Menuju konten utama

Kriminalisasi "Tampang Boyolali" Tak Baik untuk Demokrasi

Menjadikan jalur hukum sebagai upaya balas dendam dianggap memperburuk alur pesta demokrasi.

Kriminalisasi
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto memberikan sambutan di Pondok Pesantren Attauhidiyah di Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (30/9/2018). ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

tirto.id - Prabowo Subianto dilaporkan ke polisi warga Boyolali bernama Dakun yang ditemani pengacaranya, Muannas Al-Aidid. Dakun merasa dirugikan dengan ucapan Calon Presiden nomor urut 02 itu tentang "tampang Boyolali".

Laporan itu terkait dengan candaan Prabowo dalam pidatonya di Boyolali pada Selasa, 30 Oktober 2018. Ketua umum Partai Gerindra itu berkelakar, orang berparas Boyolali bisa diusir dari hotel mewah karena kesan golongan miskin.

"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Karena tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang Boyolali ini. Betul?" kata Prabowo yang kemudian dijawab "Betul" oleh sebagian orang dalam acara peresmian Posko Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno itu.

Rekaman video pidato Prabowo itu dipotong jadi sekitar 6 menit dan tersebar di media sosial. Beberapa pihak yang tidak hadir secara langsung ketika Prabowo berpidato, turut merasa tersinggung.

Kuasa hukum Dakun, Muannas Al-Aidid menyatakan laporan ini didasari hukum yang jelas. Prabowo dilaporkan atas dugaan mendistribusikan informasi elektronik yang bermuatan kebencian Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A UU Nomor 19/2016 tentang ITE dan atau Pasal 4 huruf b angka 2 juncto Pasal 16 UU Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 156 KUHP.

Berdasarkan aturan tersebut, Prabowo bisa jadi lolos dari UU ITE karena bukan dia sendiri yang menyebarkan video pidatonya. Namun, ia tetap berpotensi terjerat delik diskriminasi ras dan etnis.

"Itu tindak pidana yang disampaikan melalui pidato yang sarat kebencian kepada etnis tertentu," kata Muannas kepada reporter Tirto, Senin (5/11/2018).

Infografik Save Boyolali

Muannas menganggap, Prabowo mencoba meraup dukungan politik dengan cara yang buruk, yakni mendiskreditkan pihak tertentu. Pelaporan tersebut menurut Muannas, agar para kontestan Pilpres 2019 tidak menggunakan cara atau kata-kata negatif untuk meraih kemenangan.

"Ini kami ingatkan ada tindak pidana agar orang berhati-hati dan dia kan orang yang bisa jadi pemimpin kita. Ini berlaku pada siapa pun, termasuk Pak Jokowi,” kata Muannas yang juga simpatisan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Jangan Gunakan Jalur Hukum Untuk Balas Dendam

Kasus pelaporan terhadap Prabowo pun masih ditangani penyelidik Polda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menjelaskan laporan itu masih dipelajari unsur pidananya.

"Kalau bukan pidana, akan kami hentikan penyelidikannya," tegas Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta.

Terkait apakah laporan itu akan dialihkan pada Bawaslu atau tidak, Argo belum bisa memberi kepastian. Yang jelas, Polda Metro Jaya tengah menjalin koordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dia juga tidak memberi kepastian apakah kasus laporan pidana pada Prabowo ini akan ditangguhkan atau tidak.

"Nanti penyidik yang lebih memahami dan mengetahui seperti apa," ucapnya.

Sedangkan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai laporan pidana terhadap Prabowo terlalu berlebihan. Seharusnya masalah itu bisa diselesaikan hanya dengan teguran dari Bawaslu, apabila memang menyangkut pelanggaran pemilu.

"Tidak semua hal juga harus dipidana," kata Fadli kepada reporter Tirto.

Bila kubu Jokowi-Ma’ruf ingin menyingkirkan Prabowo dari bursa capres dengan laporan pidana, menurut Fadli, hal itu akan menghadirkan sistem demokrasi yang tidak baik.

Namun, Fadli menyatakan kubu Prabowo tidak perlu khawatir. Selain karena nama Prabowo tidak akan dicopot dari nama capres, tentunya calon tunggal tidak bisa diterima dalam sistem pemilu demokrasi.

"Dia tetap bisa terpilih. Kalau memang dia dipidana dan dia terpilih dan dia menang, nanti setelah terpilih akan diganti dengan mekanisme pergantian presiden,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dieqy Hasbi Widhana