tirto.id - Kutil seringkali dianggap sebagai penyakit kelas dua yang tak membutuhkan penanganan secara khusus. Ia dapat tumbuh di daerah mana pun pada kulit. Meski lazimnya tidak membahayakan, kutil yang tumbuh di daerah genital bisa memicu ragam masalah psikologis bagi penderitanya.
Pada 2012, WHO memperkirakan terdapat lebih dari 89 ribu kasus kutil kelamin didiagnosis setiap hari di dunia. Angka tersebut setara dengan jumlah 1 kasus baru setiap detik. Dalam dunia medis, tantangan paling besar untuk menyembuhkan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) ini adalah keengganan berobat karena rasa malu.
Fenomena ini sempat dikisahkan melalui penuturan dokter spesialis kulit dan kelamin, Anthony Handoko. Sepanjang ia berpraktik, banyak pasien mulanya berkonsultasi soal perawatan kulit secara general. Baru kemudian, mereka buka suara soal gejala kutil kelamin yang dialami. Itu pun ditambah embel-embel kalimat pembelaan bahwa mereka hanya berhubungan seksual secara monogami.
“Pasien sangat takut terstigma. Padahal, dokter tidak akan memberi label pada pasien. Jadi seharusnya tidak perlu ragu untuk memeriksakan diri,” kata Anthony.
Persoalan ini bertambah pelik ketika penderita dihadapkan dengan minimnya informasi gejala kutil kelamin. Penyakit ini umumnya tidak memiliki gejala sama sekali, selain gejala klinis berupa tonjolan pada kulit seperti kutil yang menyerupai kembang kol. Itu pun rerata kutil tumbuh sangat lembut dan tidak terdeteksi secara kasat mata.
Pada pria, penyakit ini muncul di daerah penis dan sekitarnya. Pada perempuan, ia bisa tumbuh di dalam maupun luar vagina, area sekitar vagina, juga pada leher rahim (serviks). Pada beberapa kasus, ia menimbulkan sensasi terbakar, perih, gatal, atau nyeri.
Kutil kelamin dapat berkembang dalam waktu singkat dan bisa ditularkan hanya melalui kontak kulit. Secara umum, penyakit tersebut menular lewat aktivitas vaginal, anal, maupun oral, tanpa perlu adanya penetrasi. Namun, ia juga bisa ditularkan lewat kontak langsung terhadap kulit yang tidak terlindungi, misalnya dari ibu kepada bayinya saat persalinan atau pada area genital yang tidak tertutup kondom pada kulit pasangan.
Kutil kelamin tak cuma menjadi masalah kesehatan genital semata. Ia juga lazim mempengaruhi aspek psikis pasien, di antaranya menghadirkan rasa cemas, marah, hingga stres.
Apalagi ketika penyakit ini disembunyikan dari pasangan. Ia berpotensi merusak hubungan karena selama menjalani masa pengobatan, pasien dilarang untuk melakukan aktivitas seksual. Pada penderita perempuan, kutil kelamin dapat memicu hadirnya penyakit baru berupa kanker serviks, kanker anogenital, dan orofaring.
“Kutil kelamin baru muncul selang beberapa minggu atau bulan setelah kontak seksual dengan orang yang terinfeksi,” papar Anthony.
Beberapa kutil kelamin dapat dihilangkan dengan teknik pembekuan, pembakaran, laser, atau operasi. Setelah dinyatakan selesai dari terapi pengobatan, pasien tetap diminta melakukan kontrol. Terdapat risiko kekambuhan penyakit karena sisa virus yang masih bercokol di kulit. Dari 100 ribu kasus kutil kelamin, terdapat 110 kasus berulang pada perempuan, sementara pada laki-laki jumlahnya mencapai 163 per 100 ribu kasus.
Jangan Mengandalkan Kondom
Kutil kelamin merupakan IMS yang dipicu oleh infeksi Human Papillomavirus (HPV) tipe 6, 11, 30, 42, 43, 44, 45, 51, 52, dan 54. Namun, jenis yang paling sering memicu kutil kelamin (90 persen) adalah tipe 6 dan 11. HPV tipe ini dideteksi sebagai kofaktor yang tidak menyebabkan kanker. HPV merupakan virus yang sangat menular, hanya butuh satu kali kontak dan tak perlu melalui aktivitas seksual, virus ini bisa berpindah inang.
Dokter spesialis kulit dan kelamin lain, Dian Pratiwi, menyebut kebanyakan penderita HPV tak menyadari telah terinfeksi bahkan menularkan virus. Sebagian perempuan baru sadar terinfeksi saat melakukan tes DNA HPV terhadap tes pap smear yang abnormal. Kabar baiknya, sebagian besar HPV dapat hilang tanpa pengobatan ketika individu terinfeksi memiliki kekebalan tubuh yang baik.
“Sekitar 90 persen bisa sembuh dalam jangka waktu 2 tahun,” jelas Dian.
Beberapa faktor risiko HPV persisten dan progresi ke arah kanker dapat dilihat dari dari koinfeksi dengan mikroba penyebab IMS lainnya, seperti virus herpes simpleks, bakteri klamidia, atau gonore. Selain itu, gaya hidup tak sehat seperti merokok juga turut menyumbang peningkatan risiko. Pada perempuan, peluang ini juga dipengaruhi oleh jumlah anak yang dilahirkan dan usia muda pada persalinan pertama.
Saat ini, rentang infeksi HPV makin menyasar pada umur muda; pada laki-laki mulai dari umur 23 tahun, sementara perempuan pada umur 19 tahun. Namun, dokter Dian pernah mendapati pasien dengan infeksi HPV pada usia 16 tahun. Artinya, penularan HPV dan risiko penyebaran kutil kelamin sudah menyasar remaja, sehingga informasi soal pencegahan dan penanganan harus mulai disosialisasikan kepada mereka.
Infeksi HPV, termasuk yang menyebabkan kutil kelamin, dapat dicegah dengan melakukan melakukan aktivitas seksual aman, yakni hanya monogami dua arah, menggunakan kondom, dan suntik vaksin. Monogami tak hanya dilakukan oleh salah satu dari pasangan, tapi harus keduanya. Begitu juga ketika dinyatakan positif HPV dan terapi harus dilakukan bersama agar tak menimbulkan efek ping-pong.
Penggunaan kondom, meski diyakini dapat mencegah IMS, tak menutup seluruh area genital dan sekitarnya. IMS termasuk kutil kelamin dapat menular pada area yang tidak tertutup kondom seperti pada anus atau buah zakar, atau area sekitar penis. Pencegahan paling aman tentu vaksinasi HPV karena cara ini dapat meningkatkan kekebalan terhadap virus.
Vaksin merupakan tindakan pencegahan primer yang direkomendasikan WHO. Saat ini, terdapat tiga jenis vaksin yang melindungi HPV tipe 16 dan 1 penyebab 70 persen kanker serviks, sekaligus menangkal HPV tipe 6 dan 11 penyebab kutil kelamin. Jadi, individu yang ingin melakukan vaksin dapat memperoleh manfaat ganda dalam satu vaksin: pencegahan kutil kelamin dan kanker serviks.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani