Menuju konten utama

KPK Geledah Rumah Dirut PLN Sofyan Basir Terkait Suap PLTU Riau-1

Tidak tertutup kemungkinan KPK akan menggeledah kembali sejumlah tempat selain rumah Direktur PLN Sofyan Basir untuk mendapat bukti perkara.

KPK Geledah Rumah Dirut PLN Sofyan Basir Terkait Suap PLTU Riau-1
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Dirut PLN Sofyan Basir, Minggu (15/7/2018). Penggeledahan ini dilakukan berkaitan dengan kasus suap korupsi PLTU Riau-1.

"Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Minggu.

Hingga saat ini, tim masih melakukan penggeledahan di kediaman Sofyan. Febri menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan KPK akan menggeledah kembali sejumlah tempat selain rumah bos PLN tersebut untuk mendapat bukti terkait perkara. Ia mengimbau agar semua pihak kooperatif dan tidak menghambat proses penyidikan.

"Kami harap pihak-pihak terkait kooperatif dan tidak melakukan upaya-upaya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas penyidikan ini," kata Febri.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 13 Juli lalu yang mengamankan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, pemilik saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo, Tahta Maharaya (staf sekaligus keponakan Eni), Audrey Ratna (staf Johannes), Bupati Temanggung terpilih sekaligus suami Eni: M. Al Khafidz, dan beberapa pihak. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp500 juta.

Berdasarkan hasil pemeriksaan 1x24 jam usai penangkapan, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan pemilik saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers menyatakan keduanya terbukti memberi dan menerima suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

“Ada dugaan persekongkolan dan penerimaan uang sebagai commitment fee terkait proyek salah satu proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt,” jelas dia di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

KPK menduga, uang Rp500 juta merupakan komitmen fee dari Johannes kepada Eni yang telah memuluskan proses kerja sama dalam proyek pelaksanaan pembangunan PLTU Riau-1. Selain Rp500 juta, diduga ada penerimaan sebelumnya yakni pada bulan Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebesar Rp2 miliar, dan Rp300 juta pada 8 juni 2018. Semua pemberian tersebut diduga melibatkan staf dan anggota keluarga para tersangka.

Eni disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1.

Sementara itu, KPK menyangka Johannes melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari