tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa hingga saat ini pihaknya belum akan memanggil Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor terkait operasi tangkap tangan (OTT) pada pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Pihak KPK mengungkapkan, belum ada penetapan Gus Muhdlor dalam daftar pencarian orang (DPO). "Konpers kemarin tidak atau belum," kata Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada reporter Tirto, Rabu (31/1/2024).
Nawawi menegaskan, KPK akan melakukan penyidikan lebih lanjut. Sehingga, pengembangan masih dilakukan untuk mencari bukti penerimaan setoran Gus Muhdlor pada kasus pemotongan pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo
Menurut Nawawi, sejauh ini bukti yang dimiliki penyidik belum mengarah untuk pemanggilan Gus Muhdlor.
"Sepenuhnya menjadi pertimbangan satgas sidiknya," tutur Nawawi.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkapkan konstruksi perkara kasus korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo. Setidaknya terdapat 11 tersangka yang diamankan dari kasus korupsi ini.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berujar, para pelaku terdiri dari Siska Wati selaku Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo, Agung Sugiarto selaku suami Siska Wati sekaligus Kabag Pembangunan Sekretariat Daerah Sidoarjo, Robith Fuadi selaku pihak swasta sekaligus kakak ipar Bupati Sidoarjo.
Kemudian, Aswin Reza Sumantri selaku asisten pribadi Bupati Sidoarjo, Rizqi Nourma Tanya selaku Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo, Sintya Nur Afrianti selaku Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo.
Lalu, Umi Laila selaku pimpinan cabang Bank Jatim, Heri Sumaeko selaku Bendahara BPPD Pemkab Sidoarjo, Rahma Fitri selaku fungsional BPPD Pemkab Sidoarjo, Tholib selaku Kabid BPPD Pemkab Sidoarjo, serta Nur Ramadhan selaku anak Siska Wati.
"Tim penyidik menahan tersangka SW [Siska Wati] untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Januari-14 Februari 2024 di Rutan Cabang KPK," ucap Ghufron saat konferensi pers, Senin (29/1/2024).
Ia menyebutkan, kasus korupsi itu bermula saat BPPD Kabupaten Sidoarjo mendapatkan pendapatan pajak Rp1,3 triliun. Atas perolehan ini, para aparatur sipil negara (ASN) BPPD Kabupaten Sidoarjo bakal mendapatkan dana insentif.
Siska Wati kemudian memotong dana insentif dari para ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo. Menurut Ghufron, pemotongan itu salah satunya mengalir ke Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo.
"Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud diantaranya untuk kebutuhan Kepala BPPD [Kabupaten Sidoarjo] dan Bupati Sidoarjo," kata Ghufron.
Kepada para ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati terang-terangan mengaku bahwa akan ada pemotongan insentif. Namun, ia melarang para ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo untuk membahas pemotongan insentif itu, termasuk dibahas di aplikasi WhatsApp.
Kata Ghufron, Siska Wati memotong 10-30 persen insentif para ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo.
"Penyerahan uangnya dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat," ungkap Ghufron.
Pada 2023, Siska Wati mendapatkan uang hingga Rp2,7 miliar dari pemotongan dana insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Dwi Ayuningtyas