Menuju konten utama

Kronologi Dokter Romi yang Digagalkan Jadi PNS karena Disabilitas

Bupati Solok Selatan mengeluarkan SK Pembatalan kelulusan Romi tiga bulan berselang.

Kronologi Dokter Romi yang Digagalkan Jadi PNS karena Disabilitas
Dokter gigi Romi Sofpa Ismael (kiri) didampingi kuasa hukumnya Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Wenda Rona Putra (kanan) menjawab pertanyaan wartawan setelah memperlihatkan surat keputusan pembatalan kelulusan peserta seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), di Padang, Sumatera Barat, Selasa (23/7/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/pd.

tirto.id - Dokter Gigi Romi harus memendam sementara keinginannya untuk menjadi pegawai negeri sipil. Hal itu menyusul dikeluarkannya surat keputusan dari Bupati Solok Selatan yang menyatakan Romi tidak memenuhi kriteria umum untuk mengabdi lantaran menyandang disabilitas.

"Itu yang menurut kami tindakan itu beraroma diskriminatif terutama karena kapasistas dokter gigi Romi yang disabilitas," kata pengacara publik LBH Padang Wendra Rona Putra saat dihubungi Tirto pada Rabu (24/7/2019).

Romi awalnya mengabdi di Puskesmas Talunan, sebuah puskesmas yang berada di daerah terpencil di Solok Selatan. Romi sudah mengabdi di sana selama dua tahun sejak 2015 sebagai pegawai tidak tetap (PTT).

Namun, di tahun 2016 Romi mengalami paraplegia setelah melahirkan anak keduanya. Akibatnya, tungkai kakinya tak mampu lagi menopang badannya sehingga Romi harus beraktivitas dengan kursi roda.

Namun, tak ada masalah yang dialami Romi selama bekerja dengan kursi roda. Malah pada 2017 ia kembali ditawari untuk memperpanjang kontrak.

Pada 2018, Romi mendapat pengumuman dimulainya seleksi CPNS dan ia mencoba kepiawaiannya.

"Nah dia lolos dengan peringkat terbaik. Waktu itu pengumumannya 31 Desember 2018," kata Wendra.

Selepas pengumuman, Romi mengumpulkan berkas-berkas. Wendra mengaku sempat ada perdebatan di RSUD M.Jamil Padang apakah Romi memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani.

Untuk hal ini, Romi sempat diuji secara khusus dengan simulasi dan peragaan dan itu berhasil Romi lalui.

Kelulusan Romi itu pun diperkuat dengan rekomendasi dari RSUD M. Jamil dan seorang dokter spesialis okupasi di RSUD Arifin Achmad Riau.

Namun, Bupati Solok Selatan mengeluarkan SK Pembatalan kelulusan Romi tiga bulan berselang. Wendra mengatakan, dalam beberapa audiensi membahas hal ini, pemerintah setempat menyangsikan kapasitas Romi.

Selain itu, ada pula argumen yang mengatakan Romi salah jalur. Mereka menilai semestinya Romi mengikuti formasi khusus, bukan formasi umum.

Dalam tes CPNS memang ada formasi khusus untuk enam golongan, antara lain : putra/putri berpredikat cumlaude dari perguruan tinggi dalam atau luar negeri; penyandang disabilitas; putra/putri Papua; diaspora; atlet berprestasi; serta tenaga pendididik dan tenaga kesehatan eks honorer kategori-II.

Atas argumen itu, Wendra menilai ada kesalahpahaman dari pemerintah memaknai jalur umum dan jalur khusus.

"Kalau menggunakan logika berpikir pemda, kalau disabilitas harus formasi khusus, berarti putra putri Papua [dan empat kategori lainnya] juga enggak boleh ikut jalur umum? Itu logika pemahaman yang keliru," ujar Wendra.

"Sah-sah saja dong kalau mereka bisa bersaing dengan kelompok non-disabilitas? Dan Itu dibuktikan dengan dia [Romi] lulus dengan nilai terbaik," lanjutnya.

Dia khawatir jika kasus Romi dibiarkan, maka penyandang disabilitas di daerah lain juga akan terenggut haknya untuk bekerja.

Sehingga, kini Romi dan LBH Padang sedang menyiapkan gugatan PTUN untuk menguji keabsahan surat keputusan pembatalan kelulusan Romi tersebut.

"Kemungkinan minggu depan, akhir juli akan didaftarkan ke pengadilan tata usaha negara padang," ujar Wendra.

Baca juga artikel terkait DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Nur Hidayah Perwitasari