tirto.id - Lagu "Ibu Pertiwi" adalah lagu nasional yang menceritakan tentang bangsa dan kekayaan alam Indonesia. Kata "Ibu Pertiwi" merupakan personifikasi dari Indonesia dan Nusantara. Lagu ini kerap dinyanyikan para pelajar, mulai dari anak-anak Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah, hingga perayaan kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus setiap tahunnya.
Beberapa tahun lalu, lagu "Ibu Pertiwi" sempat jadi kontroversi lantaran dianggap sebagai jiplakan kidung Katolik bertajuk "What a Friend We Have in Jesus" karya Joseph M. Scriven.
Perdebatan lawas itu dipantik kembali oleh akun Twitter Katolik Garis Lucu. Jika diperhatikan, memang ada kemiripan nada dan irama antara kedua lagu tersebut. Yang berbeda hanyalah liriknya.
Kendati demikian, lagu "Ibu Pertiwi" sudah masyhur dikenal sebagai lagu nasional yang memuat nilai patriotisme. Lagu ini kerap diputar di lingkup pendidikan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa dan kekayaan alam Indonesia.
Lirik & Makna Lagu Ibu Pertiwi
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Emas intannya terkenang
Hutan, gunung, sawah, lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa
Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah, putra-putrimu
Menggembirakan ibu
Ibu, kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Emas intannya terkenang
Hutan, gunung, sawah, lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa
Lagu "Ibu Pertiwi" menggambarkan kondisi alam Indonesia pada masa sekarang ini. Kata "Ibu Pertiwi" dalam lagu tersebut bermakna tanah airku, tanah tumpah darahku, tempat berlindung, hutan, gunung sawah dan lautan, simpanan kekayaan, sebagaimana dinyatakan Sri Suparmiatun dan Rahmat Rais dalam Prosiding Upgris.
Selanjutnya, lagu "Ibu Pertiwi" juga mengandung dua nilai penting, yaitu karakter religius dan nilai peduli lingkungan.
Pertama, nilai karakter religius terkandung pada lirik “Merintih dan berdoa”.
Kedua, nilai karakter peduli lingkungan terkandung pada lirik “Emas intanmu terkenang”, “Hutan gunung sawah lautan”, “Simpanan kekayaan”, dan lirik “Kini ibu sedang susah”.
Apakah Lagu "Ibu Pertiwi" Plagiat?
Lagu "Ibu Pertiwi" kerap disebut ciptaan Ismail Marzuki. Namun, ada juga yang menyatakan bahwa penciptanya adalah komponis asal Solo, Kamsidi Samsuddin pada 1908, menurut Hani Widiatmoko dan Dicky Maulana dalam Kumpulan Lagu Wajib Nasional.
Tudingan plagiat kepada lagu "Ibu Pertiwi" ramai dibicarakan ketika akun Twitter Katolik Garis Lucu menuduh bahwa lagu tersebut merupakan jiplakan dari "What a Friend We Have in Jesus" karya Joseph M. Scriven.
Jika didengarkan secara seksama, memang ada kemiripan antara "Ibu Pertiwi" dan "What a Friend We Have in Jesus". Akan tetapi, tudingan langsung bahwa lagu tersebut merupakan plagiasi agaknya harus diperhitungkan dengan matang-matang.
Menurut KBBI, plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangannya sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri atau dapat disebut menjiplak.
Kemudian, musik plagiat adalah penggunaan musik dari musisi lain yang diklaim sebagai karya diri sendiri, serta tidak menyantumkan label nama musisi yang menciptakannya.
Selain itu, plagiarisme musik terbagi ke dalam dua konteks. Pertama, ide musik (melodi atau motif). Kedua, plagiasi sampling (mengambil sebagian rekaman karya musisi lain yang kemudian menggunakannya ke dalam sebuah lagu).
Kesulitan menetapkan "Ibu Pertiwi" sebagai plagiat dari "What a Friend We Have in Jesus" juga berkaitan dengan hak cipta. Perkaranya, lagu "What a Friend We Have in Jesus" diciptakan pada 1855 sehingga dinyatakan sebagai domain publik. Hak cipta tidak berlaku untuk domain publik.
Selanjutnya, untuk membuktikan sebuah karya dianggap plagiat atau jiplakan, ahli musik akan melibatkan saksi ahli dalam tuntutan pengadilan. Seorang musikolog untuk penggugat akan menggarisbawahi kesamaan antara dua lagu tersebut, sementara musikolog terdakwa akan menekankan perbedaannya.
Dengan demikian, menyatakan suatu karya sebagai plagiat atau jiplakan merupakan proses rumit. Hal itu lazimnya dibuktikan secara hukum, pengakuan dari pencipta lagu, hingga ketetapan dari ahli bahwa lagu itu memang plagiat.
Dalam kasus "Ibu Pertiwi", sejauh ini, belum ada pembahasan serius mengenai apakah lagu itu plagiat atau tidak. Nyatanya, lagu itu memang ada kemiripan dengan lagu "What a Friend We Have in Jesus" karya Joseph M. Scriven.
Editor: Yantina Debora