tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah dan menangkal (tangkal) lima orang dalam kasus e-KTP untuk berpergian ke luar negeri.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, KPK telah mengirimkan surat pada Imigrasi pada akhir September 2016 lalu guna meminta dilakukan pencegahan terhadap sejumlah orang di kasus KTP-E dalam enam bulan mendatang terhitung sejak tanggal dikeluarkannya surat tersebut.
Dua di antara lima yang ditangkal adalah dua tersangka dalam kasus tersebut yakni Irman dan Sugiharto, keduanya merupakan pejabat Kemendagri.
"Selain dua orang tersangka, kami minta tiga orang lainnya juga dicegah, yaitu Isnu Edhi Wijaya, Anang Sugiana, dan Andi Agustinus," kata Febri di Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Menurut Febri alasan tangkal terhadap lima orang saksi tersebut karena mereka dibutuhkan keterangannya dalam penyidikan kasus e-KTP.
Isnu Edhi Wijaya diketahui sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Anang Sugiana sebagai Direktur Utama PT Quadra Solution, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri.
KPK menjadwalkan menghadirkan delapan saksi dalam sidang kedua pada Kamis (16/3) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Karena tidak ada eksepsi dari pihak terdakwa kami berencana akan menghadirkan delapan saksi dalam persidangan kedua. Belum kami bisa sebutkan namanya," ucap Febri.
Febri mengatakan dari koordinasi yang sudah dilakukan KPK bahwa pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan dalam 90 hari kerja ke depan.
"Jadi, 90 hari kerja ke depan mulai dari pembacaan dakwaan, kami akan hadirkan total 133 saksi pada persidangan," tutur Febri.
Menurut Febri, KPK akan mendalami beberapa fakta-fakta yang memang sudah dimunculkan dalam dakwaan dan informasi-informasi lain yang kami harap bisa selesai dalam waktu 90 hari kerja.
Dalam persidangan pertama terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), staf Kemendagri, auditor BPK, swasta hingga korporasi yang menikmati aliran dana proyek KTP-E tersebut.
Seperti dikabarkan Antara, pemeriksaan saksi dibutuhkan untuk membuktikan imbalan yang diperoleh oleh anggota DPR dan pihak lain karena menyetujui anggaran KTP-E pada 2010 dengan anggaran Rp5,9 triliun. Adapun kesepakatan pembagian anggarannya adalah:
1. 51 persen atau sejumlah Rp2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek.
2. 49 persen atau sejumlah Rp2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada:
a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp365,4 miliar.
b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp261 miliar.
c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp574,2 miliar.
d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp574,2 miliar.
e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp783 miliar.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH