Menuju konten utama

LBH Kritik Pernyataan Pangkostrad Maruli soal Kasus Mutilasi Papua

LBH Papua menyoroti penyataan Pangkostrad Letjen Maruli Simanjuntak yang menyatakan kasus ini bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

LBH Kritik Pernyataan Pangkostrad Maruli soal Kasus Mutilasi Papua
Ilustrasi Garis Kapur di TKP. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay menyoroti pernyataan Pangkostrad Letjen Maruli Simanjuntak yang menyatakan kasus ini bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Hal itu disampaikan Maruli pada Kamis (15/9/2022).

Seiring hal tersebut, dia berharap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa segera menegur Maruli. Karena menurut Emanuel pernyataan Maruli bertentangan dengan kesimpulan Komnas HAM RI Perwakilan Papua.

Tidak hanya itu, dia juga berharap Pangkostrad wajib mendukung Komnas HAM RI dalam menyelidiki pelanggaran HAM perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga ini.

Sementara itu, dia menjelaskan pembunuhan dan mutilasi empat warga di Mimika masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Hal itu kata dia sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Hal itu sesuai dengan pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaksud Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999," bebernya.

Dia menuturkan sesuai Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 berbunyi setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya, bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa. Emanuel pun berharap agar Komnas HAM dapat segera menindaklanjuti temuan terkait kasus tersebut.

"Maka diharapkan agar Komnas HAM RI dapat menindaklanjuti temuan Komnas HAM RI Perwakilan Papua terkait kasus ini yang merupakan kejahatan kemanusiaan dan memenuhi unsur pelanggaran HAM berat karena direncanakan dan dilakukan oleh aparat negara," terang Emanuel.

Untuk diketahui sebelumnya Arnold Lokbere, Anis Tini, Irian Narigi, dan Lemaniol Nirigi tewas dianiaya dan di mutilasi oleh enam personel Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo. Berdasar versi aparat, Arnold dkk dipancing oleh pelaku untuk membeli senjata jenis AK-47 dan FN seharga Rp250 juta. Setelah korban dipastikan bersedia untuk transaksi senjata, para pelaku mengatur strategi dengan memancing korban untuk datang ke lahan kosong di SP I.

Di situlah keributan terjadi, sehingga korban diduga dianiaya di lahan sekitar musala sebelum dimutilasi. Potongan tubuh dimasukkan ke dalam enam karung yang terbagi dari satu karung berisi kepala korban, satu karung berisi kaki, dan empat karung berisi badan. Karung-karung itu diisi pula oleh batu. Lantas karung itu dilempar ke Sungai Pigapu.

Sementara itu, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom merespons perihal korban mutilasi di Timika merupakan afiliator pihaknya. Ia menegaskan mereka bukan anggota pro kemerdekaan.

“Saya cek ke seluruh pimpinan dan anggota wilayah batalion-batalion, kompi-kompi hingga regu dan peleton, serta semua anggota intelijen, telah saya pastikan bahwa mereka semua ada dan sehat. Tidak ada pasukan saya yang korban,” kata Sebby menirukan Brigjen Egianus Kogeya, Panglima KODAP III Nduga, dalam keterangan tertulis, Kamis, 8 September 2022.

“Mereka menyebut ada keterlibatan anggota Egianus Kogeya, itu sangat tidak benar dan itu merupakan pembohongan publik. Dengan jujur dan tegas kami klarifikasi bahwa keempat warga asal Kabupaten Nduga yang dimutilasi oleh militer Indonesia adalah benar-benar warga sipil,” sambung dia.

Baca juga artikel terkait MUTILASI WARGA PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Intan Umbari Prihatin