Menuju konten utama

Standar Baru Ponsel Pintar: Nihil Bazel

Body-to-screen ratio dan penggunaan teknologi layar AMOLED fleksibel diperkirakan akan menjadi standar baru dunia ponsel pintar.

Standar Baru Ponsel Pintar: Nihil Bazel
Samsung Galaxy S8. FOTO/Istimewa

tirto.id - Ada tiga ponsel pintar yang cukup menarik di pasaran yang bisa dibeli oleh masyarakat, Xiaomi Mi Max, LG G6, dan Samsung Galaxy S8. Satu ponsel pintar keluaran perusahaan Cina, dua lainnya adalah ponsel pintar keluaran perusahaan Korea Selatan. Apple, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, tanah suci bagi dunia teknologi, belum mengeluarkan varian baru dari lini ponsel pintar mereka yakni iPhone. iPhone diperkirakan baru akan merilis versi barunya di sekitar bulan September, waktu yang menjadi langganan mereka mengeluarkan produk barunya.

Yang menarik, baik Mi Mix, G6, maupun S8 mengusung konsep yang baru bagi dunia ponsel saat ini. Ketiga ponsel pintar tersebut, mengusung konsep “nihil bazel” atau cangkang tepi yang sangat tipis. Jika dihitung, body-to-screen ratio ketiga ponsel pintar anyar tersebut, memiliki angka di atas 80 persen. Angka ratio 80 persen didapat oleh LG G6 dan Samsung Galaxy S8. Sementara Xiaomi Mi Mix, memiliki ratio hingga 93 persen. Ini artinya, ketiga ponsel tersebut, jika dilihat tampak depannya, seakan-akan hanya terlihat layarnya semata. Berbeda dengan ponsel pintar dengan desain lama. iPhone 7 Plus misalnya, ponsel pintar yang saat ini masih menyandang sebagai modal paling baru Apple tersebut, hanya memiliki ratio 67,7 persen. iPhone, secara sederhana, terlihat sangat usang jika dibandingkan kompetitor mereka tersebut.

Body-to-screen ratio tentu memiliki implikasi yang besar pada desain sebuah ponsel pintar. Dengan rasio yang melebihi angka 80 persen, sebuah ponsel pintar akan memiliki ukuran layar yang lebih besar, tanpa perlu memperbesar ukuran ponsel pintar secara keseluruhan. Dengan demikian, pengguna akan memiliki pengalaman berbeda, misalnya kala ia membaca artikel-artikel yang cukup panjang kala berselancar di dunia maya. Pengguna hanya perlu melakukan scrolling lebih sedikit dibandingkan sebelumnya.

Body-to-screen ratio yang semakin besar, kemungkinan akan banyak ditiru oleh perusahaan-perusahaan teknologi lain. Google dan Apple, melalui ponsel pintar andalah mereka, Pixel dan iPhone, diprediksi akan mengusung konsep yang sama. Namun, apakah hanya rasio tersebut yang menjadi penentu masa depan bagi layar sebuah perangkat ponsel pintar?

Selain body-to-screen ratio, teknologi AMOLED, terutama varian flexible, kemungkinan akan menjadi standar baru bagi perangkat ponsel pintar di masa depan, terutama bagi ponsel pintar yang memiliki label flagship atau ponsel pintar premium dari masing-masing perusahaan teknologi. AMOLED atau Active-Matrix Organic Light-Emmiting Diode merupakan teknologi layar yang digunakan pada beragam perangkat dan merupakan perkembangan dari teknologi OLED. OLED atau Organic Light-Emmiting Diode merupakan layar yang terdiri dari lapisan-lapisan film sangat tipis yang mengandung molekul organik. Molekul tersebut, jika dialiri listrik akan menghasilkan cahaya. AMOLED merupakan OLED yang digabung dengan teknologi TFT atau Thin-Film Transistors. TFT, secara sederhana, merupakan pengendali layar OLED. Samsung Galaxy S8, produk premium terbaru bikinan Samsung, menggunakan layar dengan teknologi Flexible Quad HD Super AMOLED. Dengan teknologi tersebut, ponsel pintar S8 memiliki desain layar yang terlihat melengkung di tiap sisinya.

Samsung, jelas tidak langsung menggunakan teknologi tersebut pada produknya. Jika menilik ke belakang, teknologi layar fleksibel telah diperkenalkan Samsung pada tahun 2008 lalu di sebuah konferensi di Jepang. Kemudian, pada tahun 2012, Samsung mengumumkan akan memproduksi secara masal layar fleksibel bikinannya tersebut.

Layar AMOLED fleksibel, memiliki banyak keunggulan. Jennifer Colegrove dari DisplaySearch, sebagaimana dikutip dari Wired mengungkapkan, “tipe layar fleksibel ini sangat tipis, ringan, kuat, dan tak bisa dipecahkan.”

Infografik Masa Depan Ponsel Pintar

Tentu saja, bukan hanya Samsung yang mengembangkan teknologi ini. LG, Fujitsu, dan Sony juga ikut mengembangkan teknologi layar fleksibel. Kemudian, ada pula startup atau perusahaan rintisan seperti Plastic Logic dan E-Ink yang mencoba membuat layar fleksibel. Tapi, jika menilik apa yang tersedia di pasaran, Samsung mungkin bisa dianggap juaranya. Terutama soal menerapkannya pada produk jadi yang bisa digenggam masyarakat.

Selain perusahaan-perusahaan tersebut, ada pula pemain lain yang mengembangkan layar fleksibel. Ialah Arizona State University melalui Flexible Display Center yang ikut mengembangkan layar fleksibel. Dengan dukungan militer Amerika Serikat, yang sejak 2004 hingga 2008 telah menggelontorkan dana bagi penelitian universitas tersebut senilai $44 juta, diharapkan layar fleksibel akan memberikan kekuatan bagi militer Amerika Serikat yang sedang bertugas. David Morton, manajer labolatorium penelitian militer Amerika Serikat, sebagaimana dikutip dari Wired mengungkapkan, “teknologi layar fleksibel memungkinkan kita memberikan informasi pada prajurit dengan cara yang tidak bisa dilakukan hari ini.”

Langkah militer Amerika Serikat menggandeng Arizone State University jelas memiliki tujuan berbeda dibandingkan perusahaan-perusahaan teknologi seperti Samsung dan LG misalnya. Perusahaan-perusahaan teknologi, membuat layar fleksibel dengan tujuan utama memperoleh keuntungan. Baik menggunakannya untuk produk bikinan mereka sendiri, maupun menjual modul layar fleksibel pada pihak lain. Sebagaimana dikutip dari Statista, layar fleksibel diperkirakan memiliki masa depan yang cukup cerah.

Statista mencatat, pada kuartal-4 2016, pendapatan dari pengapalan layar fleksibel AMOLED berada di angka $1 miliar. Pada kuartal-4 2017, angkanya meningkat menjadi $3,85 milyar. Pada kuartal-4 2018, diprediksi akan mencapai angka $4,6 miliar. Ini berbanding terbalik dengan layar AMOLED non-fleksibel. Pada kuartal-4 2016, pendapatan dari pengapalan layar non-fleksibel berada di angka $3 miliar. Namun, pada kuartal-4 2017, angkanya menyusut menjadi $2,7 miliar. Pada kuartal-4 2018, diprediksi pendapatan dari pengapalan layar AMOLED non-fleksibel akan berada di angka $2,75 miliar.

Tentu, angka-angka pencapaian layar AMOLED fleksibel akan menjadi angin lalu jika si raja ponsel pintar, Apple, tak menerapkan bagi produk-produk bikinannya. Tapi, Jennifer Colegrove dari DisplaySearch mengungkapkan, “Perusahaan lain (selain Samsung) akan mengambil (bagian) pada layar fleksibel, dan langsung membuat (perangkat yang dibuat) melengkung karena hal tersebut menarik.” Apple, dan berbagai perusahaan lain, diperkirakan hanya menunggu waktu menggunakan teknologi baru ini. Bersiap-siaplah, mungkin akan ada iPhone 8 Edge misalnya, produk yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dipimpin Tim Cook tersebut.

Baca juga artikel terkait PONSEL PINTAR atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti