Menuju konten utama

Kursi Nadiem 'Digoyang' DPR Usai Ditinggal NU, Muhammadiyah & PGRI

Setelah ditinggal Muhammadiyah, NU, dan PGRI, kini kursi Nadiem Makarim digoyang DPR. Mereka mau Presiden mencopotnya.

Kursi Nadiem 'Digoyang' DPR Usai Ditinggal NU, Muhammadiyah & PGRI
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. foto/rilis kemendikbud

tirto.id - Plh Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta Presiden Joko Widodo mencopot Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem.

“Insya Allah tidak sulit mencari pengganti sosok Nadiem ini,” katanya lewat keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto. Sebab “ada banyak sosok yang jauh lebih menguasai persoalan pendidikan.”

Nadiem adalah sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Brown, Amerika Serikat. Ia memperoleh gelar Master of Business Administration di Harvard Business School. Di Indonesia, sebelum jadi menteri, ia dikenal luas sebagai bos Gojek. Kisah suksesnya banyak dicatat media-media nasional. “Tidak satu pun dari latar belakang pendidikan dan pekerjaannya yang menunjukkan bahwa dia ahli dalam bidang pendidikan,” kata Saleh.

Tuntutan agar Nadiem dicopot berawal dari mundurnya sejumlah organisasi besar dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) seperti Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

POP adalah program anyar Kemdikbud yang masih bagian dari visi Merdeka Belajar. Intinya, program ini adalah upaya meningkatkan kapasitas pendidik, tenaga pendidik, dan kepala sekolah.

Upaya ini dilakukan Kemdikbud dengan menggandeng organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Organisasi terpilih akan diberikan uang untuk membiayai pelatihan atau kegiatan lain yang sesuai visi program. Total anggaran yang disiapkan adalah Rp595 miliar per tahun. Ditargetkan, program ini dapat meningkatkan kompetensi 50 ribu guru di 5.000 sekolah antara 2020-2022.

Ketua LP Ma’arif NU Zainul Arifin Junaidi menyatakan organisasinya mundur karena menilai banyak kejanggalan dalam program ini. Salah satunya, ternyata banyak organisasi penerima dana yang “tidak jelas” asal usulnya.

Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah undur diri dari POP dengan alasan serupa. Mereka merasa aneh jika Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation mendapat kucuran dana. Keduanya semestinya memberikan uang, bukan sebaliknya. Dua organisasi ini mendapat bantuan kategori 'gajah'--Rp20 miliar per tahun.

PGRI menyusul dengan alasan kurang lebih sama. Selain itu, mereka menilai uang untuk POP semestinya dialokasikan untuk membantu siswa, guru, dan penyediaan infrastruktur di daerah dalam menjalani pembelajaran jarak jauh.

Anggota DPR Komisi X Ali Zamroni pun berpendapat Presiden mesti mengevaluasi Nadiem karena ia sudah terlalu banyak membuat kebijakan kontroversial. Ali menyebut, kebijakan menjadikan pejabat eselon 1 dan eselon 2 menjadi pelaksana tugas (plt) “membuat perlu adanya adaptasi kembali dan adanya kegagapan dalam pergerakan dan penyerapan anggaran Kemdikbud.”

Lewat lewat keterangan tertulis, Senin (27/7/2020), ia juga mengatakan Nadiem keliru ketika menghapus nomenklatur Pendidikan Masyarakat dan Kesetaraan--yang berujung demo dari pegiat pendidikan informal. Kebijakan lain yang ia anggap keliru adalah kerja sama dengan Netflix dan TVRI.

Terakhir, kebijakannya tentang UKT di masa pandemi COVID-19 yang tidak memuaskan mahasiswa.

Sementara terkait POP, politikus dari Gerindra itu menduga terpilihnya Sampoerna Group karena Dirjen GTK Kemendikbud Iwan Syahrir, yang menandatangani SK penetapan organisasi penggerak penerima dana, merupakan mantan dekan Universitas Sampoerna. “Pendidikan itu harus bebas dari segala kepentingan. Jangan sampai ada titipan dan ditunggangi kepentingan pribadi atau golongan.”

Hak Prerogatif Presiden

Dirjen GTK Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan skema pembiayaan POP ada tiga, yaitu menggunakan APBN murni, pembiayaan mandiri, dan dana pendamping. Yang dimaksud dana pendamping adalah dana yang diberikan salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program.

“Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan,” kata Iwan lewat keterangan tertulis, Kamis (23/7/2020).

Direktur Komunikasi Tanoto Foundation Haviez Gautama mengklaim mereka menggunakan biaya sendiri, atau dengan kata lain tidak akan menerima bantuan dana dari pemerintah. Rencananya, yayasan akan menggelontorkan Rp50 miliar dalam kurun waktu 2020-2022 untuk menjalankan program Kemdikbud.

Tanoto Foundation secara tidak langsung juga membantah Ali Zamroni dengan mengatakan telah melewati seleksi untuk bisa lolos program, termasuk blind review oleh evaluator--wawancara tanpa mengetahui asal organisasi.

Sementara Kepala Marketing dan Komunikasi Yayasan Putera Sampoerna Ria Sutrisno menjelaskan pihaknya menggunakan skema dana pendamping dengan total hampir Rp70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan dan Rp90 miliar untuk mendukung layanan akses pendidikan.

“Ini bukan CSR. Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional,” kata Ria dalam keterangan tertulis.

Anggota Komisi X dari fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, mengaku tidak memahami alasan sejumlah partai berang bahkan meminta Nadiem dicopot dari jabatannya. Ia menilai tidak ada yang salah dengan kinerja Nadiem selama ini.

“Soal reshuffle kita hormati itu hak prerogatif Presiden. Kalau ada kebijakan menteri yang perlu dikritisi dan diawasi, kita lakukan dalam rapat komisi,” kata Andreas kepada reportrer Tirto, Senin (27/7/2020).

Pendapat senada diutarakan anggota DPR Komisi X dari fraksi PPP Illiza Sa’aduddin Djamal. Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah memastikan masalah dalam POP selesai. Untuk itu Kemdikbud harus melakukan komunikasi yang lebih intensif kepada NU, Muhammadiyah, atau PGRI.

“Bukan soal mengganti-ganti orang, tetapi bagaimana sistem pendidikan ini benar-benar berdampak untuk adanya perubahan, lompatan besar sebagaimana ide awal Pak Nadiem untuk melakukan terobosan,” katanya.

Baca juga artikel terkait PROGRAM ORGANISASI PENGGERAK atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino