Menuju konten utama

KPA: Sebanyak 216 Orang Ditahan karena Konflik Agraria

Secara akumulatif selama kepemimpinan Jokowi hingga 2018 terdapat sedikitnya 41 orang tewas di berbagai wilayah konflik agraria.

KPA: Sebanyak 216 Orang Ditahan karena Konflik Agraria
Ilustrasi napi penjara. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, sebanyak 216 orang ditahan tanpa prosedur yang jelas terkait dengan kasus agraria di Indonesia.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika mengatakan, tingginya angka itu disebabkan karena pendekatan represif pemerintah dan pemilik perkebunan masih dilakukan hingga 2018.

“Tindakan represif itu masih dijalankan. Jadi itulah kenapa jumlah korban konflik agraria yang dikriminalisasi semakin meningkat,” ucap Dewi ketika dihubungi reporter Tirto pada Kamis (3/1/2019).

Dewi mencontohkan, sejumlah tindak kriminalisasi dilakukan menggunakan pasal-pasal lama. Menurut KPA, sejumlah pasal yang sering digunakan aparat untuk menghadapi penolakan masyarakat antara lain: Pasal 160 KUHP, Pasal 170 KUHP, Pasal 187 KUHP, Pasal 406 KUHP, Pasal 55 UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, dan UU P3H Pasal 12, Pasal 82 ayat (1) huruf a, Pasal 17, dan Pasal 92.

Akan tetapi, kata Dewi, pada 2018 lalu, penggunaan pasal untuk menjerat pejuang agraria sudah mulai merambah ke produk hukum yang tidak ada hubungannya dengan agraria. Ia mencontohkan adanya penggunaan pasal Pasal 107 (a) UU No. 27 Tahun 1999 tentang kejahatan terhadap keamanan negara.

Menurut Dewi, pasal itu juga dipakai untuk menjerat Budi Pego, penolak tambang Tumpang Pintu. Ia dituduh membawa bendera yang dianggap melambangkan komunis. Padahal Budi hanya membawa spanduk sebagai alat penolakan terhadap tambang.

Contoh lain, kata Dewi, petani yang menolak PLTU Indramayu juga dikenakan UU No. 24 Tahun 2009 yang tidak lazim lantaran mengatur tentang bendera, bahasa, dan lambang negara.

Sementara jenis kekerasan lainnya, lanjut Dewi, juga berupa pengerahan polisi, TNI, hingga kontraktor keamanan swasta. Dewi menyebutkan, kehadiran pihak-pihak itu seringkali ditujukan untuk mengamankan aset-aset perkebunan.

Ia pun menyayangkan hal ini, terlebih ketika pemerintah menerbitkan UU Reforma Agraria pada Oktober 2018 lalu. Namun, ternyata cara-cara represif masih digunakan.

“Pemerintahan Jokowi punya will kuat untuk menyelesaikan konflik agraria, tapi masih menggunakan cara-cara lama yang sarat dengan kekerasan,” ucap Dewi.

Di tahun 2018, Catatan Akhir Tahun KPA merekam sedikitnya 10 orang telah terbunuh, 6 orang tertembak, 132 orang mengalami penganiayaan selama menghadapi tindakan represif. Dari 132 korban yang dianiaya, 115 di antaranya adalah laki-laki dan 17 perempuan.

Secara akumulatif selama kepemimpinan Jokowi hingga 2018 terdapat sedikitnya 41 orang tewas di berbagai wilayah konflik agraria. Sementara itu 546 di antaranya dianiaya, 51 orang tertembak, dan 940 orang dikriminalisasi.

Baca juga artikel terkait KONFLIK AGRARIA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto