tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan terjadinya kasus pemerkosaan dan penjualan anak yang diduga dilakukan oleh Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Lampung.
Anak tersebut berinisial NF (14) yang sebelumnya menjadi korban pemerkosaan oleh orang tak bertanggung sehingga harus dititipkan di P2TP2A. Namun setelah dititipkan, korban malah mengalami hal serupa.
Komisioner KPAI, Jasra Monav menyayangkan kejadian tersebut. Padahal peran lembaga tersebut merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.
"Peristiwa kepala P2TP2A menodai peran pemerintah pusat dalam perlindungan anak yang terdepan telah ternodai," kata Jasra dalam keterangan tertulis, Senin (6/7/2020).
Menurut Jasra, ini sudah menjadi peringatan keras untuk para pemangku kepentingan anak. Bahwa situasi COVID-19 membuat petugas berubah drastis, dan ketika berurusan dengan anak-anak, semakin rentan menjadi pelaku kekerasan seksual.
Ia heran dengan perbuatan Kepala P2TP2A yang dipilih berdasarkan syarat ketat. Meliputi rekam jejak hingga pemberlakuan standar operasional prosedur. Namun ternyata kecolongan juga. Selain itu, pelaku juga merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Tempat perlindungan anak yang benar-benar dikelola negara saja kecolongan," ucapnya
Ia mendesak kepada Kementerian PAN-RB untuk mengkaji kembali dan membuat protokol ketat yang nantinya akan diterapkan untuk jabatan ASN pelindung anak di kantor-kantor pemerintah yang memiliki rumah aman, balai, tenaga pendamping atau kontrak yang dibayar. Agar benar-benar melakukan tahapan perekrutan petugas dengan benar.
"Dicek apakah masih ada yang bolong, sehingga kecolongan menempatkan predator di tempat berlindung anak," ucapnya.
Ia berharap Lembaga Pengaduan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai lembaga pengawas rumah aman yang memiliki aturan tegak dan lengkap tentang tempat-tempat seperti ini, segera melakukan sosialisasi dan pembenahan.
Pasalnya, kejadian peristiwa seperti ini tidak hanya terjadi di rumah aman P2TP2A Lampung saja, tetapi juga di Kota Padang dan pada profesi pendamping anak yang pernah terlaporkan.
"KPAI berharap dari pengalaman yang ada segera dilakukan pembenahan," ungkapnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali