Menuju konten utama

Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Ditetapkan Tersangka

Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno dalam kasus dugaan suap terkait proyek PLTU Riau-1.

Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Ditetapkan Tersangka
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) Buton Selatan, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/5/2018). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dari kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Rumah Dinas Menteri Sosial Idrus Marham, Jumat (13/7/2018) sore.

Kedua tersangka adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR periode 2014-2019 Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers menyatakan keduanya terbukti memberi dan menerima suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

“Ada dugaan persekongkolan dan penerimaan uang sebagai commitment fee terkait proyek salah satu proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt,” jelas dia di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Eni ditetapkan KPK sebagai penerima suap, ia diduga menerima Rp500 juta dari Johannes. Uang itu merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dengan nilai proyek senilai Rp4,8 miliar.

Penerimaan uang kali ini ialah yang keempat kalinya, lanjut Basaria, pengambilan dilakukan berturut-turut yaitu pada Desember 2017 (Rp2 miliar), Maret 2018 (Rp2 miliar), Juni 2018 (Rp300 juta), dan kemarin (Rp500 juta).

“Diduga, uang diberikan JBK kepada EMS melalui keluarga dan staf,” terang Basaria. Peran Eni dalam proyek itu untuk memuluskan penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Selain uang tersebut, KPK mengamankan barang bukti lain berupa tanda terima uang sebesar Rp500 juta.

Setelah melakukan pemeriksaan dan Gelar perkara dalam waktu 1x24 jam, Basaria menambahkan pihaknya menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah oleh penyelenggara negara secara bersama-sama terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU tersebut.

Kemudian, dari 13 orang yang ditangkap KPK, 11 di antaranya ditetapkan menjadi saksi dan kini masih dalam pemeriksaan yakni staf dan keponakan dari Eni, Tahta Maharya, Sekretaris Johannes, Audrey Ratna Justianty, suami Eni, Muhammad Al-Khafidz, dan delapan orang lainnya yang berprofesi sebagai sopir, ajudan, staf Eni, dan pegawai PT Samantaka.

Akibat perbuatannya, Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf A atau huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu Johannes dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf A atau huruf B atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Sektor energi yang melingkupi hajat hidup orang banyak, menjadi perhatian serius bagi KPK,” tutur Basaria. Ia berharap agar para penyelenggara negara tidak meminta atau menerima suap, serta tidak memperjualbelikan pengaruh dengan kewenangan yang dimiliki.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Agung DH