tirto.id - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan saat ini permintaan dari produk keuangan Syariah Indonesia masih jauh dari tingkat yang diharapkan.
Ia bilang tingkat literasi dan inklusi keuangan industri keuangan Syariah RI sangat rendah. Menariknya, hal ini justru terjadi di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
“Sangat rendah dibanding level yang dicapai konvensional. Di lain pihak kita mempunyai penduduk yang besar tadi adalah didominasi umat muslim,” ucap Wimboh dalam pembukaan Forum Riset Ekonomi Keuangan Syariah (FREKS), Senin (21/9/2020).
Wimboh mengatakan angka literasi dan inklusi itu berbanding terbalik dengan industri keuangan konvensional. Menurut data OJK, literasi keuangan Syariah tak banyak mengalami kenaikan selama 5 tahun terakhir.
Pada 2016, angkanya hanya 8,1 persen. Pada 2019, kenaikannya tipis 0,83 persen poin selama 3 tahun. Angkanya hanya menyentuh 8,93 persen.
Sementara itu, literasi keuangan konvensional tumbuh pesat. Tahun 2016, angkanya mencapai 29,5 persen. Pada 2019 naik 8,22 persen poin menjadi 37,72 persen.
“Meski Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia, tingkat literasi kita masih rendah hanya 8,11 persen. Tingkat inklusi keuangan Syariah masih rendah yaitu 9,10 persen,” ucap Wimboh.
Ia bilang kondisi ini akan menjadi kesulitan tersendiri untuk berharap industri keuangan syariah Indonesia bisa tumbuh pesat apalagi bersaing dengan negara berpenduduk muslim lainnya.
“Untuk itu program peningkatan literasi dan perluasan akses keuangan Syariah terus dan semakin ditingkatkan dan diintensifkan,” ucap Wimboh.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri