Menuju konten utama

KUPI Tegaskan Peran Ulama Perempuan bagi Peradaban Masyarakat

Ada 5 poin yang akan dibahas dalam kongres mendatang. Salah satunya kepemimpinan ulama perempuan di akar rumput, pesantren & lembaga/organisasi keagamaan.

KUPI Tegaskan Peran Ulama Perempuan bagi Peradaban Masyarakat
Perempuan membaca Quran di dalam Masjid. Foto/iStock

tirto.id - Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kembali diselenggarakan pada 23-26 November 2022 di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah. Kongres yang kedua ini mengambil tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”.

Ketua panitia penyelenggara, Masruchah menjelaskan secara garis besar ada lima poin yang akan dihasilkan dari KUPI ke-2 ini.

Pertama, paradigma dan metodologi. Ini mencakup isu-isu mengenai paradigma, sumber-sumber pengetahuan dan gerakan, metodologi keputusan sikap dan pandangan keagamaan KUPI.

"Perspektif perempuan sebagai basis rujukan pengetahuan, aktivisme, dan fatwa dalam KUPI, konseptualisasi dan implementasi kerangka maqashid syari’ah, pendekatan ma’ruf, pendekatan mubadalah, pendekatan keadilan hakiki dalam pengetahuan dan kerja-kerja praktis KUPI," kata Masruchah melalui keterangan tertulisnya, Kamis (8/9/2022).

Kemudian kedua, tema keluarga yang mencakup isu-isu mengenai pengembangan konsep keluarga yang berbasis pengalaman jaringan KUPI. Konsep wilayah dalam keluarga, relasi marital, parental, dan familial, dan kekerasan dalam rumah tangga, stunting serta kemiskinan.

Resiliensi keluarga terhadap berbagai tantangan sosial, seperti pornografi, narkoba, radikalisme dan ekstremisme. Termasuk isu-isu khas yang telah menjadi perhatian KUPI, yaitu pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga, pelibatan perempuan dalam merawat bangsa dari ekstrimisme, bahaya pemaksaan perkawinan, bahaya pemotongan genetalia perempuan, dan perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan.

Lalu ketiga, kepemimpinan perempuan. Ini mencakup isu kepemimpinan dan peran perempuan dalam menanamkan pendidikan keislaman, mengokohkan nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan.

Kepemimpinan ulama perempuan di ranah akar rumput, pesantren, dan lembaga atau organisasi keagamaan.

"Serta eksistensi dan otoritas kepemimpinan ulama perempuan dalam kerja-kerja advokasi di hadapan negara, untuk berbagai isu yang melibatkan perempuan dan anak-anak, seperti penguatan ekonomi komunitas, perlindungan buruh migran, difabel, lansia, dan kelompok-kelompok rentan yang lain," ucapnya.

Selanjutnya keempat, gerakan keulamaan perempuan, mencakup isu-isu tentang karakter gerakan KUPI. Pelibatan jaringan muda dan milenial dalam gerakan KUPI, kerja-kerja digital sebagai kerjasama dakwah dan gerakan KUPI, kerja-kerja kultural dan struktural ulama perempuan dalam merespon maraknya politisasi dan komersialisasi agama, serta radikalisme dan ekstremisme kekerasan.

Terakhir kelima, perlindungan dan pemeliharaan alam. Ini mencakup isu-isu pengalaman jaringan KUPI dalam kerja-kerja pelestarian alam, argumentasi teologis untuk kerja-kerja keberlanjutan alam, praktik baik penanganan bencana oleh komunitas lintas agama atau kepercayaan dan kearifan lokal.

"Serta keterlibatan komunitas pesantren dan lembaga pendidikan untuk keberlanjutan alam, pengelolaan sampah demi keberlanjutan alam, dan isu-isu lain yang relevan," tuturnya.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari KUPI I yang diselenggarakan di Cirebon pada tahun 2017. Setelah kongres yang pertama, KUPI yang awalnya merupakan kegiatan sebuah kongres, bertransformasi menjadi sebuah gerakan yang mengakar di tengah masyarakat.

KUPI menjadi momentum historik yang menyatukan inisiatif-inisiatif komunitas dan lembaga-lembaga yang bergerak pada pemberdayaan perempuan, baik di kalangan akademisi, aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, bahkan para aktivis gender.

KUPI juga menginspirasi lahirnya komunitas-komunitas ulama perempuan di berbagai daerah, seperti Komunitas Ngaji Keadilan Gender Islam, Komunitas Mubadalah, simpul dan komunitas ulama perempuan Rahima, jaringan perempuan pengasuh pesantren dan mubalighat, jaringan ibu nyai nusantara, jaringan ning-ning nusantara, dan yang lain.

Baca juga artikel terkait ULAMA PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri