tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menerima sedikitnya 30 aduan korban dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang pria alumni Universitas Islam Indonesia (UII) yang lulus pada 2016 berinisial IM.
Tigapuluh aduan korban diterima oleh LBH Yogyakarta per 4 Mei 2020 baik oleh korban secara langsung maupun pihak ketiga. Seluruh korban merupakan perempuan yang mayoritas juga alumni UII.
Pendamping hukum para korban dari LBH Yogyakarta Meila Nurul Fajria saat dihubungi Tirto, Selasa (5/5/2020) menyatakan 30 aduan korban yang masuk LBH merupakan peristiwa yang terjadi pada 2016 hingga 2020.
Berbagai modus kekerasan seksual yang dilakukan oleh IM, kata Meila, mulai dari secara verbal, melalui video call hingga kekerasan seksual fisik yang menjurus pada tindak perkosaan.
Dalam keterangan tertulisnya, Melia merangkum sejumlah kronologi dan modus yang diungkapkan oleh para korban.
Terduga pelaku menghubungi korbannya melalui direct message Instagram atau beberapa membalas Instagram story korbannya dengan candaan atau menanyakan soal perkuliahan. Beberapa obrolan juga ada yang melalui WhatsApp.
Tetapi IM kemudian melanjutkan obrolan yang bernada sensual. Menyinggung soal hal-hal privat dan menjurus ke arah seksual.
Beberapa obrolan yang terlontar seperti pernyataan kepada korban “kamu udah pernah ngesex?” “kamu ngekos? Kosnya bebas ga?”, “Eh, bulu tangan kamu lebat ya, itu katanya hasrat seksualnya tinggi kalau punya bulu tangan lebat”.
Beberapa korban IM juga ada yang dihubungi melalui telepon dan video call. Tanpa basa-basi IM bilang meminta korban membuka jilbabnya. IM melalui video call juga menunjukkan alat kelaminnya ke korban dengan disertai kata-kata sensual.
Selain itu ada juga yang tanpa basa-basi saat melakukan video call, IM langsung memperlihatkan alat kelaminnya kepada korbannya.
Sementara yang menjurus pada kekerasan seksual fisik ada korban yang mengungkapkan kepada LBH, bahwa ia merasa dijebak oleh IM saat transaksi jual beli buku IELTS dan TOEFL.
Korban membeli buku dari IM dengan metode cash on delivery (COD). Sesampainya di lokasi IM tak membawa buku yang dijanjikan. Ia meminta agar korban mengambil buku secara langsung di kamar kosnya.
"Tiba-tiba IM menutup kamar tersebut, kemudian mencoba untuk memeluk penyintas dari belakang dan sentuhan tersebut membuat penyintas kaget," jelas Melia.
Kekerasan seksual lainnya diungkapkan korban kepada LBH Yogyakarta, korban ada yang mengaku menerima kekerasan seksual secara fisik saat berada di satu forum dengan IM. Pelaku menggesek-gesekkan pahanya ke paha korban saat duduk bersebelahan.
Lalu ada pula kejadian dengan memojokkan badan penyintas ke dinding lalu
berusaha menciumnya dengan paksa, dilanjutkan dengan menggesekkan alat
kelamin di bagian tubuh korban, bersentuhan dengan kulit langsung hingga terjadi ejakulasi.
Korban lain ada yang mengadukan bahwa IM mencengkeram tangan dan leher bagian belakang korban lalu menciumnya dengan paksaan.
"Hingga terjadi pemaksaan hubungan badan (pemerkosaan) hingga terjadinya ejakulasi di luar alat kelamin penyintas," kata Melia.
Dari pengaduan yang masuk ke LBH Yogyakarta, para korban mengharapkan hal berikut;
- Ibrahim mengakui seluruh tindakan kekerasan seksualnya kepada publik dengan tidak menyebutkan nama penyintas.
- Tidak ada lagi institusi, komunitas, organisasi maupun sekelompok orang yang memberikan panggung bagi Ibrahim Malik untuk menjadi penceramah, pemateri ataupun segala bentuk glorifikasi, termasuk di dalam Universitas Islam Indonesia.
- Universitas Islam Indonesia sebagai almamater dari mayoritas penyintas, harus membuat regulasi terkait pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus agar tidak terjadi lagi kasus-kasus yang serupa.
UII Cabut Gelar IM Sebagai Mahasiswa Berprestasi
UII memberikan pernyataan resminya menanggapi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan alumni Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII angkatan 2012 berinisial IM itu.
Kepala Bidang Humas UII Ratna Permata Sari, saat dikonfirmasi Tirto Selasa (5/5/2020) menyatakan UII telah mencabut gelar mahasiswa yang pernah diberikan kepada IM.
"Bahwa UII akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang diberikan kepada IM pada 2015, setelah mempelajari keterangan yang diberikan oleh korban atau penyintas," kata Ratna.
Selain itu UII, kata dia, telah membentuk tim pencari fakta dan tim untuk mendampingi korban atau penyintas secara psikologis apabila diperlukan serta menunjuk LKBH Fakultas Hukum UII untuk memfasilitasi korban atau penyintas yang berkeinginan untuk menempuh jalur hukum dalam rangka memperjuangkan dan melindungi hak-hak hukumnya.
UII juga mendukung upaya penyintas yang telah melakukan aduan melalui LBH Yogyakarta. UII, melalui LKBH Fakultas Hukum UII, telah berkomunikasi dengan LBH Yogyakarta dan mendukung segala proses hukum kasus ini.
"Ini adalah sikap UII. Ini pesan kuat yang disampaikan oleh UII. Jangan main-main dengan tindak pelecehan atau kekerasan seksual," kata Ratna.
Ratna juga menunjukkan sebuah tautan media sosial Instagram milik IM yang menuliskan pernyataan menangapi kasus yang dituduhkan kepadanya.
IM yang tengah menempuh studi S2 di Australia itu menuliskan pernyataan dengan tulisan tangan tertanggal 30 April 2020. Dalam tulisan itu salah satunya ia menyatakan siap menghadapi tuduhan.
"Jika memang ada yang pernah merasa dirugikan, sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional saya persilahkan untuk menempuh jalur hukum. Hadirkan saya bersama orang yang merasa pernah dirugikan. Kita bisa saling beradu argumen dan klarifikasi dengan cara yang baik 'wa jaadilhum billahi hiya aksan' untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah. Saya siap untuk menerima segala konsekuensi apapun, baik benar maupun salah dengan pembuktian hukum yang sah," tulis IM.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Restu Diantina Putri