Menuju konten utama

Mengapa Lion Air Getol Belanja Pesawat Besar-besaran?

Lion Group jadi maskapai penerbangan yang ekspansif, rangkaian kontrak pemesanan dan pembelian pesawat jadi torehan hampir setiap tahun.

Mengapa Lion Air Getol Belanja Pesawat Besar-besaran?
rusdi kirana di markas boeing. foto/airbus

tirto.id - Tepuk tangan hadirin membahana di Ballroom C pada salah satu hotel berbintang di Jakarta, saat founder Lion Air Group Rusdi Kirana, mengumumkan realisasi pembelian 50 unit pesawat Boeing tipe B-737MAX 10.

Kontrak pembelian senilai $6,24 miliar atau setara dengan Rp85,5 triliun sukses ditandatangani. Nominal sebesar itu menjadikan Lion Air Group sebagai pelanggan loyal Boeing, dengan pemesanan pesawat terbesar untuk jenis MAX 10 hingga saat ini.

Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Joseph R. Donovan dan juga Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi jadi saksi hajatan besar Lion Air Group.

Realisasi pembelian ini merupakan kelanjutan dari komitmen Lion Air Group dan Boeing pada Paris Show 2017 lalu dan menjadikan Lion Air Group sebagai maskapai pertama di dunia yang menempatkan layanan B-737MAX 8 dan yang pertama memesan pesawat tipe B-737MAX 9 serta B-737MAX 10.

Langkah Lion Air Group memborong pesawat pabrikan Seattle, AS ini bukan kali pertama. Pembelian dalam jumlah besar pertama, dilakukan oleh maskapai berlogo singa ini pada November 2011. Kala itu, Lion Air—bagian dari Lion Air Group— dan Boeing mengikat komitmen bersejarah dengan pemesanan pesawat tipe B-737 sampai dengan 380 unit. Rinciannya, sebanyak 201 unit pesawat jenis B-737 MAX dan 29 unit armada tipe B-737-900ER Next Generation senilai $21,7 miliar.

Kesepakatan ini termasuk hak pembelian tambahan berupa 150 unit pesawat jenis B-737 yang variannya belum ditentukan, senilai lebih dari $14 miliar. Jumlah pemesanan 230 unit tersebut merupakan pesanan pesawat komersial terbesar yang pernah ada dalam sejarah Boeing, baik dalam kuantitas maupun nominal harga. Penandatanganan nota kesepahaman pemesanan bahkan disaksikan oleh Presiden AS Barack Obama dan dilakukan saat gelaran KTT ASEAN di Bali.

"Orang banyak bertanya kenapa kami terus menerus membeli pesawat? karena kami melihat jauh ke masa depan," kata Rusdi Kirana dalam sambutannya pada acara pemesanan 50 pesawat B-737MAX 10.

Rusdi beralasan jumlah penumpang pesawat udara di Indonesia terus bertumbuh, saat ini ada 100 juta penumpang per tahun, dan diperkirakan akan mencapai 300 juta penumpang per tahun. Ucapan Rusdi memang tak meleset jauh dari proyeksi International Air Transport Association (IATA) yang menempatkan Indonesia masuk dalam 10 besar pasar penumpang pesawat di dunia.

IATA mencatat ada 135 juta penumpang pesawat di Indonesia pada 2015, dan diproyeksikan mencapai 242 juta penumpang pada 2035. Tren serupa juga terjadi di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam. Secara global, jumlah penumpang pesawat akan melonjak jadi 7,2 miliar penumpang di 2035, dari posisi 2016 yang hanya 3,8 miliar penumpang.

Pertanyaan mendasar bagaimana Lion Air Group yang memiliki jejaring maskapai penerbangan Lion Air, Wings Air, Batik Air, Lion Bizjet, Malindo Air di Malaysia, dan Thai Lion Air di Thailand, bisa memborong pesawat dalam jumlah besar?

Pembelian 50 unit armada baru dari Boeing memanfaatkan Export Import Bank of The United States (Ex-Im Bank US) sebagai lessor atau perusahaan pembiayaan. Pembiayaan tersebut merupakan bagian dari kredit ekspor Ex-Im Bank US. Cicilan kredit pembelian pesawat bersifat jangka panjang yang memiliki tenor bervariasi antara tujuh tahun hingga lima belas tahun.

“Jadi kami bisa menggunakan pesawat dulu, baru bayar. Sampai saat ini yang terlibat dalam pembiayaan pembelian pesawat baru satu bank yaitu Ex-Im Bank AS. Ke depannya menutup kemungkinan untuk berkembang," kata Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait.

Lion Air Group juga membuka diri dengan sumber pendanaan yang lebih murah ketimbang pembiayaan bank, bisa saja melibatkan pihak lain. "Yang pasti bukan bank lokal yang menjadi lessor, karena pembelian pesawat menggunakan denominasi dolar AS. Bank lokal agak lebih repot.” jelas Edward.

Ex-Im Bank US telah terlibat dalam pembiayaan pembelian pesawat Lion Air Group sejak 2009. Keputusan korporasi besar ini menggandeng Ex-Im Bank US bukan tanpa alasan, tingkat suku bunga kredit pembelian pesawat yang ditawarkan oleh Ex-Im Bank US nyaris nol persen.

Praktik pembelian pesawat Lion Air Group dengan mitranya Boeing bisa dapat berubah statusnya menjadi hanya sewa pakai seiring berjalannya waktu. Bila dalam proses setelah pemakaian pesawat pihak Lion Air kemudian memutuskan untuk menyewa, pilihan tersebut bisa diambil.

Status beli atau sewa pakai armada tersebut sangat tergantung pilihan dan situasi finansial perseroan. Untuk pesawat yang dipensiunkan alias tidak digunakan untuk operasional lagi, statusnya pun bisa dikembalikan kepada Boeing sebagai produsen atau bisa dijual kepada maskapai lain.

Ada dua opsi dalam status kepemilikan pesawat. Pertama, adalah financial list, yang artinya bila pesawat tersebut sudah tidak digunakan maka bisa dijual oleh Lion Air kepada pihak lain. Kedua, yaitu operational list artinya bila sudah tidak digunakan maka dikembalikan kepada Boeing. Lion Air Group tutup mulut soal jumlah masing-masing pesawat yang statusnya financial list dan operational list.

“Itu rahasia perusahaan. Yang paling penting bagi bisnis penerbangan bukanlah berapa besar asetnya, tetapi berapa banyak pesawat yang bisa dikuasai dan melayani sebanyak-banyaknya penumpang. Beli ataupun sewa, tergantung opsi,” kata Edward.

Namun, skema ini saling menguntungkan bagi Lion Air Group termasuk juga entitas bisnis Amerika Serikat terutama Boeing, dan juga Ex-Im Bank US. Ada tenaga kerja yang terserap dan pembiayaan yang mengalir.

Infografik lion air

Berdasarkan catatan laman resmi Ex-Im Bank US, pada 2009 mereka telah menyetujui pembiayaan lebih dari $1 miliar untuk mendukung ekspor hingga 30 unit pesawat Boeing 737-900ER dengan mesin pesawat CFM International ke Lion Air di Indonesia. Pada 2 April 2009, dewan direksi Ex-Im Bank US menyetujui otorisasi akhir sebesar $238 juta dan komitmen awal yang tidak mengikat sebesar $841 juta.

Transaksi tersebut merupakan kali pertama Ex-Im Bank US dalam mendukung pembiayaan pesawat untuk maskapai sektor swasta di Indonesia. Pada Maret 2013, Ex-Im Bank US juga menyetujui komitmen akhir sebesar $1,1 miliar untuk membiayai ekspor armada pesawat Boeing 737-900ER kepada Lion Air. Laman resmi Ex-Im Bank US menyebut transaksi ini akan mendukung sekitar 7.300 pekerjaan di fasilitas manufaktur Boeing di Renton, Wash, serta berbagai pemasok barang dari bermacam-macam negara bagian di seluruh AS.

Ketua dan Presiden Ex-Im Bank, Fred P. Hochberg, menyatakan transaksi ini mendukung peluang luar biasa bagi para eksportir AS dan akan membantu menopang ribuan pekerjaan di industri kedirgantaraan AS di tahun-tahun mendatang. Pembiayaan ini mendukung sebagian pesanan Lion Air untuk pesawat B737-900ER, termasuk 230 unit Boeing 737 yang dipesan pada November 2011.

Borong Pesawat di Luar Amerika

Pemesanan pesawat juga tak hanya datang dari Negeri Paman Sam tapi juga pabrikan Eropa, pada Maret 2013, Lion Air Group juga menambah koleksi armada dengan memesan 234 unit pesawat Airbus A320 buatan pabrik Airbus. Dunia kedirgantaraan nasional maupun internasional gempar. Presiden Perancis saat itu, Francois Hollande, turut menjadi saksi seremonial penandatanganan kontrak pembelian.

Perjanjian dilangsungkan di Istana Elysee, Paris, Perancis. Pembelian ini membuat Lion Air Group merogoh kocek sampai dengan 18,4 miliar Euro atau setara Rp230 triliun. Pada November 2014, Airbus mengirimkan tiga unit pertama A320 pesanan Lion Air Group. Pengiriman awal ini diperuntukkan bagi anak usaha Lion Air Group yaitu Batik Air.

Pada November 2014, Lion Air Group juga mengikat kontrak pembelian 40 unit pesawat turboprop baru jenis ATR72. Nilai total pembelian pesawat jet tersebut menyentuh angka $1 miliar. Melansir Antara, prosesi penandatanganan kontrak disaksikan oleh Perdana Menteri Italia yang kala itu menjabat, Matteo Renzi. Seremoni pun digelar di kantor pemerintahan Italia yaitu Pallazo Chigi – Piazza Colonna.

CEO ATR, Patrick de Castelbajac menuturkan, kontrak pemesanan ATR yang dilakukan di Roma - Italia itu sebagai yang terbesar dalam 20 tahun terakhir. Ia juga menyebut bahwa Lion Air Group merupakan pemesan pertama di dunia yang memborong 100 unit ATR72, yang terdiri atas 40 unit pesawat ATR72-500 dan 60 unit pesawat ATR72-600.

Torehan pemesanan pesawat yang fantastis, membuat Lion Air dilabeli sebagai maskapai pemborong pesawat terbanyak di dunia, melebihi perusahaan penerbangan manapun. Harian asal Inggris Raya, The Telegraph pada 2017 lalu bahkan memasukan daftar Lion Air Group sebagai maskapai yang memesan jumlah pesawat lebih banyak dari maskapai lain di dunia dengan pesanan sebanyak 443 unit. Jumlah ini jauh melebihi perusahaan penerbangan terbesar di dunia American Airlines yang hanya memesan 285 unit pesawat.

Berapa banyak pesawat yang beroperasi oleh Lion Air?

Menarik untuk mengulik, berapa banyak sebenarnya jumlah armada yang dimiliki oleh Lion Air Group. Berdasarkan fact sheet yang dirilis Lion Air Group, mereka memiliki total 308 armada. Edward Sirait menjabarkan jumlah pesawat yang saat ini dioperasionalkan terdiri dari 294 unit Boeing, 41 unit Airbus A320 CEO, 6 unit Airbus A330, 19 unit ATR72-500, 51 unit ATR72-600 serta jenis Hawker H900XP sebanyak 2 unit dan EC 135-P2E sebanyak 1 unit. Jika menjumlah pesawat jenis dari Boeing dan Airbus saja, maka jumlahnya mencapai 341 unit. Jumlah itu berbeda dari fact sheet yang dirilis Lion Air Group.

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun Tirto per 18 Maret 2018, Lion Air Group memiliki 41 unit Airbus A320 CEO, 6 unit Airbus A330, 80 unit B-737-800, 101 unit B-737-900ER, 11 unit B-737MAX 8, 4 unit B-737MAX 9, 1 unit B-737MAX 10. Sehingga bila ditotal, angka yang didapat adalah 197 unit pesawat jenis Boeing dan Airbus saja. Ini tanpa menghitung data pesawat jenis ATR72-500 sebanyak 19 unit dan 53 unit pesawat jenis ATR72-600. Selisih jumlah pesawat ini bisa jadi karena penambahan dari proses pengiriman pesawat yang sudah terjadi.

Misalnya, pada laman Boeing, per Maret 2018, mereka telah mengirimkan sebanyak 189 pesawat dari total 387 pesanan pesawat dari Lion Air. Rinciannya, Boeing mengirimkan 100 unit pesawat tipe B-737-900ER secara berkala sejak 27 April 2007. Masih terdapat sisa dua unit pesawat lagi yang belum dikirimkan Boeing kepada Lion Air, karena total pesanan sebanyak 102 unit. Untuk jenis B-737-800, Boeing baru mengirimkan 80 unit pesawat dari total pesanan sebanyak 84 unit.

Pengiriman pesawat dilakukan berjangka sejak 4 April 2012. Masih terdapat sisa 4 unit pesawat tipe B-737-800 yang belum dikirimkan Boeing kepada Lion Air. Sementara itu, untuk tipe B-737MAX, Boeing baru berhasil mengirimkan 9 unit dari total 201 unit yang dipesan dan dikirimkan secara berkala sejak 16 Mei 2017.

Boeing masih berutang 192 unit pesawat kepada Lion Air. Dengan demikian, Lion Air memiliki total 189 unit pesawat besutan Boeing dan terdapat sisa 198 unit pesanan pesawat lagi yang belum dikirimkan oleh Boeing kepada Lion Air secara keseluruhan.

Artinya dalam beberapa tahun ke depan Lion Air Group akan terus kedatangan pesawat baru, sebagai upaya antisipasi dan ekspansi bisnis Lion Air Group untuk 20 tahun ke depan. Ini persis seperti yang diucapkan oleh Rusdi Kirana yang "melihat jauh ke depan".

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dea Chadiza Syafina
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra