memalukan.

"Tidak etis dan memalukan lebih tepatnya," kata Huda, Selasa (30/4/2024).

Huda menambahkan, "Alasan Zulhas sangat tidak masuk akal dan tidak layak disampaikan dalam kapasitas pejabat publik, apalagi Menteri Perdagangan. Petani libur Lebaran, apakah padi juga libur tumbuhnya? Kan sangat tidak masuk di akal alasan harga pangan naik ketika Lebaran."

Huda mengingatkan kenaikan pangan terjadi sebelum Lebaran. Ia menilai alasan kenaikan pangan terjadi akibat kelebihan permintaan di mana permintaan lebih tinggi dibandingkan penawaran atau stok. Dari sisi permintaan didorong dari kenaikan pendapatan menjelang atau saat Lebaran tiba.

"Harusnya pemerintah beraksi dari sisi supply atau stok. Bukan menyalahkan petani dan pedagang yang libur Lebaran," kata Huda.

Huda menilai pernyataan Zulhas tersebut menandakan Zulhas tidak paham masalah ekonomi, tidak paham masalah kebutuhan pangan masyarakat, sehingga keluar pernyataan tidak bermutu seperti alasan yang disampaikan. Ia mendorong agar Zulhas tidak lagi menjadi menteri maupun mundur dari kabinet Jokowi.

"Saya menyarankan untuk Zulhas mundur dari Mendag dan jangan mau terima tawaran menteri lagi di pemerintahan selanjutnya. Memalukan," kata Huda.

Sementara itu, ekonom dari CORE, Eliza Mardian, juga menilai alasan Zulhas tidak masuk akal. Ia menerangkan bahwa kenaikan harga pangan ini sudah terjadi sejak akhir Desember hingga Lebaran.

"Jadi alasan harga pangan naik karena libur Lebaran ini kurang bijak ya. Artinya, beliau kurang memahami persoalan mendasar mengenai tata kelola pangan kita yang masih karut marut," kata Eliza, Selasa (30/4/2024).

Eliza menerangkan harga pangan cenderung naik di bulan Ramadhan dan Lebaran karena tingginya permintaan, sementara suplai yang ada relatif stabil. Ia menuturkan akhir tahun 2023 hingga ke kuartal I 2024 ini tingkat permintaan cukup tinggi dan berturut-turut.

Ia menerangkan, akhir tahun permintaan tinggi karena Natal dan Tahun Baru, dilanjut dengan rangkaian kampanye menjelang pemilu dan bulan Ramadhan di Maret dan Lebaran di April.

Eliza menambahkan, penyebab kenaikan harga setiap komoditas ini berbeda-beda. Ia mencontohkan kenaikan harga beras terjadi akibat masalah di distribusi dan ketiadaan data di setiap rantai pasok.

Kenaikan harga beras 2024 ini agak sedikit anomali, karena kalau berbasis data stok awal tahun semestinya cukup memenuhi kebutuhan hingga menjelang panen raya meski puncak panen raya mundur 1 bulan.

"Sekarang memasuki panen raya, harga gabah di level petani sudah tersungkur ke angka 5 ribuan dari sebelumnya 7 ribuan, namun harga beras di pedagang masih relatif tinggi," jelas Eliza.

"Artinya ada yang perlu dibenahi dan diawasi secara ketat di level pedagang besarnya ini karena 90 persen stok beras itu dikendalikan swasta (korporasi, penggilingan beras, rumah tangga dan petani)," sambungnya.

Sementara itu, dalam kasus kenaikan harga bawang merah tidak lepas kondisi saat ini belum memasuki masa panen raya. Ia menuturkan Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah baru panen di bulan Mei-Juni. Ia mengakui ada daerah lain yang sudah panen, tetapi tidak banyak dan tidak mempengaruhi harga.

"Karena panen raya jadinya stok di pasar kurang berlimpah, sementara demand tinggi jadinya harga relatif tinggi," kata Eliza.

Harga bawang merah di Salatiga masih tinggi

Pedagang memilah bawang merah yang dijual di Pasar Blauran, Salatiga, Jawa Tengah, Jumat (19/4/2024). Menurut pedagang, harga jual bawang merah sejak sepekan sebelum Lebaran 2024 hingga kini masih cenderung tinggi dari sebelumnya Rp25 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram naik menjadi Rp50 ribu hingga Rp65 ribu per kilogram tergantung ukuran dan jenisnya. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/aww.

Ia menekankan, 53 persen produksi bawang merah disumbang Jawa Tengah dan Jawa Timur. 24 provinsi di Indonesia itu defisit bawang merah sementara 20 provinsi itu defisitnya di atas 50 persen. Artinya, kata Eliza, banyak daerah di kawasan barat indonesia bergantung kepada suplai dari Jawa terutama Jakarta & sekitarnya serta Sumatra.

"Untuk kawasan timur Indonesia itu di-supply dari Sulawesi Selatan dan NTT atau NTB, tapi yang konsumsinya relatif tinggi itu di kawasan barat Indonesia," kata Eliza.

Sementara itu, kendala utama perdagangan antardaerah ini di biaya logistik yang masih mahal, infrastruktur berbasis rel kurang masif. Ia menilai, pengiriman luar Jawa umumnya tidak berbasis kereta api padahal transportasi kereta api lebih efisien dibanding moda lain.

Di sisi lain, kenaikan harga gula itu terjadi karena harga internasional naik. Ia mengingatkan 60 persen kebutuhan nasional gula dari impor sehingga terpengaruh.

Sementara itu, untuk minyak goreng ada anomali karena supply semestinya memadai sebab secara permintaan ekspor ini ada sinyal pelemahan permintaan dan permintaan minyak dalam negeri pun tidak ada lonjakan signifikan.

Ia menduga, mayoritas pengolahan sawit ini dikendalikan perusahaan swasta, jadi pemerintah akan sulit mengintervensi harga.

Oleh karena itu, Eliza mendorong agar pemerintah melakukan langkah konkret daripada berdalih kepada publik.

Eliza menilai kebijakan pemerintah terkesan kurangnya skala prioritas di tengah anggaran terbatas dan rendahnya kesejahteraan petani serta semakin kuatnya peranan korporasi dalam pangan membuat pemerintah kian kurang berdaya menjaga harga.

Pemerintah seharusnya membuat rencana jangka pendek, dan menengah. Di jangka pendek, pemerintah bisa mengawasi ketat perdagangan pangan Karena rantai perdagangan komoditas pangan Indonesia ini panjang dan ada perantara (middleman) sekaligus menindak tegas ketika ada aksi spekulasi.

Di jangka menengah, pemerintah membuat rencana 5 tahunan dengan skala prioritas yang jelas dan terukur, membangun infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan daerah, memberikan insentif berkeadilan bagi petani mengembangkan dan genjot hilirisasi produk pertanian yang melibatkan petani lokal dan BUMN pangan atau Bumdes. Hal itu lebih baik daripada menyimpulkan sesuatu asal-asalan.

"Diharapkan para pengambil kebijakan ini jangan gegabah menyimpulkan suatu fenomena yang terjadi. Perlunya pemahaman yang komprehensif pada sosok pemimpin agar kebijakan yang dihasilkan dapat mengatasi persoalan mendasar," kata Eliza.

Gerakan Pangan Murah di Palu

Sejumlah warga membeli barang kebutuhan pokok pada pasar murah di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (5/3/2024). ANTARA FOTO/Basri Marzuki/Spt.

Baca juga artikel terkait HARGA PANGAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Bisnis
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri