tirto.id - Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 yang lepas landas dari Jakarta menuju Pangkal Pinang dipastikan jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10). Informasi jatuhnya pesawat dimulai dari hilangnya komunikasi antara pesawat dengan menara air traffic control (ATC).
Lion Air JT610 hilang kontak selepas 10 menit terbang dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten, pesawat berangkat pukul 6.21 WIB. Namun, pesawat tak terdeteksi pada 6.31 WIB. Saat pesawat hilang kontak, JT610 berada di ketinggian 3.650 kaki dengan kecepatan 345 knots atau sekitar 638,94 kilometer per jam.
Penerbangan JT610 menggunakan pesawat baru dari Boeing berjenis 737 Max 8. Oliver Smith, dalam tulisannya di The Telegraph mengatakan Boeing 737, atau si Baby Boeing merupakan yang produk Boeing paling laris di dunia penerbangan komersial.
Pesawat 737 Lion Air yang jatuh tersebut memiliki nomor registrasi PK-LPQ. Dua hari sebelum mengalami kecelakaan, PK-LPQ melakukan lima kali penerbangan: Tianjin-Manado (JT2748), Manado-Denpasar (JT775), Denpasar-Manado (JT776), Denpasar-Lombok (JT828), dan Lombok-Denpasar (JT829). Sementara itu, sehari sebelumnya, pesawat telah melakukan dua kali penerbangan: Manado-Denpasar (JT775) dan Denpasar-Jakarta (JT43).
Data-data ihwal 737 Max 8 milik Lion Air yang jatuh di Karawang dengan mudah diketahui informasinya melalui layanan internet bernama Flightradar24. Situsweb ini juga bisa menampilkan keruwetan jalur pesawat-pesawat udara saat terbang secara waktu bersamaan (real-time) dengan tampilan digital. (untuk mengetahui histori penerbangan Boeing 737 Max 8 milik Lion Air yang jatuh bisa klik di sini)
Bermula untuk Cari Traffic Situsweb
Dilansir dari Crunchbase, Flightradar24 merupakan layanan internet pelacakan pesawat real-time yang didirikan pada 2006 oleh Svenska Resenätverket AB, perusahaan internet asal Stockholm, Swedia. Flightradar24 merekam segala jenis pesawat, termasuk melacak asal dan tujuan, nomor registrasi pesawat, posisi, ketinggian, hingga kecepatan. Selain itu, Flightradar24 juga melacak rekam-jejak pesawat.
Tercatat, ada dua orang di balik penciptaan Flightradar24, kedua orang itu ialah Mikael Robertsson dan Olov Lindberg. Sebelum meluncurkan Flightradar24, dua orang asal Swedia itu meluncurkan situsweb pembanding harga tiket pesawat bernama Flygresor.se.
Sebagai situs baru, Flygresor mengalami kesulitan mendapatkan pengunjung. Satu-satunya harapan mereka hanya melalui pencarian Google. Sayangnya, Fredrik Lindahl, Chief Executive Officer (CEO) Flightradar24, mengatakan kepada The Telegraph, “memperoleh link umpan balik dari berbagai situsweb merupakan sesuatu yang penting untuk bisa menempati posisi yang baik di Google.”
Berbekal ADS-B receivers, perangkat pelacakan pesawat, Mikael Robertsson dan Olov Lindberg menciptakan layanan pelacakan pesawat di situsweb Flygresor. Robertsson mengatakan kepada IBTimes, adalah seorang penggemar aviasi, bukan pilot profesional. Ia menciptakan layanan pelacakan pesawat “tak lebih karena memiliki latar belakang teknikal.”
Robertsson tak ingin Flygresor dianggap sebagai situs pelacakan pesawat oleh Google, layanan pelacakan itu dipisah, dibuatkan domain sendiri bernama Flightradar24.com. Situs Flightradar24 pun lahir ke dunia maya.
Flightradar24 menggunakan berbagai sumber untuk melakukan pelacakan pesawat. Dilansir dari laman resmi mereka, Flightradar24 menggunakan berbagai jenis sumber, seperti Multilateration (MLAT). MLAT merupakan suatu alat berbasis Time Difference of Arrival (TDOA). Alat tersebut mengukur atau mendeteksi pesawat yang bergerak dari sejumlah lokasi tetap di Bumi dari sinyal yang dikirim pesawat.
Flightradar24 juga memperoleh data dari Federal Aviation Administration (FAA), institusi resmi Amerika Serikat, yang mengatur penerbangan. Namun, Flightradar24 memperoleh informasi real-time pesawat di seluruh dunia dari ADS-B transponders yang terpasang di banyak pesawat di seluruh dunia. Mereka menggunakan lebih dari 17.000 ADS-B receivers yang tersebar di seluruh dunia untuk menangkap sinyal ADS-B transponders dari pesawat.
ADS-B alias Automatic Dependent Surveillance-broadcast, merupakan teknologi pengawasan untuk menentukan di mana posisi pesawat guna pengelolaan ruang lalu-lintas udara. Diperkirakan, 70 persen dari seluruh pesawat komersial di dunia memiliki ADS-B transponders. Angka ADS-B yang terpasang di pesawat diperkirakan akan meningkat seiring dengan pemasangan alat ini untuk semua pesawat pada 2020.
ADS-B yang terpasang di pesawat menyiarkan berbagai informasi. Seperti nomor registrasi/penerbangan pesawat, posisi, ketinggian, kecepatan, hingga data penerbangan lainnya. Informasi-informasi tersebut dikirim ke menara air traffic control tiap sedetik sekali. Selain itu, ADS-B juga bisa mengirimkan “squawk,” alias kode khusus. Dalam keadaan bahaya, ADS-B mengirimkan sinyal 7700. Sementara jika dibajak, ADS-B mengirimkan kode 7500.
Dilansir dari laman Kaspersky, informasi yang dikirim ADS-B di pesawat menggunakan kanal 1090 MHz, dan sanggup tertangkap hingga 240 kilometer. Uniknya, data yang dikirim tak terenkripsi. Artinya, berbekal ADS-B receivers siapapun bisa menangkap informasi yang dikirimkan dari ADS-B di pesawat manapun. Celah inilah yang digunakan Flightradar24 memperoleh informasi pesawat.
“Ini perangkat receivers kami, perangkat lunak kami. 100 persen kamilah yang mengendalikan,” tegas Robertsson.
Pertengahan 2016, Flightradar berinvestasi pada startup bernama Skysense. Skysense merupakan startup yang membikin ADS-B pada drone. Ini dilakukan agar drone-drone yang diterbangkan bisa terlacak dengan pasti keberadaannya, membuat mudah terbang berdampingan dengan pesawat komersial.
Kasus-kasus kecelakaan pesawat adalah “peak season” bagi situs Flightradar24. Nama Flightradar24 diperhitungkan dunia aviasi terjadi pada 2010. Kala itu, atas meletusnya Gunung Eyjafjallajokull di Islandia, Flightradar24 laris digunakan untuk melihat efek penerbangan di wilayah Amerika Utara dan Eropa. Saat Gunung Eyjafjallajokull meletus, lebih dari 100 ribu penerbangan dibatalkan.
Kasus kecelakaan Malaysia Airlines MH370, Malaysia Airlines MH17, dan AirAsia QZ8501 jadi beberapa kasus melesatnya nama Flightradar24 oleh masyarakat dunia maya. Umumnya, ada kenaikan akses hingga 50 kali lipat pada Flightradar24 bila ada kecelakaan pesawat terjadi.
Flightradar24 bisa jadi petunjuk bagi para calon penumpang pesawat yang ingin mengetahui pesawat yang hendak ditumpanginya mengalami keterlambatan atau lancar. Misalnya Anda akan terbang dari Denpasar menuju Manado dengan nomor penerbangan ID6655. Cukup kurangi 1 atau tambah 1 dari nomor penerbangan itu, jadi ID6654 atau ID6656 dan ketik di kolom pencarian Flightradar24. Lihat pesawat yang terbang mengarah ke Denpasar. Apakah pesawat tersebut akan segera tiba atau masih di awal perjalanan.
Selain itu, mengecek keterlambatan bisa dilakukan menggunakan nomor registrasi pesawat (yang diawali PK jika pesawatnya asal Indonesia). Sayangnya, nomor registrasi pesawat tak umum ditulis dalam tiket atau boarding pass penerbangan. Ini hanya sisi lain dari manfaat Flightradar24 selain sebagai sarana mengorek data-data pesawat nahas seperti yang dialami oleh penerbangan JT610 Lion Air.
Editor: Suhendra