Menuju konten utama

KPK Mesti Cepat Usut Perkara Hasto, Praperadilan Bukan Halangan

KPK bisa tetap melanjutkan proses pemeriksaan terhadap Hasto, meski praperadilan kedua tengah diajukan.

KPK Mesti Cepat Usut Perkara Hasto, Praperadilan Bukan Halangan
Hakim tunggal Djuyamto memimpin sidang putusan praperadilan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/2/2025). Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Djuyamto menolak permohonan praperadilan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sehingga status tersangkanya dalam kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan dianggap sah. ANTARA FOTO/Fauzan/Spt.

tirto.id - Proses hukum atas kasus suap dan perintangan penyidikan dalam perkara Harun Masiku dengan tersangka Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, masih terus bergulir. Usai upaya praperadilan yang diajukannya kandas, Hasto kini mengajukan praperadilan kedua.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto, mengonfirmasi bahwa sidang perdana atas permohonan praperadilan kedua Hasto akan digelar pada Senin (3/3/2025) mendatang. Kali ini, Hasto mengajukan dua gugatan sekaligus terkait status tersangkanya dalam dua kasus berbeda.

"Sidang pertama untuk agenda panggilan para pihak dijadwalkan pada Senin tanggal 3 Maret 2025," kata Djuyamto dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).

Sementara itu, KPK dengan berbekal putusan praperadilan yang pertama memastikan bakal memanggil kembali Hasto. Dia akan diperiksa kembali sebagai tersangka pada Kamis (20/2/2025) pekan ini.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan bahwa penyidik telah melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Hasto. Surat panggilan tersebut dikirimkan usai Hasto mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan pada Senin (17/2/2025).

Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, mengatakan bahwa permohonan penundaan pemeriksaan itu dilayangkan lantaran kliennya tengah mengajukan praperadilan kedua.

"Betul ada surat panggilan untuk hari Senin, tapi kami akan mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan karena pada hari Jumat [sebelumnya], kami telah mengajukan praperadilan kembali, pasca tidak diterima dalam putusan Kamis kemarin, yang kami nilai harus mengajukan dua permohonan praperadilan, bukan digabungkan dalam satu permohonan praperadilan," kata Ronny dalam keterangan tertulis, seperti dilaporkan Tirto, Selasa (18/2/2025).

Pengajuan praperadilan sebenarnya merupakan hal wajar dan hak dari individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum. Tersangka bisa mengajukan praperadilan jika merasa penetapannya tidak benar atau menyalahi prosedur.

Meski demikian, pengajuan praperadilan untuk kedua kalinya bisa bikin proses hukum jadi berbelit-belit. Dalam konteks ini, hal itu membuat pengusutan atas buronnya Harun Masiku jalan di tempat.

Direktur Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menilai bahwa Hasto seharusnya menghormati proses hukum, walaupun praperadilan merupakan haknya.

“Di mana kalau syarat formilnya atau ketentuan sesuai hukum acaranya, kemudian dia tidak memenuhi unsur apa yang didalilkan, maka secara material, apa yang ada di dalam Undang-Undang Tipikor kemudian diputuskan seperti itu. Nah, ini sekali lagi, lebih kepada sejauh mana proses hukum yang dilakukan,” ungkap Satria saat dihubungi Tirto, Selasa (18/2/2025).

Posisi Praperadilan dalam KUHAP

Permohonan praperadilan Hasto yang kedua lantas memunculkan diskursus hukum. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman, mengatakan bahwa ada dua pendapat terkait permohonan praperadilan kedua.

Pendapat pertama mengatakan bahwa seseorang tak bisa mengajukan praperadilan untuk kali kedua. Praperadilan hanya bisa diajukan lagi ketika proses hukum sudah di level penanganan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Apa dasar yang pertama ini mengatakan demikian? Karena, tidak ada pengaturannya secara jelas di dalam KUHAP [Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana]”, kata Zaenur kepada reporter Tirto, Selasa (18/2/2025).

Pendapat kedua mengatakan bahwa asas ne bis in idem tidak berlaku dalam praperadilan lantaran belum masuk pokok perkara. Dengan begitu, praperadilan bisa diajukan lebih dari sekali.

Seturut penjelasan dalam laman Hukum Online, yang dimaksud dengan ne bis in idem adalah asas yang melarang seseorang diadili lebih dari sekali atas perkara yang sama. Asas ini berlaku dalam hukum pidana maupun perdata.

Laman Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menjelaskan bahwa asas ne bis in idem dimaksudkan untuk melindungi individu dari penghukuman berkali-kali atas suatu perbuatan.

Mengapa asas ne bis in idem tidak ada dalam praperadilan? Karena, dalam praperadilan, tersangkalah yang menjadi pihak yang memohonkan dan menuntut. Apabila prinsip ne bis in idem dipakai, maka yang harus dilindungi justru posisi aparat penegak hukum dan hal ini bertentangan dengan maksud prinsip tersebut.

“Nah, soal nanti yang benar itu menjadi kewenangan dari hakim untuk memutuskan. Tetapi, seorang tersangka boleh [mengajukan praperadilan lebih dari sekali]. Jadi, silakan Hasto Kristiyanto mengajukan praperadilan lagi, haknya. Itu merupakan hak seorang tersangka,” sambung Zaenur.

Zaenur menaksir pengajuan praperadilan Hasto yang kedua tak berarti untuk menunda-nunda pemeriksaan. Kalaupun ada niat untuk mengulur pemeriksaan, menurut Zaenur, KPK seharusnya tidak dibatasi oleh praperadilan.

Itu artinya KPK bisa tetap melanjutkan proses pemeriksaan terhadap Hasto, meski praperadilan kedua tengah diajukan. Pasalnya, status tersangka Hasto tetap sah secara hukum sampai status itu dibatalkan.

“Kalau dia [status tersangka] tidak dibatalkan maka dia sah. Apalagi, kemarin sudah ada putusan tidak dapat diterima, NO gitu ya. Maka status tersangkanya sah. Oleh karena itu, KPK jangan lama-lama, segera selesaikan BAP-nya. Lakukan pemeriksaan, panggil lagi kalau dibutuhkan. Kalau tidak hadir, panggil lagi. Kalau tidak hadir, jemput paksa,” jelas Zaenur.

KPK Mesti Gerak Cepat

KPK semestinya memang tidak boleh banyak beralasan dalam memproses perkara. Misalnya berdalih tersangka tidak kooperatif karena mengajukan praperadilan. Menurut Zaenur, praperadilan tidak seharusnya mengesampingkan proses penyidikan sehingga proses penyidikan bisa jalan terus.

“Kalau KPK bisa cepat menyelesaikan penyidikannya, kemudian mengajukan penuntutan. Ketika KPK mengajukan perkara ini ke pengadilan, artinya nanti akan diperiksa pokok perkaranya,” ujar Zaenur.

Dengan demikian, ketika perkara Hasto diajukan ke pengadilan untuk diajukan penuntutan, maka praperadilan yang diajukannya otomatis gugur. Oleh karenanya, KPK mesti bergerak cepat. Jangan sampai kasus ini menimbulkan polemik yang berlarut-larut dan memunculkan kecurigaan politisasi dari PDIP.

“Untuk timbulnya kepastian hukum, kasus ini harus cepat, harus diprioritaskan. KPK harus mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan perkara ini agar ada kepastian hukum dan agar KPK bisa menjawab berbagai tudingan-tudingan,” tegas Zaenur.

Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini, pun sepakat dengan pendapat Zaenur. Menurutnya, kasus ini sebaiknya segera dilimpahkan ke pengadilan.

“Walaupun diajukan kembali praperadilan. Mengingat praperadilan itu singkat, dalam 7 hari sudah harus ada putusan. Lagian, tidak ada aturan juga yang menyatakan bahwa harus menunggu putusan praperadilan. Yang ada justru praperadilan bisa saja gugur manakala pokok perkara sudah mulai disidangkan [sesuai putusan MK 2015],” beber Orin kepada Tirto, Selasa (18/2/2024).

Lebih jauh, Orin mengatakan bahwa KPK seharusnya segera melimpahkan kasus Hasto itu ke pengadilan bilamemang tidak menyalahi prosedur. Hal itu agar tersangka segera mendapat keadilan dan kepastian hukum.

Senada dengan Zaenur, Orin pun menekankan agar pengajuan praperadilan kedua seolah-olah menjadi penghalang.

“KUHAP saat ini tidak mengatur tentang batas praperadilan. Yang ada adalah putusan praperadilan tidak bisa dilakukan upaya hukum. Yang membuat dia dapat mengajukan kembali adalah akibat dari putusan hakim yg NO [tidak dapat menerima], bukan menolak”, kata Orin menjelaskan.

Satria dari Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya menilai bahwa kasus Hasto ini akan menjadi batu uji bagi KPK terkait sejauh mana dapat menjalankan kewenangannya.

Di sisi lain, KPK mesti berupaya sekuat tenaga, melalui saluran diplomatik maupun saluran-saluran lain, untuk mencari Harun Masiku.

“Khawatirnya di dalam konteks Harun Masiku ini ada kaitan dengan kekuasaan yang lebih tinggi. Sehingga, kenapa sampai hari ini Harun Masiku tetap aman di dalam proses pelariannya,” ujar Satria.

Baca juga artikel terkait PEMBERANTASAN KORUPSI atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Fadrik Aziz Firdausi