tirto.id - Membaca puisi Kemerdekaan 17 Agustus selain bisa dilakukan sebagai salah satu bentuk kegiatan lomba memperingati HUT RI ke-79 juga bertujuan untuk membangkitkan semangat kemerdekaan dan jiwa nasionalisme.
Dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan RI yang ke-79 pada 17 Agustus 2024, terdapat berbagai kegiatan yang akan dilakukan oleh masyarakat baik di lingkungan rumah, kantor, maupun sekolah, salah satunya adalah membaca puisi tema Hari Kemerdekaan.
Peringatan HUT RI tahun ini telah memasuki usia kemerdekaan yang ke-79 tahun. Berdasarkan pengumuman yang telah dirilis oleh Kementerian Sekretariat Negara, pada perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-79 tema yang akan digunakan ialah “Nusantara Baru Indonesia Maju.”
Kumpulan Contoh Puisi Kemerdekaan 17 Agustus
Berikut disajikan beberapa contoh puisi tentang 17 Agustus untuk memeriahkan perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 pada 17 Agustus 2024. Adapun kumpulan contoh puisi Kemerdekaan ini dikutip dari berbagai sumber, termasuk buku Antologi Puisi Kemerdekaan - Indonesia Maju (2020) oleh Komunitas Muda Bersejarah dan Antologi Puisi Kemerdekaan (2021) oleh Alfin Nirhayatul Islamiyah, dkk.
Contoh Puisi Kemerdekaan Singkat (1)
“Kita Merdeka”
Oleh Agil Ramadhan
Pandemi masih membayangi setiap jiwa dan raga para pribumi
Walau riuh terdengar menggema di seluruh penjuru
Dan sang saka merah putih dengan gagahnya berkibar
Mengobarkan semangat para pemuda dan pemudi bangsa
Yang larut dalam suka cita menyambut kemerdekaan
Untuk tiap tetes keringat dan darah yang dikorbankan para pejuang bangsa
Menopang, hingga bumi pertiwi ini berdiri kokoh
Tak satupun yang berhak merampas semangat kemerdekaan ini
Walau Pandemi yang perlahan membatasi ruang gerak kita
Dan Merebut kebahagiaan dengan orang-orang terkasih
Hari ini kita merdeka!
Bentengi diri dengan nyala semangat yang tak kenal lelah
Tunjukkan kepada para pejuang bangsa, kita layak merdeka
Karena aku, kau dan kita semua adalah indonesia
Merdeka, merdeka, merdeka!
Contoh Puisi Kemerdekaan Singkat (2)
“Merdeka, Kini, dan Nanti”
Oleh Ahmad Suryadi
Merdeka ini adalah upaya yang tak kenal lelah
Usaha yang tak pernah menyerah
Merdeka ini adalah cucuran keringat dan darah
Yang setia mencucur hingga melimpah ruah
Merdeka ini adalah lelah
Lelah yang dirasakan oleh setiap jiwa
Merdeka ini tak mudah digapai
Karena berjuta ton darah raib serta tergadai
Merdeka didapat dengan taruhan nyawa
Demi merdeka jutaan nyawa dan jiwa melayang
Demi merdeka untuk senyum esok yang lebih
Demi merdeka untuk senyum bangsa Indonesia
Demi merdeka ibu pertiwi, kini dan nanti.
Contoh Puisi Kemerdekaan Singkat (3)
“Merah Putih Untuk Pertiwi”
Oleh Alfin Nihayatul Islamiyah
Guratan tinta emas dalam kertas bekas
Memori masa kelam terlintas
Dalam balutan darah yang masih menggenang
Melaju melewati masa menjadi kenangan
Maksud terbuai dalam hati yang luluh
Kisah puluhan tahun yang beradu dalam peluh
Kelu; rasanya hati berdayuh-dayuh
Kertas bekas waktu menjadi rapuh
Merdeka! Diiringi Indonesia raya yang menggema
Air mata yang siap meluncur kapan saja
Penantian di penghujung usia
Akhir kata yang menjadi lega seluruh warga bumiputera
Contoh Puisi Tema Hari Kemerdekaan (4)
“Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini”
Oleh Taufiq Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu,
Yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet
dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain.
Kita harus
Berjalan terus.
Contoh Puisi Tema Hari Kemerdekaan (5)
“Gugur”
Oleh W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya.
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya.
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya.
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya.
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
“Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.”
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah jiwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa.
Orang tua itu kembali berkata:
“Lihatlah, hari telah fajar!"Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!”
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
“Alangkah gembur tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika ia menutup matanya
Contoh Puisi Tema Hari Kemerdekaan (6)
“Kuukir Namamu, Pahlawan”
Oleh Taufiq Affandi
Seperti awan merajut hujan
kusulam namamu di langitku
langit yang Allah bentangkan melalui perihmu
oksigen segar kemerdekaan
yang mengalir dari sesak dadamu
kuhirup seperti aliran sungai surgawi
Seperti akar merambat tanah
kuukir namamu, Pahlawan
dalam-dalam bukan untuk ku kenang
bukan untuk menghiasi bilikku
namun, petuah perjuangan bagiku
Apa yang menggerakkan beranimu?
Apa yang mendobrak takutmu?
Di mana gentar itu?
Tentu saja… tentu saja… ia sirna
pada detik cintamu pada Indonesia terusik
pada detik itu… kekuatan yang tak tampak menguatkanmu
Aku akan berdiam sejenak
di tendamu malam ini beberapa saat saja
hingga kulitku merasakan dinginmu
dan perutku merasakan laparmu
mataku merasakan perihmu
lalu aku akan mengambil
sisa-sisa aura kosmosmu yang menjejak
kuserap dalam pori-poriku
kuhirup sekuat-kuatnya
hingga mengalir ke dalam nadiku
hingga kuharap kau tahu, kini aku yang jaga merdeka itu
Kuukir namamu, Pahlawan
pada gunung, pada laut
pada udara, pada puisi burung
di tiap huruf namamu, Pahlawan
ada suku kata merdeka
ada doa… untukmu
Contoh Puisi tentang 17 Agustus (7)
“Indonesia Telah Merdeka”
Oleh Hernawati
Indonesia telah merdeka
Sudah lama Indonesia merdeka
Merdeka dari penjajahan bangsa Eropa dan Asia
Merdeka dari penjajahan Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan Nippon Pemimpin Asia
Ya, saat ini Indonesia telah merdeka
Merdeka dari belenggu penjajahan Kolonial yang begitu
lama
Merdeka dari belenggu pendudukan militer jepang hingga muncul romusha
Indonesia saat ini telah merdeka, merdeka dari belenggu yang menyiksa
Wahai Indonesiaku tercinta
Belenggu penjajah sudah begitu lama sirna
Biarkan kisah lampau menjadi sejarah bangsa
Kini dirimu telah merdeka
Wahai Indonesiaku tercinta
Jangan sia-siakan kemerdekaan yang telah ada
Kemerdekaan yang kau dapat dengan tumpah darah dan tetesan air mata
Kemerdekaan yang kau dapat dari perjuangan dan pengorbanan pahlawan yang telah tiada
Wahai Indonesiaku tercinta
Tanah airku yang selalu ku puja
Kini engkau telah merdeka
Saat ini Indonesia telah merdeka
Contoh Puisi tentang 17 Agustus (8)
“Negeri Sejuta Pesona”
Oleh Hernawati
Indonesia.. Negeri sejuta pesona
Indonesia.. Negeri damai sentosa
Indonesia.. Negeri yang kucinta
Indonesia tanah air beta
Negeri sejuta pesona, itulah Indonesia
Terbentang luas keindahan yang membuat mata terpana
Membuat diri terpesona dengan indahnya paras bumi nusantara
Oh Indonesia, negeri sejuta pesona
Hamparan keindahan dapat kita jumpai dari Sabang hingga Merauke
Jajaran pulau membentang indah dan memukau
Gunung dan pegunungan ikut serta mempercantik negeri ini
Oh Indonesia, negeri sejuta pesona
Indonesia negeri sejuta pesona
Keindahanmu selalu membuat siapa saja yang melihatmu menjadi takjub terfana
Terdapatnya keindahan alam, beragamnya suku dan kebudayaan
Negeriku Indonesia, negeri sejuta pesona
Contoh Puisi tentang 17 Agustus (9)
“Memang Harus Menderita”
Oleh: Agus Miftakus Surur
Aku bangga terlahir di dunia
Di negeri yang melimpah kekayaan alam raya
Tongkat tertancap berbuah dan berdaun
Rakyat bahagia tawa canda Kian rukun
Negeriku...
Tak ayal cerita kejayaan kerajaan
Mengusik telinga hingga ke penjuru dunia
Bangsa kulit putih terdengar gaung kejayaan
Tercipta niat licik dalam balutan Niaga
Nestapa...
Bagai pohon kelapa di tengah kolam buaya
Janjimu emas kau ambil ladangnya
Tiga setengah abad nestapa melanda
Tak ada dama pada kami semua
Tibalah...
Jepang datang membawa Samurai kemenangan
Sorak gembira lebih dari semenjana
Tapi...
Piala Kau letakkan di tengah belantara
Tanpa bekal penuh hewan siap mangsa
Sekutu tak mau berjalan begitu saja
Gemuruh nabastala porak-poranda
dua Kota
Akhirnya...
Asa merdeka
Indonesia
Contoh Puisi Kemerdekaan (10)
“Karawang Bekasi”
Oleh Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Contoh Puisi Kemerdekaan (11)
“Kembali Tak Ada Sahutan di Sana”
Oleh Abdul Hadi WM
Kembali tak ada sahutan di sana
Ruang itu bisu sejak lama
dan kami gedor terus pintu-pintunya
Hingga runtuh dan berderak
menimpa tahun-tahun penuh kebohongan
dan teror yang tak henti-hentinya
Hingga kami tak bisa tinggal lagi di sana
memerah keputusasaan dan cuaca
Demikian kami tinggalkan janji-janji
gemerlap itu dan mulai bercerai-berai
Lari dari kehancuran yang satu ke kehancuran lainnya
Bertikai memperebutkan yang tak pernah pasti dan ada
Dari generasi ke generasi
Menenggelamkan rumah sendiri
ribut tak henti-henti
Hingga kau tanyakan lagi padaku
Penduduk negeri damai macam apa
kami ini raja-raja datang dan pergi
seperti sambaran kilat dan api
Dan kami bangun kota kami dari beribu mati.
Tinggi gedung-gedungnya di atas jurang
dan tumpukan belulang
Dan yang takut mendirikan menara sendiri
membusuk bersama sepi
Demikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap itu
dan matahari 'kan lama terbit lagi
Contoh Puisi Kemerdekaan (12)
“Satu Kata Merdeka”
Oleh Ikbal Alimuddin
Kita semua adalah pejuang,
Pejuang buat diri kita sendiri,
Memperjuangkan masa depan,
Layaknya para pahlawan kemerdekaan.
Perjuangan memang tak semudah membalikkan telapak tangan.
Karena dibalik perjuangan ada kemerdekaan yang menanti untuk diraih.
Inilah yang juga dilakukan oleh para pahlawan,
Mereka memperjuangkan kemerdekaan dengan bercucuran keringat,
Bertumpah darah,
Mengerahkan seluruh jiwa dan raganya.
Demi satu kata,
“Merdeka.”
Semangat perjuangan para pahlawan
Juga tertanam kuat di diri kita semua.
Dalam meraih impian,
Tidak semuda membalik telapak tangan,
Butuh di terpа,
Butuh berjuang,
Sampai titik darah penghabisan,
Demi satu kata,
“Merdeka.”
Contoh Puisi HUT RI (13)
“Kamilah yang Pantas Merdeka”
Oleh Annuquyah
17 Agustus kembali datang
Banyak sejarah, banyak pengorbanan, banyak peninggalan
Museum yang mengabadikan
Buku sejarah yang menceritakan
Inilah kami tidak takut gugur di medan perang
Tujuan kami bukan kematian melainkan kemerdekaan abadi
Wahai penjajah!
Kedatanganmu memberontak, merampas, mencaci maki dan menyiksa orang-orang tak berdosa
Entah mengapa kata putus asa
Tidak pernah tertulis dalam pendirian kami
Meskipun pada akhirnya kami jadi sejarah
yang mungkin selamanya dikenang
Sebelum itu, darah menjadi minuman kami
Bunyi pistol menjadi syair di setiap derap langkah
Peluru menjadi makanan kami
Ada yang melintas, ada yang diam
Ada yang menembus tubuh memanggil kematian
Tumbuh menjadi pengorbanan
Kami dapatkan kemerdekaan yang kami impikan
Kamilah yang pantas merdeka
Contoh Puisi HUT RI (14)
“Barisan Masa Depan”
Oleh Acep Suhendar
Kami sudah siap bergerak
Kami sudah tak sabar untuk menatap langit
Gerakan kami serentak
Untuk segera menemukan berlian yang terkubur
Nyali kami tak bisa diukur oleh apa pun
Ketika bel mulai berbunyi
Kami akan berlari sekencang-kencangnya
Menyongsong masa baru yang akan datang
Beritakan hal ini pada Bung Karno
Beritakan juga hal ini pada Bung Hatta
Bahwa mereka tak pernah sia-sia menciptakan negeri ini
Bahwa mereka telah berhasil memerdekakan bangsa ini
Kami barisan masa depan bergerak tanpa batas
Lampaui batas kemampuan dan bakat kami
Kami nyawa negeri ini
Kami pondasi bangsa ini
Dan kamilah yang akan memandu ibu bapa
Menuju podium kemenangan sesungguhnya
Contoh Puisi HUT RI (15)
“Realita Kemerdekaan Bersuara”
Oleh Ade Lanuari Abdan Syakura
Buat apa merdeka jika kebebasan berbicara dibungkam?
Kritik ke atas hancur tangan dipasung
Bukankah sebuah suara manusia bernilai kebaikan
Apabila ditanggapi secara bijak?
Sayang tidak bagi kita yang berada di sini
Kritik hanyalah upaya menebar fitnah keji
Untuk menjatuhkan orang lain
Sungguh tak pernah terbayang dalam benak kami
Untuk menebar fitnah di sini
Menghancurkan negeri yang telah lama merdeka dari rongrongan penjajah
Kami hanya ingin memperbaiki negeri ini dengan lisan kami
Kami hanya ingin menyampaikan bahwa kemerdekaan Tak hanya mengusir para penjajah
Melainkan menghancurkan segala hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan
Sehingga memanusiakan manusia bukan lagi menjadi pemanis bibir
Sejatinya menjadi ruh dalam setiap perbuatan mereka
Kami rindu kemerdekaan ini
Di mana nyaris tergenggam pada tangan
Apakah kami bisa menggapainya di masa depan?
Contoh Puisi Kemerdekaan Indonesia ke 79 (16)
“Merdeka itu Mahal”
Oleh Ahza Purnama
Jika kau ingin bebas
Jika kau ingin tak terikat
Jika kau ingin tak tertekan
Jika kau ingin hidup damai
Berarti kau ingin merdeka kawan
Tapi apa yang kau buat
Apakah sudah berkorban
Apakah sudah juang
Apakah sudah perang
Atau hanya berpangku tangan kawan
Tahukah kau Ribuan jiwa runtuh tertimbun
Untuk membebaskan pertiwi dari penjajah keji
Walau darah membanjiri raga kawan
Ingat merdeka itu mahal
Jangan sia-siakan kemerdekaan ini
Merdeka itu tak bisa dibeli
Jangan samakan seperti roti
Merdeka itu sebuah ikatan hati
Dari pejuang untuk pertiwi
Contoh Puisi Kemerdekaan Indonesia ke 79 (17)
“Riwayatmu Kini”
Oleh Aldi Mubarok
Pertiwi di usia renta genap tujuh puluh enam tahun
Masih menjadi budak nafsu bagi mereka si hidung belang
Gunung menyembul, ranum nan rimbun
Sebelum diremas tangan-tangan binal
Bibir sensual, mengalir sungai
Dilumat hingga kering kerontang
Meringis tatkala beton menancap pada tubuh
Derai air mata tak bisa dibendung
Meluap membasahi pori-pori tiap kota
Berontak dari dekapan galak
Berjalan lunglai setengah sadar
Sambil bergumam:
"aku ingin kebebasan; kesejahteraan"
Contoh Puisi Kemerdekaan Indonesia ke 79 (18)
“Kisah Tanah Legenda”
Oleh Ayu Zagita
Manakala kisah terdahulu
Derai-derai merah menutup pertiwi
Pula penuh sesak jeritan pilu
Ulah momok yang menimbun peti
Bara serdadu kian beradu
Menepis ruam pada tungkai yang ruai
Lepas kepung daratan tanpa tandus
Tembang-tembang kemenangan menggema
"Merdeka!"
"Kita Merdeka!"
Tabuh gemuruh sukacita tergambar
Manakala pergumulan landai dan tumbang
Khatam sudah kisah tanah legenda
Lantas dilukis penuh tinta merah
Laksana bulan mengenang malam
Lencana terpatri menembus kalam
Penulis: Ririn Margiyanti
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Ibnu Azis