Menuju konten utama

KPK Bisa Jerat Ulang Paman Birin Asal Serius & Tak Ogah-ogahan

KPK diharapkan bertindak lebih cepat dan tegas saat berupaya menjerat ulang Sahbirin Noor sebagai tersangka korupsi.

KPK Bisa Jerat Ulang Paman Birin Asal Serius & Tak Ogah-ogahan
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, berpamitan kepada ASN lingkup Pemprov Kalsel usai menyatakan diri mundur dari jabatan sebagai Gubernur Kalimantan Selatan, Rabu (13/11/2024) (ANTARA/ HO Biro Adpim Kalsel)

tirto.id - Sahbirin Noor tampaknya memang lihai dan licin seperti belut. Setelah lolos operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini ia bebas dari status tersangka usai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan sebagian permohonan praperadilan Sahbirin Noor. KPK seperti dipermainkan dan kalah telak dari Gubernur Kalimantan Selatan itu.

Sebelumnya, Paman Birin – sapaan akrab Sahbirin – yang juga paman dari pengusaha batu bara ternama, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, sudah dinyatakan melarikan diri oleh KPK. Pasalnya, Sahbirin tidak terlihat batang hidungnya meski KPK melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga sebagai tempat persembunyian: seperti kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadi.

Paman Birin juga tidak lagi datang ke kantor dan melaksanakan tugasnya di Kantor Gubernur Kalsel, sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK di awal Oktober 2024.

Tetiba, Sahbirin justru nongol di hadapan publik sehari sebelum pengumuman putusan praperadilan oleh PN Jaksel yang dibacakan pada Selasa (12/11/2024). Sahbirin memimpin apel Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor Gubernur Kalsel, Senin (11/11). Besoknya, hakim tunggal Afrizal Hady menyatakan status tersangka Paman Birin dibatalkan secara hukum.

Hakim tunggal menyatakan perbuatan KPK menetapkan Sahbirin sebagai tersangka adalah sewenang-wenang sebab tak sesuai prosedur hukum. Surat perintah penyidikan (sprindik) tanggal 7 Oktober 2024 dan surat SPDP tanggal 9 Oktober 2024 yang dikeluarkan KPK juga dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Afrizal menyatakan bahwa permohonan praperadilan Sahbirin tetap dilanjutkan karena KPK tidak menetapkannya sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). KPK juga dianggap hakim tunggal tidak serius menjerat Sahbirin.

Dalil bahwa Sahbirin telah melarikan diri dinilai tidak didasari pada bukti pemanggilan dan upaya paksa menyampaikan pemanggilan sesuai prosedur. Penetapan status tersangka terhadap Sahbirin turut dinilai tidak sesuai prosedur karena dilakukan tanpa pemeriksaan sebelumnya.

Usai keluar putusan praperadilan, Paman Birin kembali muncul. Rabu (13/11/2024), Sahbirin mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Gubernur Kalimantan Selatan pada sisa masa jabatan periode kedua.

Ia sudah berpamitan dengan para pegawai aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemprov Kalsel pada Rabu (13/11/2024). Ia berpamitan bersama sang istri Hj. Raudatul Jannah, Ketua Tenaga Ahli Gubernur, Noor Aidi, dan Staf Ahli Gubernur, Agus Dyan Nur.

"Alhamdulillah, hari ini kita dapat berkumpul, berkajutan. Alhamdulillah dalam keadaan sehat wal alfiat," kata Sahbirin memulai sambutan sebagaimana dikutip Antara, Rabu (13/11/2024).

Sahbirin Noor

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (peci hitam) bersalaman dengan aparatur sipil negara (ASN) usai apel pagi di Halaman Kantor Gubernur Kalsel, Kota Banjarbaru, Senin (11/12/2024). (ANTARA/HO-Pemprov Kalsel)

KPK Memang Ogah-ogahan

Keraguan publik akan keseriusan KPK dalam menangani kasus Paman Birin terbukti sudah. Sejak awal, masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi melihat KPK ogah-ogahan dan menahan diri dalam menangani kasus ini.

Sebagai informasi, Sahbirin merupakan salah satu dari tujuh tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek di Provinsi Kalsel tahun 2024-2025.

Kasus ini terungkap lewat OTT yang dilakukan KPK awal Oktober lalu. Dari operasi tangkap tangan itu, KPK menyita uang sebanyak Rp12 miliar. Sahbirin lolos dari OTT yang dilakukan KPK hingga akhirnya diumumkan sebagai salah satu tersangka.

Dalam sidang praperadilan yang diajukan Sahbirin, KPK menyatakan bahwa orang nomor satu di Kalsel ini menghilang dan mencoba melarikan diri. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahkan menyatakan telah mempersiapkan penjabat (Pj) Gubernur untuk menggantikan Paman Birin yang raib.

KPK menduga ada kejanggalan atas kemunculan Sahbirin secara tiba-tiba sehari sebelum agenda putusan praperadilan.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2024) menyatakan, kemunculan Sahbirin usai dinyatakan hilang oleh KPK merupakan upaya untuk mematahkan argumen bahwa dia telah melarikan diri. Sebab, KPK berargumen bahwa Sahbirin tidak bisa melakukan praperadilan sebab berstatus hilang atau melarikan diri.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).

“KPK menyayangkan putusan praperadilan atas pemohon SHB selaku Gubernur Kalimantan Selatan di mana dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan tersebut KPK menetapkan tersangka pada tahap awal penyidikan dengan minimal dua alat bukti,” ungkap Tessa mengomentari kemenangan Sahbirin di praperadilan.

Apakah artinya peluang KPK menangkap Paman Birin pupus total? Semua tergantung pada keseriusan dan kesungguhan KPK.

Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan sebetulnya mudah saja bagi KPK menetapkan ulang Sahbirin Noor sebagai tersangka. Ia menilai, upaya praperadilan berfokus pada keabsahan prosedur yang dijalankan. Artinya, jika KPK memperbaiki penetapan tersangka menjadi sesuai prosedur, Sahbirin bisa dijerat ulang.

“Kesalahan proses bisa diulangi dengan proses yang benar, karena putusan praperadilan itu tidak menghapus substansi materi perkara. Perbuatan jahat tetap ada, tinggal mengulangi prosedur yang benar,” kata Abdul Fickar kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).

Setuju dengan Abdul Fickar, pengajar hukum pidana Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, menyatakan bahwa meski sudah ada putusan praperadilan, upaya penyidikan masih dapat dilakukan KPK walaupun mulai dari awal.

Orin memang melihat ada indikasi ogah-ogahan dari KPK dalam pengusutan kasus yang melibatkan pihak yang memiliki kekuasaan. Orin mengingatkan, penegakan hukum seharusnya dilakukan setara tanpa membedakan pihak yang dihadapi. KPK diharap bertindak lebih cepat dan tegas saat berupaya menjerat ulang Sahbirin.

“Proses hukum untuk kasus korupsi harus cepat dengan perolehan minimal dua alat bukti dan lakukan pemeriksaan tersangka, segera tahan jika memang sudah ada bukti permulaan yang cukup,” ujar Orin kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).

OTT di Kalimantan Selatan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menampilkan uang sitaan sejumlah Rp12 miliar dan USD500 dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kalimantan Selatan, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024). tirto.id/Auliya Umayna

Pembelajaran bagi KPK

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, melihat KPK serta hakim tunggal PN Jaksel yang menangani praperadilan, sama-sama memiliki catatan janggal.

Putusan bebas status tersangka Paman Birin, menunjukkan bahwa KPK sejak awal tidak serius menangani perkara ini. Sebabnya, kata Zaenur, KPK tidak melakukan pencarian secara segera dan besar-besaran ketika melakukan OTT untuk menangkap Sahbirin.

KPK juga tidak meminta bantuan Polri saat Sahbirin dinyatakan menghilang. Padahal, Polri memiliki sumber daya yang besar jika dilibatkan dalam upaya penangkapan Paman Birin.

“Ketika tidak berhasil mendapatkan Sahbirin, tidak cepat-cepat menetapkan di dalam daftar pencarian orang, harusnya KPK tetapkan,” ucap Zaenur kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).

Di sisi lain, Zaenur menilai putusan praperadilan yang dibacakan hakim tunggal memiliki dua kejanggalan. Pertama, sikap hakim yang membiarkan praperadilan Sahbirin tetap diproses meski sudah ditetapkan melarikan diri, bertentangan dengan SEMA Nomor 1/2018. Menurut Zaenur, aturan yang dibuat MA tersebut memakai perumusan alternatif.

Hakim tidak bisa beralasan bahwa Sahbirin belum menjadi DPO sehingga praperadilan jalan terus. Saat tersangka melarikan diri, kata Zaenur, sesuai SEMA Nomor 1/2018 menyatakan bahwa praperadilan harus ditolak.

“Selama dia melarikan diri, maka tidak bisa mengajukan praperadilan. Nah, sekarang pertanyaannya apakah Sahbirin ini melarikan diri atau tidak? Ya jelas-jelas melarikan diri,” kata Zaenur.

Sahbirin dinilai jelas-jelas melarikan diri. Buktinya, papar Zaenur, ketika dicari oleh penyidik KPK di rumah, di tempat kerja, atau tempat sehari-hari Paman Birin selalu hadir, justru dia tidak nampak dan tidak dapat ditemukan.

Pihak-pihak dekat dengan Sahbirin juga tidak tahu pasti di mana lokasi keberadaannya. Hal ini disebut Zaenur jelas melarikan diri dari KPK.

Kejanggalan kedua, hakim seharusnya memahami bahwa penetapan tersangka lewat OTT tidak perlu melakukan pemeriksaan terlebih dulu. Walaupun Sahbirin tidak tertangkap OTT, ia menjadi bagian dari peristiwa pidana, sehingga termasuk dalam konteks OTT di Kalsel.

Zaenur meminta Badan Pengawas (Bawas) MA dan Komisi Yudisial (KY) mengawasi hakim tunggal praperadilan Sahbirin. Jangan ada unsur non-hukum yang berhasil mempengaruhi putusan praperadilan. Hakim perlu ditelusuri oleh Bawas MA, KY, dan bahkan KPK sendiri.

“Ini harus ditindaklanjuti KPK dengan melakukan penetapan tersangka ulang Sahbirin Noor dengan memenuhi unsur-unsur formilnya agar tidak lagi kalah,” terang Zaenur.

Sementara itu, Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, menilai seakan terjadi rangkaian peristiwa yang membuat publik curiga adanya pengkondisian atas putusan praperadilan Sahbirin. Hal tersebut dimulai dari hilangnya Paman Birin yang seakan mendapat pelindung profesional sampai kemunculan yang tiba-tiba sehari sebelum putusan.

Selain itu, Praswad menilai alasan hakim juga punya potensi bertentangan prosedur khusus dalam penanganan tindak pidana korupsi dan hukum acara lainnya. Pada sisi pemeriksaan, Paman Birin ditetapkan sebagai tersangka dengan kondisi tertangkap tangan dan melarikan diri.

“Bagaimana mungkin pemeriksaan dapat dilakukan pada kondisi tersebut? Berapa banyak OTT dimana KPK menetapkan tersangka orang yang melarikan diri,” ucap Praswad kepada reporter Tirto, Rabu (13/11/2024).

Maka dari itu, KPK diminta menerbitkan Sprindik kembali sebagai komitmen pemberantasan korupsi dan menyakinkan publik bahwa penegakam hukum bukan alat politik. KPK dinilai perlu menetapkan Sprindik terkait Pasal 21 UU Tipikor sebab ada dugaan pihak-pihak yang menghalangi penyidikan kasus ini.

“Perlu adanya pendalaman yang komprehensif terhadap proses tersebut mengingat secara substansial, penuh kejanggalan,” terang Praswad.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto