tirto.id - Korea Utara menembakkan rudal yang terbang di atas Jepang dan mendarat di perairan di wilayah utara Hokkaido sekitar pukul 06.00 pagi hari ini, Selasa (29/8/2017), kata pejabat Korea Selatan dan Jepang. Japan Today melaporkan, tembakan tersebut menurut para ahli tampaknya merupakan rudal jarak menengah Hwasong 12.
Rudal ini pertama kali muncul tahun ini saat parade "Day of the Sun" yang dihelat setiap 15 April guna memperingati hari kelahiran Kim Il-Sung, pendiri Korea Utara. Memiliki jangkauan hingga 4.500 km, rudal Hwasong 12 hingga saat ini sudah ditembakkan sebanyak lima kali.
Tindakan Korea Utara ini kian menandai peningkatan tajam ketegangan di semenanjung Korea. Tembakan rudal itu terjadi saat pasukan AS dan Korea Selatan melakukan latihan militer tahunan di semenanjung tersebut, yang diduga menarik perhatian Korea Utara.
Awal bulan ini, Korea Utara mengancam akan menembakkan rudal ke laut dekat wilayah Guam milik AS. Kecaman ini muncul setelah Presiden Donald Trump memperingatkan Pyongyang akan menghadapi "api dan kemarahan" jika Korea Utara mengancam AS
Korea Utara telah melakukan puluhan uji coba rudal balistik di bawah pemimpin muda Kim Jong-Un, yang paling baru pada Sabtu (26/8/2017). Namun menembaki proyektil di daratan Jepang jarang terjadi.
"Tindakan sembrono Korea Utara belum pernah terjadi sebelumnya. Ini ancaman serius dan berat bagi negara kita," Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan kepada wartawan, dikutip dari Japan Today.
Abe mengatakan bahwa Jepang sedang meminta sebuah pertemuan mendesak di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperkuat langkah-langkah melawan Pyongyang. Tes tersebut merupakan pelanggaran yang jelas terhadap resolusi PBB.
Korea Utara sempat menembakkan sebuah roket yang membawa satelit komunikasi ke orbit di atas Jepang pada tahun 2009. Namun Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan menganggap bahwa peluncuran tersebut merupakan uji coba rudal balistik.
Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan rudal Korea Utara yang baru saja ditembakkan hari ini jatuh ke laut 1.180 km (735 mil) di sebelah timur Tanjung Erimo di Hokkaido.
Sistem peringatan nasional pemerintah Jepang menyebarkan imbauan melalui program radio dan TV, memperingatkan warga tentang kemungkinan rudal tersebut. Layanan kereta cepat untuk sementara dihentikan dan larangan keluar dikeluarkan pengeras suara di kota-kota di Hokkaido.
Pasar global bereaksi terhadap peningkatan ketegangan. Mereka membeli aset safe haven seperti emas, franc Swiss dan yen Jepang, dan menjual saham.
Militer Korea Selatan mengatakan bahwa rudal tersebut diluncurkan dari wilayah Sunan dekat ibukota Korea Utara sebelum pukul 6 pagi dan terbang sejauh 2.700 km (1.680 mil), mencapai ketinggian sekitar 550 km (340 mil).
Media Jepang NHK melaporkan bahwa rudal tersebut pecah menjadi tiga bagian dan jatuh ke perairan di Hokkaido.
Militer Jepang tidak berusaha menembak jatuh rudal tersebut, yang melewati wilayah Jepang sekitar pukul 06.07 waktu setempat.
Di Washington, Pentagon mengkonfirmasi bahwa rudal tersebut terbang di atas Jepang namun tidak menimbulkan ancaman ke Amerika Utara dan mengatakan bahwa pihaknya mengumpulkan informasi lebih lanjut.
Amerika Serikat dan Korea Selatan secara teknis masih berperang dengan Korea Utara karena konflik 1950-1953 mereka berakhir dengan sebuah gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai. Korea Utara secara rutin mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah melepaskan program senjatanya, dengan mengatakan bahwa mereka perlu untuk melawan permusuhan yang diinisiasi AS.
Korea Utara kembali meminta pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB untuk membahas latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan yang sedang berjalan, menurut sebuah surat yang dirilis pada Senin (28/8/2017) oleh misi Korea Utara ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Surat bertanggal 25 Agustus kepada Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres dari Duta Besar Korea Utara Ja Song-Nam itu menggambarkan latihan militer AS-Korea Selatan sebagai "ancaman serius" ke semenanjung Korea dan perdamaian dan keamanan internasional.
"Ini adalah hak pertahanan DPRK yang adil dan benar untuk menghadapi manuver perang yang sembrono dan agresif dan AS akan bertanggung jawab penuh atas konsekuensi bencana yang diakibatkannya," tulis Song-Nam, dengan menggunakan inisial DPRK yang merupakan nama resmi Korea Utara: Republik Rakyat Demokratik Korea.
Permintaan serupa sebelumnya juga tidak terjawab oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB.
Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat telah memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara dalam menanggapi peluncuran dua rudal jarak jauh pada Juli lalu.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari