tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Senin (11/9/2017). Dalam rapat tersebut, KPK memaparkan tugas supervisi mereka yang menjadi pertanyaan dari Komisi III pada RDP 17 April lalu.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan pihaknya telah melakukan supervisi ke Polri dan kejaksaan terkait dengan pencegahan, serta pengawalan ke daerah terkait dana desa.
"Dalam periode Januari sampai 31 Agustus 2017 kami telah menerima SPDP Tipikor yang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan sebanyak 792 perkara," kata Saut di Komplek DPR Senayan, Senin (11/9).
Ia mengatakan, dari seluruh perkara tersebut, ada 268 perkara diterima dari kepolisian dan 524 perkara diterima dari Kejaksaan.
Menurut Saut, KPK juga telah melakukan penguatan fungsi Kejaksaan dan Kepolisian dalam menangani tindak pidana korupsi (Tipikor) melalui tiga hal, yakni:
Pertama, melakukan fasilitasi ahli dalam penyidikan dan penuntutan Tipikor. Kedua, bantuan melakukan koordinasi dengan lembaga atau instansi terkait: BPK, MA, BPKP, PPATK, LPSK dan LKPP. Ketiga, menggelar rapat koordinasi atau gelar perkara dengan penyidik dan Jaksa Penuntut Umum.
Meskipun begitu, Saut menerangkan ada sejumlah kendala dalam melakukan supervisi dengan Kepolisian dan Kejaksaan di antaranya, tidak ada sinergitas antar instansi terkait.
Mengenai pengawalan dana desa, Saut memaparkan KPK mendorong pelaksanaan kajian KPK tahun 2015 mengenai pengelolaan dana eks-PNPM sebesar Rp10 triliun.
"Kami juga menghubungkan pelaksanaan dana desa dengan Kemendes, Kemendagri, BPKP, Kemenkeu, dan Pemda Kabupaten," kata Saut.
Sebelumnya dalam RDP dengan Kejaksaan Agung hari ini juga (11/9), Komisi III DPR mengkritik perihal tugas supervisi KPK yang tidak berjalan.
"Saya ingin mengutip catatan ICW, sahabat kita, anak muda hebat, KPK memiliki kelemahan supervisi," kata Anggota Komisi III Akbar Faisal saat RDP dengan Kejaksaan Agung, di DPR, Senin (11/9).
Menurut Faisal, hal itu melanggar Pasal 6 UU KPK. Ia pun menyatakan salah satu temuannya dari kelemahan supervisi KPK adalah OTT Jaksa di Pamekasan.
Namun hal itu dibantah oleh Jaksa Agung HM Prasetyo. Menurutnya, KPK tidak wajib melaporkan upaya hukum mereka ke Kejaksaan.
"Melainkan, koordinasi mereka ketika mereka kalah di praperadilan. Contohnya perkara korupsi di Nganjuk. Kasus Budi Gunawan juga begitu. Diselesaikan di Kejaksaan," kata HM Prasetyo, di DPR, Senin (11/9).
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto