tirto.id - Komisi Yudisial (KY) meminta kepada para hakim untuk bersikap bijak agar penyelenggaraan peradilan tidak terganggu dengan rencana cuti bersama yang akan dilakukan pada 7-11 Oktober 2024.
"Terkait rencana cuti bersama, KY berharap agar para hakim menyikapinya secara bijak, sehingga aspirasi dapat tersampaikan dan kepentingan penyelenggaraan peradilan dan pencari keadilan tidak terganggu. Selanjutnya, KY akan siap menerima audiensi Solidaritas Hakim Indonesia," tutur Anggota dan Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulis, Minggu (30/9/2024).
Mukti mendukung upaya para hakim untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan lewat aksi cuti bersama hakim pada 7-11 Oktober 2024. KY bersama Mahkamah Agung (MA), Bappenas dan Kementerian Keuangan, akan menindaklanjuti permohonan dari para hakim tersebut.
"Hakim adalah personifikasi negara dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang kewenangannya diperoleh secara atributif dari konstitusi. Oleh karena itu, negara wajib memenuhi hak keuangan dan fasilitas hakim yang menjadi salah satu perwujudan independensi hakim," kata Mukti.
Selain itu, Mukti juga mengatakan, KY telah menggelar pertemuan dengan Kemenkeu pada Jumat 27 September 2024 lalu, untuk membahas terkait gaji, dana pensiun, tunjangan hakim, tunjangan kemahalan, rumah dinas, transportasi, jaminan kesehatan, dan pendidikan anak di lokasi hakim ditempatkan.
"Sebagai tindak lanjut, KY akan menginisiasi forum pertemuan antara KY, MA, Bappenas, dan Kemenkeu sebagai komitmen bersama untuk menindaklanjuti permintaan para hakim, sesuai kewenangan masing-masing lembaga," ujarnya.
Sebelumnya, Solidaritas Hakim Indonesia (SHI), merencanakan untuk menggelar demonstrasi lewat aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024. Cuti bersama ini merupakan bentuk protes atas gaji dan tunjangan jabatan hakim yang tidak berubah sejak 12 tahun lalu.
SHI meminta penyesuaian terkait ketentuan gaji dan tunjangan jabatan hakim, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 dan belum pernah terdapat penyesuaian meski inflasi terus berjalan setiap tahunnya.
Jika tidak terdapat penyesuaian terhadap gaji dan tunjangan ini, maka para hakim disebut, akan rentan melakukan tindak korupsi. Tidak adanya penyesuaian ini, juga disebut sebagai langkah mundur dari pemerintah dan berpotensi untuk mengancam integritas pengadilan.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher