tirto.id - Kreator konten Willie Salim menjadi topik hangat di media sosial setelah ia mengunggah konten kehilangan masakan daging rendang dalam jumlah besar di Palembang. Unggahan ini menyulut reaksi dari warga Palembang. Benarkah Willie Salim dilarang ke Palembang lagi seumur hidup? Simak kronologi kejadiannya.
Willie Salim adalah content creator yang aktif membagikan video-video bertema membantu orang di akun media sosial, seperti konten bagi-bagi uang, bagi-bagi handphone, dan yang terbaru adalah konten masak besar untuk warga. Willie mengunjungi Palembang dan memutuskan untuk masak rendang bagi warga Palembang dengan menggunakan daging dari 1 ekor sapi.
Kronologi Kasus Rendang Willie Salim: Dilarang ke Palembang Lagi?
Kejadian bermula ketika Willie Salim mengunggah YouTube Shorts di akunnya @williesalim dengan caption “Rendang Hilang” pada 21 Maret 2025. Willie yang sebelumnya juga mengunggah konten serupa yang memperlihatkan bagaimana ia membuat konten masak besar di Palembang dengan menu rendang.
Kemudian, ada konten berikutnya yang memperlihatkan rendang tersebut raib bahkan sebelum matang. Hal ini membuat heboh warganet.
Di video tersebut, Willie Salim mengatakan jika ia pergi ke toilet sebentar meninggalkan satu wajan besar berisi daging rendang 1 ekor sapi yang belum selesai dimasak. Ketika kembali, Willie kaget mendapati tidak ada daging bersisa di kuali besarnya itu.
Willie Salim kemudian bertanya pada petugas yang ada di lokasi tempat ia memasak. Petugas tersebut menceritakan jika warga antusias dalam mencicipi masakan Willie. Massa yang diperkirakan ribuan itu mengambil rendang dengan media seadanya ketika Willie sedang tidak berada di tempat.
“Ini aku tinggal bentar ke toilet, tiba-tiba ilang. Gimana ceritanya pak?” tanya Willie Salim ke aparat.
“Tadi saya larang, takut nanti ada apa-apa. Kondisi kompor masih panas. Jangan sampai anak-anak terkena kuah panasnya. Tapi alhamdulillah kita sudah berusaha semaksimal mungkin, lenyap seketika. Gak sampai 1 menit. Ludes!” ujar petugas tersebut, dikutip YouTube Willie Salim.
Willie masih tidak bisa percaya siapa yang mengambil rendang sebanyak itu. Namun aparat dan orang yang dipercaya Willie untuk mengamankan tempat mengaku tidak dapat menghalangi dan mengarahkan antusiasme warga yang ingin mengambil rendang itu meskipun belum matang.
Konten Willie Salim yang kehilangan rendang 1 ekor sapi ini mendapat tanggapan beragam dari warganet dan juga kelompok masyarakat Palembang, termasuk pembawa acara senior asal Palembang, Helmy Yahya.
“Masalahnya orang menduga ini settingan. Ekspresi mukamu nggak terlalu kaget juga. Menurut saya enggak bisa begitu sebagai content creator, pikirkanlah. Nggak semua yang kita lakukan demi mengejar konten, demi mengejar views kita melakukan hal-hal semacam ini.” kata Helmy di unggahan Instagramnya @helmyyahya.
“Apa yang dilakukan sekarang, itu mempermalukan sebagian orang-orang Palembang. Nggak segitunya kali orang Palembang. Tercitrakan ini kan masalah persepsi, wah orang Palembang enggak bisa diatur, rakus, yang belum matang aja diserbu habis, ada yang bawa ember juga. Sehingga orang banyak menduga ini settingan,” papar adik Tantowi Yahya itu.
Polemik rendang Willie Salim ini juga didengar Kesultanan Palembang. Lewat sebuah maklumat yang dibacakan oleh Sultan Mahmud Badaruddin IV, Kesultanan Palembang mendesak Willie Salim untuk melakukan klarifikasi atas videonya tersebut.
Klarifikasi yang dimaksud bukan hanya sebatas permintaan maaf di media sosial, namun juga permintaan maaf resmi sesuai adat Palembang. Willie juga harus menghapus semua video yang berkaitan dengan masak rendang di Palembang di semua akun media sosialnya.
Yang lebih parah, Sultan Mahmud Badaruddin IV juga menegaskan jika Kesultanan Palembang melarang Willie Salim untuk menginjakkan kaki di Palembang seumur hidup.
“Atas nama Kesultanan Palembang Darussalam dan segenap masyarakat Palembang, menyatakan kutukan kepada Willie Salim, dan mengharamkan kedatangannya ke Palembang sepanjang umur hidupnya,” tegas Sultan Mahmud Badaruddin IV, melalui video yang beredar di media sosial.
Penulis: Prihatini Wahyuningtyas
Editor: Dipna Videlia Putsanra