Menuju konten utama

Kualitas Udara Pekanbaru dan 4 Kota Terdampak Asap Kebakaran Hutan

Data kualitas udara Palembang, Palangkaraya, Pontianak, Pekanbaru dan Jambi pada tanggal 19 dan 20 September 2019 menunjukkan 5 kota itu masih terpapar asap kebakaran hutan dan lahan.

Kualitas Udara Pekanbaru dan 4 Kota Terdampak Asap Kebakaran Hutan
Warga menggunakan masker saat mengendarai sepeda di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Jumat (20/9/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.

tirto.id - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan dan Sumatera telah memicu bencana asap di sejumlah kota. Kabut asap dilaporkan mulai mendatangi Pekanbaru dan Palangkaraya, sejak Juni atau akhir Mei 2019. Sebaran asap kemudian meningkat dan meluas sehingga kualitas udara di Jambi, Palembang, Pekanbaru, Palangkaraya, Pontianak dan sekitarnya kerap memburuk.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeteksi sebaran asap akibat kebakaran hutan di Kalimantan dan Riau bahkan menjangkau Singapura dan Malaysia, 17 September lalu.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kebakaran hutan dan lahan terjadi di 6 provinsi di Kalimantan dan Sumatera. Pada Januari-Agustus 2019, luas area karhutla sudah mencapai 328.724 hektare dan kemungkinan akan bertambah.

Merujuk data BNPB rilisan 20 September 2019, pukul 09.00 WIB, di Kalimantan Tengah terdeteksi masih ada 1.443 titik api, Kalimantan Barat (1.384), Jambi (695), Sumatera Selatan (532), Riau (187) dan Kalimantan Selatan (169). Data jumlah titik api itu kerap berubah secara fluktuatif.

Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) juga menunjukkan fakta tingginya aktivitas titik api dan paparan asap di Kalimantan. Laporan NASA Earth Observatory baru-baru ini memuat foto citra satelit yang menunjukkan hampir semua wilayah Kalimantan diselimuti kabut asap pada 14 September 2019.

"Satelit telah mendeteksi bukti kebakaran di kawasan ini [Kalimantan] pada sepanjang Agustus [2019], tetapi intensitasnya meningkat di pekan pertama September," tulis Adam Voiland, analis NASA.

Foto hasil citra satelit NASA lainnya memperlihatkan sejumlah titik api di area perkebunan sawit yang membikin Kalimantan Tengah dibekap asap, 15 September lalu. Di sekitar daerah dengan lahan gambut pun terindikasi banyak titik api. Kebakaran lahan gambut biasanya menyebarkan banyak gas dan partikel, termasuk karbon dioksida, metana, serta partikel halus (PM2.5).

Hasil simulasi peneliti NASA Earth Observatory pun menyimpulkan, pada 17 September lalu, asap karhutla membawa karbon organik ke sebagian Kalimantan dan Serawak, Riau, Jambi, Singapura, serta hampir separuh semenanjung Malaysia. Konsentrasi tertinggi diperkirakan di Kalteng.

Sementara menurut data Walhi, 149.433 warga di 7 provinsi menderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) akibat asap karhutla pada 2019. Jumlah itu hasil pendataan per 19 September.

Data Kualitas Udara Kota-kota Terdampak Asap Karhutla

Dalam buku Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (IPB, 2018), dijelaskan bahwa dampak utama karhutla ialah persebaran asap yang disertai polutan jenis PM2,5, PM10, Ozon, Nitrogen Dioksida, Sulfur Dioksida dan CO2. Polutan jenis PM termasuk yang bisa bertahan lama di atmosfer dan menyebar secara luas (hlm. 12-14).

PM2,5 dan PM10 pun kerap menjadi parameter utama Indeks Kualitas Udara. Sebab, PM10 dapat masuk paru-paru dan memicu sakit pernapasan. PM2,5 malah bisa menembus penghalang paru-paru serta meresap ke aliran darah, sehingga lebih berbahaya. PM2,5 adalah partikel berdiameter 2,5 mikrometer ke bawah dan sering tidak kasat mata. Adapun PM10, berdiameter 10 mikrometer ke bawah.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menduga PM2,5 sebagai pemicu utama 4,2 juta kematian akibat polusi udara pada 2016. PM2,5 terbukti menyebabkan penyakit kardiovaskular, pernapasan dan kanker. Oleh karena itu, WHO mematok ambang batas PM2,5 dan PM10 di udara, serendah mungkin.

Ambang batas konsentrasi PM2,5 di udara versi WHO ialah 25 mikrogram per meter kubik (μg/m3) pada periode harian. Untuk PM10, ambang batasnya 50 μg/m3 dalam durasi 24 jam (harian).

Berikut ini, data terbaru kualitas udara 5 kota terdampak asap karhutla berdasarkan parameter PM10 atau PM2,5. Info Indeks Kualitas Udara (AQI) ini dari BMKG, KLHK dan Airvisual.

1. Kualitas Udara Palembang

KLHK: Situs iku.menlhk.go.id merilis Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Palembang di angka 99 (Level Sedang), pada 20 September 2019 (15.00 WIB). Artinya, konsentrasi PM10 di udara sebatas memicu jarak pandang turun.

BMKG: Udara Palembang semula terpapar PM10 pada level Sedang (00.00-01.00 WIB), lalu Tidak Sehat (01.00-05.00 WIB), Sangat Tidak Sehat (05.00-06.30 WIB) dan Berbahaya (06.30-09.00 WIB). Konsentrasi PM10 lalu turun hingga menjadi Sedang, pukul 17.00 WIB, Jumat (20/9/2019).

Airvisual: Pada 19 September 2019, pukul 14.00 WIB, konsentrasi PM2,5 di Palembang mencapai 43 μg/m3. Indeks Kualitas Udara (AQI) di angka 153 (Tidak Sehat untuk Kelompok Sensitif).

2. Kualitas Udara Pekanbaru

KLHK: ISPU Pekanbaru mencapai angka 419 (Berbahaya), pada 20 September 2019 (15.00 WIB). Artinya, konsentrasi PM10 di udara Pekanbaru berbahaya bagi semua populasi yang terpapar.

BMKG: Konsentrasi PM10 di Pekanbaru bergerak dari level Berbahaya (00-01.00 WIB), Sangat Tidak Sehat (01.00-07.00 WIB), Tidak Sehat (7.00-14.00 WIB) hingga Sedang dan Baik (15.00-16.00 WIB). Konsentrasi PM10 naik ke level Tidak Sehat, pukul 17.00 WIB, Jumat (20/9/2019).

Airvisual: Pada Kamis (19/20/2019), pukul 14.00 WIB, konsentrasi PM10 di Pekanbaru tercatat mencapai 422,4 μg/m3 dan AQI pada angka 296 (Sangat Tidak Sehat). Konsentrasi PM2,5 sebesar 68 μg/m3.

3. Kualitas Udara Palangkaraya

KLHK: Angka ISPU Palangkaraya mencapai angka 319 (Berbahaya), pada 20 September 2019 (15.00 WIB). Berarti, konsentrasi PM10 di udara Palangkaraya sudah pada level Berbahaya bagi semua populasi yang terpapar.

BMKG: Tidak ada data.

Airvisual: Pada 20 September 2019, pukul 20.00 WIB, konsentrasi PM2,5 di Palangkaraya tercatat mencapai 257 μg/m3. Sedangkan AQI mencapai angka 307 (Berbahaya).

4. Kualitas Udara Jambi

KLHK: ISPU Jambi mencapai angka 159 (Tidak Sehat), pada 20 September 2019 (15.00 WIB). Ini berarti konsentrasi PM10 di Kota Jambi memicu jarak pandang turun dan terjadi penyebaran debu secara luas.

BMKG: Konsetrasi PM10 di Jambi (20/9/2019) bergerak dari level Tidak Sehat (00-10.00 WIB), lalu menjadi Sangat Tidak Sehat (10.30-12.30 WIB). Kemudian turun ke level Tidak Sehat (17.00 WIB).

Airvisual: Pada 20 September 2019, pukul 18.00 WIB, konsentrasi PM2,5 di Jambi mencapai 252,5 μg/m3. AQI tercatat di angka 303 (Level Berbahaya).

5. Kualitas Udara Pontianak

KLHK: ISPU di Pontianak mencapai angka 234 (Sangat Tidak Sehat), pada 20 September 2019 (15.00 WIB). Artinya, konsentrasi PM10 di Pontianak meningkatkan sensitivitas pada penderita asma dan bronkitis.

BMKG: Konsentrasi PM10 di Pontianak (20/9/2019), semula berada di level baik (00.00-5.30 WIB). Namun, memburuk menjadi Berbahaya (09.00-15.00 WIB) dan turun lagi ke level Sangat Tidak Sehat (15.00-17.00 WIB).

Airvisual: Pada Kamis (19/9/2019), pukul 14.00 WIB), konsentrasi PM2,5 di Pontianak mencapai 68 μg/m3. AQI pada angka 157 (Tidak Sehat).

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH