tirto.id - Hampir 53 tahun silam, Eric Arthur Johnson, teknisi dari Royal Radar Establishment Inggris, menulis sebuah artikel berjudul “Touch Display: A Novel Input/Output Device for Computers” yang terbit di Electronics Letters.
Pada saat itu, bagi masyarakat umum, tulisan Johnson tak lebih dari sekadar karya ilmiah belaka yang masuk laci. Namun, siapa sangka melalui tulisannya itulah teknologi yang kita kenal dengan sebutan touchscreen atau layar sentuh bermula.
Teknologi layar sentuh mendominasi kehidupan banyak orang di masa kini dengan hadirnya smartphone. Meskipun satu unit smartphone disusun atas lebih dari seratusan komponen, tak bisa dipungkiri bagian layar adalah salah satu yang utama.
Pada 2017 lalu para produsen berlomba-lomba menghadirkan smartphone yang dipenuhi layar di sisi muka. Samsung Galaxy S8 memiliki rasio screen-to-body sebesar 83,6 persen. Sementara itu, Apple iPhone X punya rasio screen-to-body sebesar 82,9 persen.
Baca juga: Standar Baru Ponsel Pintar: Nihil Bazel
Ini memang tak terlalu mengherankan. Melalui layar-lah interaksi antara manusia dengan mesin smartphone terkoneksi. Sesuatu yang juga pernah tersirat diungkapkan Johnson dalam tulisannya lima dekade lalu.
Johnson, dalam tulisannya, mengatakan bahwa perangkat yang memiliki kemampuan layar sentuh akan mampu menghadirkan efisiensi hubungan antara mesin dan manusia. Ia kemudian menyatakan bahwa teknologi tersebut dimungkinkan lahir melalui suatu komponen yang disebut “touch wires” yang sensitif terhadap sentuhan jari manusia.
Touch wires tercipta dari potongan kawat yang dilapisi tembaga berdiameter 22swg (setara dengan 0,7mm). Ia dipasang sedemikian rupa pada bagian depan perangkat dengan katoda dan menciptakan semacam titik-titik koordinat. Ketika ada kontak berupa sentuhan jari manusia, titik koordinat di mana sentuhan itu berasal kemudian menjadi semacam input yang akan diterjemahkan sebagai tindakan yang mesti dilakukan mesin.
Johnson, kemudian menyempurnakan pemikirannya melalui tulisan lain yang berjudul “Touch Displays: A Programmed Man-Machine Interface”. Pada 2 Agustus 1966, ia kemudian mendaftarkan pemikirannya itu untuk memperoleh paten. Paten dengan kode US3482241 bertajuk “Touch Displays” kemudian menjadi miliknya.
Capacitive dan Resistive
Teknologi layar sentuh punya cukup banyak varian. Macamnya antara lain Capacitive touchscreen, resistive touchscreen, surface acoustic wave touchscreen, infrared touchscreen, optical imaging touchscreen, hingga acoustic pulse recognition touchscreen. Namun, di antara banyak varian tersebut capacitive dan resistive merupakan yang paling sering dijumpai.
Capacitive, dicetuskan oleh E.A. Johnson. Sementara resistive tercipta secara tak sengaja oleh Dr. G. Samuel ketika sedang berupaya mempermudah kerja penelitiannya tentang fisika atom pada 1971.
Perbedaan varian teknologi layar sentuh berhubungan erat dengan bagaimana cara masing-masing varian mengartikan konsep layar sentuh. Layar sentuh merupakan teknologi peka sentuhan. Mark Fischetti dalam tulisannya berjudul “At Your Fingertips” mengatakan bahwa teknologi layar sentuh merupakan teknologi yang mendeteksi titik sentuhan.
Sentuhan, menjadi semacam tut pada keyboard. Berguna untuk memberikan perintah pada mesin. Bila tut keyboard dibedakan dengan huruf/nomor/simbol, yang menjadi pembeda perintah, sedangkan teknologi touchscreen membedakan ihwal lkoordinat, di mana layar disentuh.
Layar sentuh capacitive bekerja dengan memanfaatkan lapisan berbahan indium tin oxide (ITO). Merujuk laman tanya-jawab Massachusetts Institute of Technology, layar sentuh berkonsep capacitive merupakan layar yang diselimuti elektroda, konduktor yang dialiri listrik arus bolak-balik.
Arus listrik tersebut, mengalir dari satu sisi ke sisi lainnya secara simultan. Ketika kontak dengan jari terjadi, kontak tersebut menutup arus listrik. Di titik di mana kontak terhalangi yang kemudian menjadi titik koordinat. Titik ini yang kemudian diartikan perintah oleh mesin seperti smartphone.
Kunci dari layar sentuh varian capacitive ialah jari atau tangan manusia. “Manusia adalah konduktor baik,” ucap Neil Gershenfeld, direktur pada Center for Bits and Atoms Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Pada layar sentuh varian resistive, layar dilapisi komponen tipis berwarna metalik. Satu bersifat konduktif dan satunya lagi bersifat resistif terhadap sentuhan. Kedua lapisan itu kemudian dipisahkan. Ketika sentuhan jari dilakukan pada layar jenis ini, komponen konduktif dan resistif dipaksa bertemu. Di titik pertemuan itu terjadi "gangguan" listrik dan kemudian dijadikan titik koordinat. Titik yang kemudian diartikan perintah oleh mesin.
Fischetti kemudian memberikan tips guna membedakan varian teknologi layar sentuh yang digunakan suatu perangkat. Caranya cukup mudah. Tekan layar sentuh dengan kuku, bukan jari. Jika perangkat mengeksekusi apapun perintah yang ditekan tersebut, ia merupakan layar sentuh berjenis resistive. Jika tidak, layar sentuh tersebut dipastikan berteknologi capacitive.
Dalam tulisan lain dari Mark Fischetti berjudul “Touch Screens Redefine The Market” dikatakan secara tersirat bahwa iPhone membawa perubahan pada dunia perangkat teknologi yang memiliki fungsi layar sentuh. Sebelum iPhone lahir, pada 2007, mayoritas perangkat yang memiliki fungsi layar sentuh hanya mampu menangani sentuhan tunggal di layar.
Kala itu, iPhone lahir dengan konsep multi-touch, yang mampu merespons dua jari sekaligus dalam satu waktu. Fischetti, lebih lanjut mengatakan bahwa layar sentuh pada iPhone merupakan layar sentuh “projected, mutual-capacitance”.
Setelah 17 tahun berlalu, Apple kemudian meluncurkan iPhone X, smartphone yang mengusung layar OLED. OLED atau organic light-emitting diodes merupakan layar LED + organic, molekul karbon kompleks yang berasal dari senyawa organik. Teknologi layar OLED diperkenalkan pada dekade 1980-an oleh peneliti dari Kodak Research Laboratories bernama Ching W. tang dan Steven Van Slyke. OLED merupakan inovasi dari teknologi layar sebelumnya seperti tabung, LCD dan LED.Baca juga:Laporan Cacat Layar yang Mencoreng Kemunculan iPhone X
Guillaume Chansin, analis teknologi dari IDTechEx, mengatakan OLED merupakan teknologi layar yang memungkinkan produsen lebih terfokus membuat desain perangkat. "Layar OLED ringan, fleksibel, dan memungkinkan desainer lebih banyak memikirkan bentuk perangkat (yang akan dibuat) mereka,” katanya.
Penggunaan layar OLED pada smartphone bukan kali pertama dilakukan oleh Apple. Samsung melalui varian Galaxy S8 juga menyematkan teknologi ini. Namun, merujuk analisis DisplayMate, sebagaimana diwartakan ZDNet, layar OLED yang ada pada iPhone X ialah yang terbaik. Uniknya, OLED yang terpasang pada iPhone X merupakan buatan Samsung. Layar OLED pada iPhone X, kemudian mengalahkan layar OLED pada Samsung Galaxy S8 maupun Note8.
Kompetisi dalam pengembangan teknologi layar akan terus berkembang. Salah satu indikasinya dicetuskan oleh Michael Hack dan Ruiqing Ma dari Universal Display Corp. Mereka memiliki paten bertajuk “Rollable OLED Display”. Layar yang dapat digulung.
Bila kemudian paten tersebut menjadi nyata dengan sentuhan inovasi manusia, maka akan memunculkan jenis-jenis baru suatu perangkat layar baru dalam industri. Ini mengingatkan kembali sekitar setengah abad lalu saat Eric Arthur Johnson membuat sebuah tulisan soal layar sentuh yang kini begitu dekat dengan kehidupan banyak orang sebagai bagian vital dari perangkat smartphone kita.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra