tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu ikut-ikut repot membuat undang-undang karena memang bukan tugas yang seharusnya dilakukan.
Politikus PKS ini meminta agar meminta KPU fokus pada tugasnya sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.
Hal itu merespons dukungan KPU terhadap keinginan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melarang eks narapidana kasus korupsi maju pada kontestasi Pilkada serentak 2020.
"KPU itu jaga administrasi penyelenggaraan Pemilu aja. Jangan ikut, jangan membuat politik penyelenggaraan pemilu. Itu regulasi domainnya DPR. Domainnya politik," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2019).
Menurut Fahri, KPU lebih baik memperbaiki masalah-masalah yang ada pada Pemilu seperti penggunaan kardus sebagai kotak suara, membereskan data pemilih hingga memaksimalkan penggunaan e-KTP dalam Pemilu.
"Itu wilayah KPU, gak usah urus-urus politik. KPU ini pekerjaannya gak dikerjakan, pekerjaan orang lain mau dikerjakan. Suka begitu ya orang-orang kita itu ya? Kerjaan [sendiri] gak dikerjain, kerjaan orang dikerjain," ungkap Fahri.
Terkait larangan eks napi korupsi maju Pilkada 2020, kata Fahri, KPU tak boleh memaksakan diri selama belum ada undang-undang yang jelas mengaturnya.
"Kalau UU bilang larang ya larang. Tapi kalau bilang UU gak larang ya jangan dong, bikin UU-nya dulu," ujar Fahri.
Wacana larangan eks narapidana korupsi menjadi kepala daerah mengemuka usai KPK menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjerat suap jual beli jabatan. Tamzil merupakan eks napi korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan untuk melarang mantan narapidana tindak pidana korupsi menjadi calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020. Larangan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam peraturan KPU (PKPU) atau meminta DPR merevisi UU Pilkada.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali